Mohon tunggu...
Fransiskus Nong Budi
Fransiskus Nong Budi Mohon Tunggu... Penulis - Franceisco Nonk

Budi merupakan seorang penulis dan pencinta Filsafat. Saat ini tinggal di Melbourne, Australia. Ia melakukan sejumlah riset di bidang Filsafat dan Teologi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perihal Perang

8 September 2022   09:20 Diperbarui: 8 September 2022   10:08 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Liputan 6.com

Namun, yang terjadi juga adalah kecanggihan perang. Meski belum seluruhnya digunakan, itu sudah mulai ada, yaitu persenjataan canggih yang tidak membutuhkan banyak tentara atau pasukan. Senjata hanya perlu dioperasikan oleh beberapa orang terampil di bidang itu, bahkan sejauh perlu tanpa operator, senjata sistem otomatis. Bahkan lebih canggih lagi, pesawat nirawak (drone) lengkap dengan senjata dan pendeteksi terbang meninjau target hingga menemukan dan menembak sasaran.

Sebelum senjata drone saat ini, sudah ada torpedo homing akustik keluaran tahun 1943 yang dapat menempel pada baling-baling kapal. Saat ini, entah Rusia atau Ukraina, sudah memakai rudal drone hibrida, yang dapat dikirim untuk menjelajahi suatu area sampai mendeteksi target yang sesuai. Semua itu tampak seperti gagasan persenjataan dalam film Terminator. Diskusi penting adalah otonomi senjata dan masa depan perang. Bahwa militer atau tentara di masa depan tidak lagi diperlukan, atau senjata api berat tidak lagi digunakan, tetapi apakah tanpa tentara dan senjata, perang akan tidak ada lagi?

Paul Scharre memberikan pandangan lewat bukunya Army of None: Autonomous Weapons and the Future of War (2018). Mantan perwira militer dan pejabat Pentagon itu menilai bahwa senjata memiliki kebabasan yang meningkat untuk memilih sasarannya sendiri. Berdasarkan sejarah perang dan futurologi ia berpendapat bahwa sistem pertahanan udara seperti rudal Patriot Amerika dan Aegis yang berbasis kapal terlalu lama dan rumit dalam membuat keputusan eksekusi perihal target yang harus dihadapi. Bukan hanya itu, tetapi juga tidak jarang keliru atau salah sasaran. Di atas semua itu, kemanusiaan, menurutnya, "berada di ambang teknologi baru yang secara fundamental dapat mengubah hubungan kita dengan perang".

Mahalnya biaya perang dan logistik perang yang berat membawa suatu revolusi yang lebih konkret. Martin van Creveld mencatat bahwa pada paruh pertama abad ke-17 tentara yang akan berperang membawa serta 100 bola per barel artileri. Tidak ada barel yang diharapkan untuk menembak lebih dari lima kali sehari. Sementara, yang terjadi dalam perang Rusia-Ukraina, berdasarkan suatu prakiraan, rata-rata harian senjata Rusia menembak 400 kali dan memakan lebih dari 7.000 peluru. Mengangkut amunisi sebanyak itu adalah tugas yang sangat berat, logistik yang tidak sedikit. Namun tetap diperlukan dalam perang. Kesulitan logistik Rusia berdampak pada rawa di sekitar Kyiv pada Februari dan Maret lalu. Sementara itu, penggunaan roket oleh Ukraina untuk meledakkan depot Rusia pun sesuai dengan ketersediaan mereka. Crevald melalui Supplying War: Logistics from Wallenstein to Patton (1977) menyatakan bahwa "Sebuah revolusi nyata hanya akan terjadi ketika tentara bosan menembakkan proyektil logam berat satu sama lain dan mulai menggunakan sinar laser tanpa bobot sebagai gantinya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun