Mohon tunggu...
Franhky Wijaya
Franhky Wijaya Mohon Tunggu... Arsitek - pemerhati bidang properti

seseorang yang ingin berbagi pengalaman karena sudah lama bekerja di bidang properti, terutama bidang perencanaan, mulai dari pengembangan landed houses, komersial, pergudangan sampai bangunan apartment.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Catatan Kaki: Perencanaan Ruko di Masa Mendatang

16 Juni 2020   16:35 Diperbarui: 18 Juni 2020   08:48 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruko adalah kependekan dari rumah toko. Dalam bahasa Inggris kita sering sebut dengan istilah shop houses. Ruko termasuk mixed use dalam skala yang lebih kecil. 

Untuk peruntukan lahannya ruko ini tergolong komersial, walaupun ada fungsi residential di atasnya. Tetapi fungsi komersial lebih dominan dibandingkan dengan fungsi hunian. 

Saya tidak tahu sejak kapan ruko ini dimulai di Indonesia,  tetapi bentuk ruko juga banyak kita jumpai di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. 

Ruko terdiri dari 2 sampai 4 lantai. Di lantai dasar pasti digunakan untuk usaha dan lantai atasnya digunakan untuk tempat tinggal. Sudah banyak kita melihat contoh ruko di kota-kota besar di Indonesia. Dan sebagai perencana di developer, kita pun sering berdebat berapa besaran ruko yang ingin dijual. 

Dan pertanyaan klasiknya adalah, "Mau berapa meter ya lebar ruko ?" Untuk membahas pertanyaan ini saja kadang bisa bolak-balik. Sementara panjang ruko tidak terlalu dipermasalahkan. Kenapa justru lebar ruko selalu diperdebatkan? Di sini saya mencoba sharing apa yang saya alami. 

Ruko selalu berada di jalur-jalur utama dari kawasan atau jalan kota. Di mana ada keramaian atau jalur hilir mudik orang, maka di situ pula seyogyanya ada ruko. 

Ini logis sekali, tidak ada orang yang mau berjualan di tempat yang jarang dilalui. Karena lokasinya terbatas, sementara peminatnya cukup banyak, maka menjadikan harga ruko pasti lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tinggal, padahal kalau kita mau hitungan lebih detail, biaya pembangunan dan desain ruko jauh lebih murah dibandingkan dengan rumah tinggal. 

Bayangkan saja kalau di rumah tinggal, cukup banyak ruangan yang harus disediakan, sementara ruko hanya ruangan "plong", kamar mandi dan sedikit dapur. 

Jalur utama pasti lebih pendek dibandingkan dengan jalur di dalam kawasan, sehingga frontage ke arah jalan pun terbatas. Di sini sebagai perencana property, kita harus pintar-pintar membagi frontage ini. Ruko yang terlalu lebar ataupun ruko yang terlalu sempit, keduanya susah untuk dijual. 

Dulu rata-rata orang menjual ruko dengan lebar 4.5 sampai 5 meter. Ruko dengan lebar 4 meter sudah ditinggalkan orang, karena terlalu sempit untuk usaha kuliner. Sebagian besar ruko memang lebih banyak digunakan untuk usaha makanan dan minuman. 

Sebagai developer pun sebenarnya kita banyak diuntungkan kalau ruko yang dijual dimanfaatkan untuk berjualan makanan ataupun minuman, karena usaha ini banyak mendatangkan pengunjung atau "crowd" sehingga kawasan ruko tetap terlihat ramai. 

Apalagi kalau di dalam kawasan tersebut ada resto yang terkenal dan untuk mencari parkir saja bisa sampai beberapa kali putaran, itu pasti lebih menyenangkan bagi pihak pengelola kawasan.  

Sebelum adanya pandemi ini, kita sudah tidak asing lagi dengan istilah pesan delivery online. Banyak orang yang tidak mau keluar rumah atau kantor dengan berbagai macam alasan, tetapi ingin tetap makan enak, ya cara yang gampang adalah pesan online. 

Abang-abang ojek dengan senang hati akan antri di resto yang ingin kita tuju. Bahkan saya pernah melihat anekdot, kalau resto masa depan kursi makan hanya dipenuhi oleh abang-abang ojek. 

Jadi dulu sempat terbesit, kalau begitu untuk apa developer menjual ruko mesti besar-besar kalau yang datang hanya orang-orang yang menunggu pesanan. 

Dengan adanya Covid-19, di mana kita "dipaksa" untuk tinggal dan beraktivitas di rumah, termasuk untuk urusan makan di luar. 

Untuk sementara kita tidak bisa makan di tempat lagi. Semua pesanan mesti dibawa pulang. Padahal saya adalah tipe orang yang suka makan di tempat karena menurut saya, makanan yang dihidangkan secara langsung dan masih hangat lebih nikmat dibandingkan makanan yang sudah dingin. 

Tetapi dalam keadaan pademi ini, tidak ada pilihan lain selain membawa pulang makanan yang dipesan. Dan ternyata tidak ada masalah dan saya pun sudah mulai terbiasa dengan membawa pulang makanan.

Selama vaksin atau anti virus belum ditemukan, maka kita akan selalu berada di era new normal. Penemuan vaksin itu bukan dalam hitungan bulan, tetapi bisa dalam hitungan tahunan dan selama itu pula kebiasaan baru juga sudah mulai terbentuk. 

Kebiasan baru untuk membawa pulang makanan akan terus dilakukan. Otomatis jumlah pengunjung yang makan di tempat juga semakin berkurang. Walaupun masih tetap ada yang makan di tempat, tetapi jumlahnya sudah tidak sama lagi sewaktu sebelum pandemi. 

Kembali lagi ke pertanyaan, apakah masih relevan jika developer menjual ruko dengan luasan yang besar? Saya belum bisa menjawab pertanyaan tersebut. Mungkin nanti waktu yang akan menjawab. 

Developer hanya bisa mencoba melempar dulu ke pasar, apakah ruko kecil masih ada peminatnya?  Di bulan-bulan berikut ini, developer di mana saya bekerja akan meluncurkan produk ruko kecil dengan lebar 4 meter dan berada di jalan utama. Nanti kalau ada kesempatan saya akan coba sharing juga. 

Konsep yang diusung adalah kompleks ruko dengan tema food and beverage (makanan dan minuman). Kenapa dibatasi kuliner? Seperti yang saya bilang di atas, karena bidang kuliner ini terbukti bisa mendatangkan banyak pengunjung. Dan dari kacamata developer, semakin ramai kawasan tersebut dikunjungi, maka semakin baik nilai jualnya.   

Bagaimana dengan ruko dengan lebar yang lebih besar, misalnya 5 meter? Kalau kita sebagai developer menjual ruko dengan lebar 5 meter saat sekarang, pasti harga jual juga semakin tinggi karena luasan bertambah. Sementara untuk usaha kuliner, pedagang hanya mempergunakan lantai 1 ataupun lantai 2. 

Peminat ruko besar tetap ada, baik pengusaha itu sendiri ataupun para investor yang nantinya akan menyewakan ruko ke pihak ketiga. Sebagai developer mesti bisa inovatif dalam menciptakan konsep agar produk yang ditawarkan bisa terjual. Para investor pasti akan mikir, kalau saya beli ruko dengan harga segini, harga sewanya akan segitu. 

Nah, sering kali hitungan sewa ini tidak "masuk", karena penyewa kuliner mungkin hanya menggunakan lantai 1 saja, sementara lantai 2 atau di atasnya lagi, belum tentu dipergunakan. Sementara mereka mesti menyewa semua lantai. Hal ini yang membuat berat bagi penyewa. 

Maka dari itu salah satu cara yang kita lakukan adalah, membuat akses terpisah antara penyewa kuliner di lantai satu dengan penyewa di lantai atasnya. Ini dimungkinkan karena lebar ruko yang besar. 

Jadi sebagai investor ruko, setiap lapis ruko bisa dimanfaatkan untuk disewa. Dan masing-masing penyewa pun tidak terlalu berat. Istilahnya adalah berbagi sewa. Mungkin ini salah satu cara mensiasati bagaimana ruko besar tetap bisa terjual. 

Sudah siap jualan ruko sekarang? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun