Mohon tunggu...
Fradj Ledjab
Fradj Ledjab Mohon Tunggu... Guru - Peziarah

Coretan Dinding Sang Peziarah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akibat Salah Pilih Orang

11 Juni 2021   23:37 Diperbarui: 12 Juni 2021   00:00 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fradj Ledjab, Penikmat Politik (dokpri)

Catatan awal : tulisan ini merupakan kajian sederhana yang bersumber dari hasil mendengar, mengamati secara virtual dinamika Rapat Umum Dengar Pendapat yang bersifat terbuka DPRD Lembata dengan Aliansi Rakyat Bersatu Lembata beberapa waktu lalu di Gedung Peten Ina Lembata. Biar tidak ada kesan dari pembaca (yang tidak suka) bahwa opini yang ditulis orang Lembata yang tinggal di luar Lembata itu hanya MOSES (Model Seni-seni). Kawan, Musa atau Moses itu tidak pernah menginjakkan kaki di tanah yang dijanjikan Yahwe, ia hanya melihat tanah Kanaan itu dari jauh. 

Maju mundurnya sebuah daerah tidak semuanya tergantung/dibebankan kepada pemimpin dalam hal ini mereka yang dipercaya untuk pengelolah pemerintahan (eksekutif) sebagai top manager. Keterlibatan, peran serta masyarakat dalam mendukung setiap kebijakan (tentu kebijakan yang pro kemanusiaan) menjadi umsur yang urgen dalam penyelenggaran pemerintahan. Rakyat bersama-sama pemerintah bergerak  dan bergerak bersama-sama pemerintah untuk sebuah goal yakni kesejahteraan hidup bersama. Proaktif dan kesadaran kolektif kolegial menjadi kuncinya. Kita sepakat itu sebagai kebenaran umum dalam pandangan demokrasi.

Bicara demokrasi berarti bicara tentang pemerintah dan rakyatnya dalam mekanisme sistem sebagai jalan mencapai kedaulatan rakyat. Kita tahu dalam sistem ini kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Penekanannya adalah sistem yang menjadi lokomotif untuk menggerakkan setiap komponen dalam satu kesatuan yang berdaulat. Satu saja komponen tidak berfungsi? Dipastikan sistem tidak jalan, mandek. Nah, apalagi kalau komponen dalam sistem itu rusak? Bagaimana jadinya. Silahkan dibayangkan. Sistem itu pada dasarnya baik karena direncanakan, dibuat, sebagai road map (peta jalan) mencapai visi misi yang hendak dicapai. Untuk itu perlu tata kelola yang profesional. Pertanyaan sederhananya adalah siapa yang mengendalikan sistem dalam tata kelolanya? Sudah tentu tugasnya top manager yakni pemerintah jika aras kita adalah pemerintahan dan itu bersentuhan dengan yang namanya good governance.

Sekarang mari kita ke Lembata...Sudah dua puluh tahun Lembata otonomi namun sampai hari ini Lembata masih terkungkung dalam ketertinggalan. Problem klasik yang setiap saat menjadi nyanyian derita rakyat yang seolah-olah dibiarkan, tidak diurus secara serius, dan boleh jadi tidak menjadi skala prioritas pembangunan baik jangka pendek maupun menengah. Contoh saja terkait dengan peningkatan pelayanan publik, Lembata masih terbenam; infrasruktur jalan yang semakin memprihatinkan, antrian BBM yang belum terurai benang kusutnya, BBM jadi barang mahal, banyaknya pembangunan fasilitas publik mangkrak yang diduga merugikan negara, dan banyak lagi persoalan yang mulai pelan-pelan menggelembung ke permukaan. Hal-hal ini menjadi fakta empirik yang mengamplifikasi terminologi tentang Lembata yang salah urus. Mari kita bandingkan dengan Toraja Utara (Torut) yang baru otonomi 10 tahun (2018) menjadi runner up untuk kategori kabupaten otonomi baru paling maju dalam urusan peningkatan pelayanan publik dan laporan keuangan daerah dengan predikat WTP tiga kali berturut-turut. Torut hanya kalah dari Kabupaten Bandung Barat yang setingkat diatasnya (sulselprov.go.id).

Tentu kita bertanya, Ada apa dengan Lembata? Dulu itu...iya dulu (semoga rakyat belum pikun).. para elite politik yang mau bangun Lembata suka berkicau mengatasnamakan masyarakat. "Demi kesejahteraan masyarakat, untuk Lembata Maju, Kami ada di sini!!". Itulah jargon politik mereka. Masyarakatlah yang 'dijual' dan dimanfaatkan. Politik pencitraan bahkan bermuara pada percideraan masif dipertontonkan demi tujuan elektoral tanpa mempertimbangkan akibat dari diksi dan narasi liar yang dibangun. Politik penghargaan tak lagi menjadi domain, yang ada hanyalah keburukan personal yang menjadi sasaran tembak nan empuk. Masyarakat yang irasional apalagi  'cinta buta', berafiliasi dalam permainan para elite sehingga begitu mudah mereka digiring, diobok-obok hingga lupa kesadaran karena mabuk pada persimpangan politik.

Pemandangan hari-hari ini menemukan nasib rakyat yang kian terpuruk karena asmara politik dulu. Kenikmatan sesaat yang dulu itu kini membawa penderitaan hampir tak berujung. Rakyat semakin menderita dan penguasa semakin nyaman dalam istana kekuasaan berkalungkan toa pecah. Rakyat sedang meratap pada tembok-tembok pagar istana kekuasaan yang kini sudah jadi tembok ratapan. Suara ratapan warga seakan tak didengar apalagi dijawab karena toa yang dikalungkan sudah pecah. Kalaulah boleh toa pecah jangan disimpan dalam jas tetapi bawalah ke tukang servis. Tukang servis itu rakyat sendiri. 

Semangat dasar politik dengan tujuan mulia untuk kesejahteraan dan kemasyalatan hidup bersama dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat terasa begitu jauh dengan realitas hari ini. Kesejahteraan, keadilan hanya dinikmati oleh para elite dan kelompok yang berhaluan sama. Kehancuran kemanusiaan menjadi terancam padahal politik bukan untuk kehancuran hidup tetapi kedamaian dan ketentraman hidup rakyat.

Melihat dan mengalami berbagai macam ratapan penderitaan rakyat serta segunung problematika pengelolaan pemerintahan yang terjadi saat ini, rasa-rasanya (semoga tidak sepenuhnya karena rasa-rasanya loh ini), Lembata ini tidak ada yang urus. Jujur, Lembata itu kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), tanah yang subur, laut yang kaya ikan dan potensi bawah laut yang mempesona, budaya yang beragam, pantai-pantai dengan pasir indah, gunung dan bukit yang menjulang megah, dan  masih banyak lagi. Semuanya belum terurus dengan baik. Apalagi Sumber Daya Manusia (SDM), di Lembata terlalu banyak orang pintar walau pintar itu relatif. Ada yang pintarnya pada soal merangkai kata, pintar omong. Orang bilang omdo, omong doang. Lalu orang Lembata bilang pegol, penua golo. Pintar saja tidak cukup. Lembata butuh orang yang berpikir cerdas, bekerja cerdas, bekerja tuntas. Bukan suka tunda-tunda pekerjaan. Orang di WIB bilang taso, ntar esok..ntar esok.

Dua lembaga pemerintahan yang berandil besar dalam membangun Lembata terkesan kurang mesra, jalan masing-masing dan seperti bukan mitra. Legislatif seakan tak berdaya menghadapi eksekutif apalagi kalau bicara intervensi? lemah. Padahal legislatif punya hak yang melekat padanya yang bisa digunakan ketika eksekutif dianggap perlu untuk diintervensi. Sebut saja hak interpelasi untuk meminta pendapat pemerintah terhadap kebijakan penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat. Apalagi hak angket, hak DPR/DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap pemerintah atas kebijakannya. Minta pendapat saja tidak berani le mau penyelidikan? Lao soko reu...(Baca pakai dialek Lembata). Hak-hak ini belum sepenuhnya dilakukan dan terkesan DPRD tak berdaya menghadapi eksekutif sementara dampak akibat kebijakan-kebijakan itu semakin genting dan liar. 

Situasi memprihatinkan seperti ini bisa menjadi gejala keruntuhan. Tidak bertujuan untuk menakut-nakuti dan untuk apa takut? Kita bukan pengecut! Kita ingat saja, Uni Soviet sebuah negara adikuasa dengan wilayah terluas di dunia mengalami keruntuhan pada Desember 1991. Beberapa faktor penyebab yang dapat saya ingat adalah munculnya ketidakpuasan warga terhadap sistem yang berlaku, pemerintahan yang korup, dan presiden Michail Gorbachev dan Boris Yeltsin gagal melakukan perbaikan sistem pemerintahan. 

Persis unsur-unsur ini; ketidakpuasan masyarakat, elite yang korup, dan sistem pemerintahan yang belum baik, sedang mekar bersemi di Lembata dan menjadi dalang utama mengapa Lembata tidak beranjak maju hal mana menjadi jawaban atas pertanyaan besar kita, Ada Apa Dengan Lembata? Inilah akibatnya kalau salah pilih orang. Inilah akibatnya jika memilih orang karena ada apanya bukan apa adanya. Memang penyesalan datangnya selalu terlambat, karena kalau duluan datang itu namanya pendahuluan. Dengan demikian rakyat mestinya semakin cerdas dalam berpolitik, menjadi pemilih yang cerdas dan berdaulat. Belajar hari ini dari pilihan kita yang salah agar tidak salah lagi pilih. Kita punya impian yang sama yakni memperoleh pemimpin Lembata yang pro rakyat dan membawa rakyat keluar dari 'tanah asing' menuju 'tanah terjanji' berlimpah susu dan madu yakni kesejahteraan dan kemakmuran bersama. (Fradj)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun