Mohon tunggu...
Ernesto Cardenal
Ernesto Cardenal Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Sedangkan burung- burung memberi makan anaknya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama: Respons terhadap Ateisme Liberal Dawkins, Hararri, dan Hawking

9 Desember 2019   20:02 Diperbarui: 10 Desember 2019   07:54 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mari berpikir bahwa dunia maupun realitas adalah seperti yang disimpulkan oleh para ilmuwan Richard Dawkins, Yuval Noah Hararri dan Stephen Hawking. Ketiganya juga adalah para ateis liberal yang baik hati, yang melihat dunia dilatarbelakangi oleh disiplin ilmu yang berbeda pula yakni biologi, sejarah dan matematika. Tentunya tidak boleh dilupakan bahwa pandangan maupun kesimpulan mereka mengenai agama adalah hasil pembentukan peristiwa psikologis masa kecil yang tidak akan di bahas dalam tulisan ini. 

Dalam beberapa buku mereka, rupanya topik mengenai tuhan maupun agama tidak absen dari pikiran mereka. Dawkins dan Hararri terkesan lebih suka mengkritik dan menyinggung agama daripada Hawking. Penulis mencoba membahas pikiran mereka tentang Tuhan tanpa mengerdilkan sumbangsih luar biasa mereka terhadap sejarah, biologi, dan matematika atau ilmu pengetahuan pada umumnya. 

Richard Dawkins dalam bukunya "Sungai dari Firdaus" dalam salah satu babnya bercerita tentang seorang pria ateis yang pada akhirnya bertobat menjadi rohaniawan setelah menonton tayangan National Geographic mengenai peristiwa simbosis mutualisme penyerbukan antara tawon jantan dan bunga angrek. Singkat cerita, pria yang kemudian menjadi rohaniawan tersebut bersaksi, "saya tidak pernah melupakan perasaan galau sambil terkagum yang mencekam sebab jelas bagi saya kekuasaan tuhan seperti itu pastilah ada. Merespon hal ini Dawkins berkata ," yang membuat saya terkesan adalah rasa yakin ketika pernyataan itu di kemukakan. 

Berbeda dari Dawkins, Sejarahwan Yuval Hararri menjelaskan sejarah perkembangan otak sapiens ketika otak sapiens mengalami suatu Revolusi Kognitif yakni perubahan mutasi genetik tanpa sengaja mengubah sambungan- sambungan dalam otak sapiens yang terjadi sekitar 30.000- 70.000 tahun yang lalu yang mengubah perjalanan hidup dan bahkan peradaban sapiens di kemudian hari. Menanggapi peristiwa revolusi kognitif tersebut, Hararri menyimpulkan dengan ragu- ragu bahwa itu terjadi kebetulan semata. 

Kemudian yang terakhir adalah Stephen Hawking,  seorang Matematikawan barangkali termasyur setelah Albert Einstein. Dalam salah satu bab dalam bukunya 'Brief Answers to the Big Question', berkata "Science provides better and more consistent answers but people will always cling to religion because it gives comfort".

Penulis melihat dalam buku- buku mereka,  terkesan menyimpulkan bahwa kehidupan maupun alam semesta tidak memiliki tujuan tertentu. Bahkan kehidupan adalah soal siapa yang terkuat atau 'survival of the fittest'. Dawkins juga mengatakan dalam bukunya selfish gene, bahwa entah pembawaan altruis maupun egois adalah demi satu tujuan yakni 'survival'. Apabila kehidupan adalah hanya melulu persoalan 'survival of the fittest', maka implikasi dari pandangan ini sungguh berbahaya. Tidak heran sejarah merekam masa kelam umat manusia, ketika rezim fasisme dan kapitalisme mengimani darwinisme terutama 'survival of the fittest'sebagai sebuah prinsip yang menjustifikasi tindakan- tindakan amoral sistematis masif.

MERAGUKAN SECARA RADIKAL

Pertama- tama suatu pengetahuan apapun bentuknya tidak pernah netral juga tidak pernah bebas dari kepentingan- kepentingan yang ingin mendominasi apapun bentuknya, yang terkondisikan maupun yang ditetapkan melalui proses sejarah pengetahuan. Disini perlunya sikap Filsuf Prancis, Descartes yakni sikap keragu- raguan radikal. Sikap ini adalah menganggap segala sesuatu hanyalah tipuan, dan tidak mau menerima apapun jika tidak dipahami secara komprehensif  maka dari situ pengetahuan harus di uji secara dialektis. Penulis melihat sikap Dawkins terhadap pria yang bertobat serupa dengan sikap Spinoza yang menolak Tuhan personal. Lalu apakah dengan begitu perlu disingkirkan suatu pengalaman subyektif relijius atau pengalaman perasaan gaib, mengabaikannya dengan suatu upaya penelitian empiris sembari mengklaim objektifitas diri?

Dawkins kurang teliti dalam menyimpulkan respon jiwa pria yang sebelumnya ateis menjadi seorang rohaniawan. Suatu reaksi jiwa seperti itu adalah apa yang oleh Rudolf Otto dalam bukunya 'the idea of the Holy', sebagai suatu perasaan gaib. Perasaan gaib ini menurutnya adalah dasar dari agama dan hal ini bisa bersifat personal dan menurut penulis tidak  boleh diabaikan. Seperti yang sedang trend di barat yakni suatu pengkondisian oleh apa yang disebut Karen Amstrong sebagai kultur ilmiah yang mendidik hanya untuk memusatkan pikiran kepada dunia fisik maupun material yang ada didepan kita. 

Begitu juga penulis mengamati bahwa Hararri tidak adil, juga tidak objektif dalam pengertian mengabaikan pengalaman personal, dan kemudian terburu- buru sepakat dalam menyimpulkan tatanan khayalan yang di temukan homo sapiens pada periode revolusi agrikultur adalah suatu kebetulan. Padahal Hararri sendiri juga sepakat bahwa, tatanan khayalan para sapiens ini secara sosiologis berguna untuk menyatukan sapiens dan membawa kemajuan peradaban. Tatanan khayalan yang ditemukan dan diinstitusionalkan oleh sapiens dahulu kala adalah perasaan gaib yang sama yang dialami oleh pria ateis yang di ceritakan Dawkins. 

Gaib disini tidak diartikan seperti mistis, hantu, roh-roh dan sebagainya. Lalu gaib seperti apa? Menurut penulis, perasaan gaib yang memberi ketenangan seperti yang dikatakan Hawking sendiri "people will always cling to religion  because it gives comfort". Selain perasaan gaib yang mendambakan suatu janji mesianik, keadilan, kedamaian, cinta radikal, dan persaudaraan abadi emansipatoris 

Bukankah hal- hal itu yang di idealkan oleh agama monoteisme primitif maupun awal yakni Yahudi, Kristianitas , Islam dan Budhisme, Politeisme Hinduisme, Zoroatisme ,Sintoisme, dan spiritualitas- spiritualitas timur lain?

Bukankah pula ide- ide ini yang di dambakan oleh ide demokrasi yunani, gerakan filsafat politik sosialisme, anarkisme, maupun komunisme?

Menurut penulis, Dawkins, Hararri, dan Hawking terlepas dari bakat dan kemampuan otak mereka yang luar biasa, tetap cenderung secara politis liberal dan terlibat secara sadar maupun tidak dalam melegitimasi tatanan yang mendominasi bahkan terkesan mengamini kapitalisme sekaligus kolonialisme dalam bentuk apapun bahkan sebuah usaha dominasi pengetahuan dengan rejim pengetahuan yang berwatak positivistik. Oleh karena itu, untuk merespon kecendrungan jaman ini, sikap keragu- raguan radikal Descartes menjadi relevan di abad 21 ini. Agama masih dan harus menjadi daya berkontak dan daya kritis terhadap kultur ilmiah yang objektif dan monopolistik, rejim pengetahuan berwatak positivistik, , watak  konservatif buta agama dan fasisme agama itu sendiri.

Kesimpulan

Untuk menutup tulisan ini, penulis mengimani ungkapan Marx mengenai watak ganda dalam agama selain menjadi agen pembebasan namun bisa menjadi candu yakni, "kenestapaan keagamaan, pada saat yang sama merupakan ungkapan kesengsaraan nyata dan sekaligus protes melawan penerimaan nyata tersebut. Agama adalah keluh kesahnya makluk tertindas,jantungnya dunia yang tidak punya hati....dan kritik marx pun berlanjut " karena itu ia(agama) merupakan roh dari suatu keadaan yang tak memiliki roh sama sekali. Ia adalah candu rakyat. Kiranya agama lagi-lagi harus kembali kepada suatu fungsi kesadaran yang membebaskan, suatu kesadaran empati terhadap yang menderita dan suatu kesadaran yang meterialis humanis sehingga dari dunia ideal ,dia agama dapat turun ke bumi menjadi suatu roh emansipatoris.

Daftar Pustaka :

Hararri Noah Yuval, "Sapiens", Jakarta, KPG, 2017

Hararri Noah Yuval, "Homo Deus, Jakarta, KPG, 2018

Amstrong Karen , "Sejarah Tuhan", Bandung, Penerbit Mizan, 2015

Hawking Stephen, "Brief Answers to the Big Questions", New York, Penguin Random House, 2018

Dawkins Richard "Sungai Dari Firdaus", Jakarta ,KPG, Cetakan ke II 2019

Dawkins Richard "Selfish Gene", Jakarta, KPG, cetakan ke III , 2018 

Tjahjadi Simon Petrus, "tuhan para filsuf dan ilmuwan", yogyakarta , Kanisius, 2007

Lowy Michael "teologi pembebasan, kritik Marxisme dan Marxisme kritis, Yogyakarta, INSiStp press, cetakan ke II, 2013

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun