Mohon tunggu...
Fransiskus Nong Budi
Fransiskus Nong Budi Mohon Tunggu... Penulis - Franceisco Nonk

Fransiskus Nong Budi (FNB) berasal dari Koting, Maumere, Flores, NTT. Nong merupakan anggota Kongregasi Pasionis (CP). Menyelesaikan filsafat-teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana Malang pada medio 2017 dan teologinya di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Pastor Bonus Pontianak pada pertengahan 2020. Karya literasinya berjudul "ADA-ti-ADA: Sebuah Pengelanaan Fenomenologis bersama Heidegger" (Leutikaprio: Yogyakarta, 2018). Perhatiannya atas Fenomenologi membawanya pada karya Mari Menjadi Aslimu Aslama yang Wazan Fa’lan dan Wazan Fa’il: Sebuah Sapaan dalam Keseharian Kita tentang Terorisme dan Radikalisme (Ellunar, 2019). Bersama Komunitas Menulis Sahabat Bintang ia terlibat dalam penulisan Sepucuk Cerita Bantu Donggala: Kumpulan Cerpen dan Puisi (Bintang Pelangi, 2018). Bersama Komunitas Menulis Sastra Segar ia ikut ambil bagian dalam penulisan Harapan (Anlitera, 2019). Ia berkontribusi pula bagi Derit Pamit (Mandala, 2019) dan His Friends (Lingkar Pena Media, 2019). Sejumlah karya tulis telah dipublikasikan di aneka jurnal ilmiah. Karya filosofis terkininya ialah “Temporalitas dan Keseharian: Perspektif Skedios Heidegger” (Jejak Publisher, 2019). Sementara karya Metapoeitikanya terkini ialah “Kata Yang Tinggal” (Guepedia Publisher, 2019). “Setelah 75?” (Guepedia Publisher, 2019) merupakan karyanya pula. Nonk kini menggagas Metapoeitika sebagai sebuah Skedios (sketsa) dalam alam literasi Poeitika. Salah satu perwujudan Metapoetika ialah "Dimensi Karsa Kehidupan" (2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Bawah Mendung dan Hujan

3 November 2018   17:50 Diperbarui: 3 November 2018   17:56 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Beberapa menit telah berlalu. Tak ada orang yang tampak di halaman rumah. Seorang diri saya duduk di pendopo ditemani Android. Grup baru kami "Literasi For Donggala-Palu" menjadi hiburanku kala itu. 

Sembari menegok ke arah gerbang, apakah ada yang datang, sesekali saya memerhatikan jam di latar Android saya. 14.38 tampak di layar Android. 14.43 sebuah mobil masuk dari gerbang. Dalam benak saya, mungkin mereka yang telah membuat janji sudah tiba. 

Ternyata tidak. Mobil itu mungkin Grab yang menjemput seseorang. Dari kejauhan sepertinya saya mengenal orang yang dijemput, namun pikiran ini berlalu bersama keasyikan di dalam grup baru kami.

Sebuah motor ditumpangi dua orang, seorang bapak dan seorang anak, melintas di depan pendopo. Tanpa salam, tanpa sapa. Mereka berhenti di pojok rumah. Tak ada pertanyaan. Beberapa menit mereka menunggu sejenak di sana. 

Sambil melihati telepon genggam mereka masing-masing. Kemudian kembali pula mereka ke gerbang. Tiba mereka di gerbang, datang seorang gadis kecil berjalan kaki menuju gerbang. Di situ mereka saling bercakap. Anak yang tadinya menumpang Beat pun turun menyalami gadis kecil tadi. Dari kejauhan, pikirku, mungkin mereka bersahabat dan sudah membuat janji. 

Mereka ditinggal berdua oleh bapak pengendara Beat. Tiba-tiba datang pula seorang gadis kecil lainnya. Kali ini dengan mengayuh sepeda semi onthel tampak tua. Bertiga mereka tawa ria. Kemungkinan ada joke yang dibuat salah satu dari mereka.

Layar dasar Android saya 14.59. Dalam benak saya, perkara waktu dan janji ternyata rumit. Tak pernah mudah seperti yang dibayangkan. Juga tentang informasi. Saya diberitahu dengan permintaan untuk menghadiri acara ulang tahun pada 13.30. Menarik! Pesan yang saya terima ialah 13.30 atau 14.00-lah. Saya sudah berjuang untuk menepatinya. Istirahat siang saya, saya korbankan. Maklum saya baru saja kembali dari suatu acara. Tanpa istirahat, kecuali pembersihan diri.

Saya menimbang lagi, mungkin karena cuaca dan rutinitas lalulintas di sore hari jam kembali kantor atau kerja. Langit mendung. Angin menghembus dengan lebih kencang dari biasanya. Tanpa sweater, saya berada di atas kursi di pojok pendopo. Pandanganku ke arah beringin. Tampak indah beringin itu dengan latar belakang langit mendung. Saya melihat beringin sebagai sebuah pohon secara penuh dari arahku.

Tiba-tiba datang beriringan dua matic berboceng. "Hai..." terucap dengan lembut manja dari mulut salah seorang. Sapaan itu tentu untuk saya dan langsung kubalas juga dengan sapaan serupa bernada datar berenergi. Wajah mereka berempat tampak tidak asing bagi saya, tapi tak satu pun nama mereka yang kukenal. Aneka pertanyaan diajukan salah seorang dari antara mereka. Ia tampak seperti juru bicara mereka. 

Teman-temannya hanya seperti pendukung argumennya atau sesekali membenarkannya. Dengan kekalemanku, aku disebutnya tak bisa diajak bicara tanpa pertanyaan-pertanyaannya. Padahal aku memang dengan kedalaman bicara mendengarkan mereka. Aku dihujani mereka dengan aneka pertanyaan, dari yang bernada gurauan hingga yang lebih serius tapi tak berat. 

Di tengah banyaknya pertanyaan yang kujawab seperlunya dengan banyak pertimbangan dan pilihan kata, bukan hanya tepat tapi indah. Kuajukan pertanyaan tentang agenda yang akan kujalani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun