Mohon tunggu...
fiula nafiah
fiula nafiah Mohon Tunggu... Guru - mahasiswa yang tengah belajar untuk mengajar murid yang perlu diajarkan sebuah pelajaran.

suka menulis. itu saja, namun segalanya..

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Hari Ini Bukanlah Esokmu

12 September 2022   05:48 Diperbarui: 12 September 2022   06:34 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler


Hari ini, 22 tahun yang lalu, aku dilahirkan. Berbeda dari tahun sebelumnya, aku tak merasakan euphoria hari ini. Hari yang menurut Sebagian besar orang adalah hari yang patut dirayakan dan dipersiapkan, bahkan dari jauh-jauh hari. Berbagai masalah datang bertubi pada semester ini. Aku tak tau mengapa. Tapi seluruh bagian hidupku seperti rapuh dan hancur seiring berjalannya waktu.

Diawali dengan kepindahanku ke DEMA. Suasana baru, teman baru, lingkungan baru, aku tak suka. Aku si introvert membenci hal seperti itu. Walau perlahan kucoba untuk beradaptasi disini. Kemudian masalah berlanjut pada skripsi yang tak menemui titik terang. 

Hingga akhirnya jadwal Seminar Proposal Skripsi (SPS) tiba. Dengan hati yang membuncah bahagia aku siapkan hari itu sebaik mungkin. Buket manis dengan boneka beruang wisuda sudah siap untuk menyambutku selesai seminar.

Baca juga: Titik Tanpa Koma

Na'asnya, sekretaris prodi mengabarkanku bahwa aku tak bisa mengikuti SPS hari itu. Katanya, aku telat mengumpulkan proposal, juga booklet yang kuserahkan, katanya tidak sesuai prosedur. Ya, aku melanggar. Beliau mengabarkan penundaan SPS itu, bukan ketika aku masih di GP3. Bukan juga sebelum aku sampai GP2 atau sejam sebelum SPS-ku, tapi setelah aku duduk di kursi presenter, setelah aku siap untuk mengulas skripsiku, slide demi slide.

Kesedihanku berlanjut, saat hari SPS yang dinanti tiba. Bukan arahan yang aku terima, tapi semata hujatan tanpa alasan. Entah aku memang gelas penuh yang sulit diisi. Atau memang aku berada pada haluan yang benar. Hanya saja, aku tak suka cara penguji itu untuk menghujat tulisan yang sudah kususun sendiri kalimat per kalimatnya.

Drama SPS telah selesai. Dengan ceria aku sambut jadwal UPS yang datang lewat HP DEMA. Tak akan kuulangi kesalahanku pada masa SPS. Kuserahakan 4 jilid proposal skripsi 4 hari sebelumnya. Secepat itu hingga aku belum selesai merevisi sepenuhnya.

Hari yang ditunggu tiba. Aku berusaha untuk tak terlalu bersemangat seperti saat hari SPS, tidak lain karena aku takut kecewa, aku takut sakit, untuk yang kedua kali. Hingga diantara kantukku, seperti ada guling yang menampar wajahku, dan memaksaku untuk bangun. 

Apalagi kalau bukan kabar penundaan UPS. Jujur, telingaku sudah lelah dan tak punya gairah untuk bertanya kenapa? Tapi hati kecilku ingin sekali mengetahui apa alasannya. Hal itu ternyata datang dari sang penguji yang berhalangan hadir.

Hasilnya, aku menyelenggarakan UPS pada hari yang lain, dan dengan penguji yang lain. Ya, penguji yang lain ini adalah masalah berikutnya. Mengapa? Sebelumnya, aku pernah berkonsultasi tentang proposalku padanya, tapi ada beberapa pemikiran yang tak bisa dipertemukan. Lain halnya dengan ust Arie.

Baca juga: Ramadan Tahun Ini

Kemudian kami dipertemukan sebagai peserta Ujian Proposal Skripsi dan penguji Ujian Proposal Skripsi. Terabayang kan? Betapa aku adalah lawan main yang kalah dari Chris John, babak belur.

Masih pada hari yang sama. Hari itu adalah hari UPS yang gagal sekaligus hari tankih I'dad mumtahinah. Saat itu, I'dad sudah selesai kutulis pada jam 11 kurang 10 menit. Saat hendak kusiapkan diriku untuk tankih, Wafiq menemuiku dan berkata bahwa I'dad yang telah kita samakan persepsinya, mempunyai banyak kesalahan. Aku mengundur waktu tankihku. Sedangkan I'dad kelas 6 yang sudah selesai masih berada diluar kamar.

I'dad yang masih diluar kamar itu, baru kembali kusadari keberadaannya ketika hendak berangkat UPS. Ya, UPS yang gagal. Apesnya lagi, tindakan tersebut ternyata membawa 'cerita' pada hari pertama aku menjadi mumtahinah. Pagi itu, seperti SPS dan UPS, aku telah menyiapkan diriku. Aku sudah siap bahkan sebelum setengah tujuh. Aku mendahului teman sekamarku untuk pergi. Aku hitung dengan teliti lembar penilaian yang ada di tas penguji.

Sampai di ruangan, mataku membulat sempurna. Ada tiga I'dad kelas 6 yang entah dimana wujudnya. Tak kudapati hal itu dalam chasing. Sedangkan memori dalam otakku terus memutar adegan saat aku memasukkan I'dad kelas 6 ke dalam chasing 'seingatku'. 

Ditambah adegan tempo hari saat aku ingin mengumpulkan chasing, tiba2 saja chasingku ada di depan lemari Iin, sontak saja aku mengira bahwa I'dad milik kelas 6 mungkin saja tertukar dengan Iin atau mungkin juga Alif sebagai sesama penguji bahasa Arab.

Beruntung, karena datang sebelum waktu, aku masih bisa menyempatkan diri untuk mencari I'dad tersebut. Aku menuju papan ujian, disana tertera ruangan tempat Iin menguji. Bergegas kutapaki tangga demi tangga, namun ternyata itu adalah ruangan yang salah. Sebagai informasi, beberapa tempat memang berubah dikarenakan beberapa alasan. Waktu semakin sempit, aku kembali ke ruangan, meminta tolong pada adikku, Mufidah.

Dengan senang hati ia membantuku. Mungkin hal yang terdetik dalam benaknya adalah 'kok ngga becus banget ini roisah firqoh?'. Pertanyaanku hampir habis. Peserta ujian yang kedua bukanlah tanggung jawabku seluruhnya. Tetapi juga kelas 6 yang harus menguji, dan I'dadnya belum ditemukan. Perasaanku campur aduk melihat Mufidah datang, dan benar saja, dia mengaku tidak menemukan I'dad tersebut.

Aqis (lajnah imtihan) datang menyambangiku. Manjalankan tugasnya untuk mengecek I'dad kelas 6. Kehadirannya menyempurnakan seluruh kekhawatiranku. Dan membenarkan seluruh kegelisahanku. Drama kembali diputar, Aqis bertanya, aku jawab apa adanya. Sudah salah, tak perlu berkilah. Mengaku adalah bukti bahwa kita tidak akan berbuat yang sama di lain waktu.

Kembali pada hari ini. Hari ulang tahunku yang tak seorangpun tahu. Hari tanpa ucapan, hari tanpa kue, dan cahaya lilin yang seolah mulai redup. Belum selesai, sejak siang tadi aku sibuk mengurusi absen mata kuliah bisnis UMKM yang tercekal. Ini adalah pengalaman sekali seumur aku kuliah. Sampai detik ini aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya tercekal.

Siang kuhubungi dosenku. Sore kusambangi rumahnya. Nihil. Beliau sedang pergi. Magrib kulihat balasan dosenku. Aku merasa cahaya lilinku sedikit terang. Malam ini aku berhasil mengikuti mata kuliah yang katanya tercekal. Selesai? Belum. Malam ini ada kumpul evaluasi ujian, tentu saja aku adalah pelanggar pertama.

Beruntungnya, ustadzah Aisyah dengan kemurahan hatinya, tidak menyebutkan namaku. Dia yang paling tahu aku bersalah, dia yang paling tahu aku teledor. Tapi dia tidak menginnginkan semua orang tahu. Walau jauh dalam lubuk hatiku telah ikhlas menerima stigma orang-orang yang mendengar kesalahanku. Sudah siap untuk disebutkan namanya. Sudah siap untuk berdiri, menunduk dan mengaku salah.

Namun tidak, dia tidak menyebutkan namaku. Aku bersyukur sekaligus terharu. Karena itu berarti hari ini bukanlah hari esok. Hari yang kelam ini, tidak akan ada lagi besok.

Pun sebaliknya, hari esok tak akan seredup hari ini. Hari esok, selalu punya cahaya bagi siapa yang mau mengharap. Hari esok, selalu memaafkan kesalahan kita. Maka jangan menghukumi esokmu. Karena ia adalah kesempatanmu untuk memperbaiki 'hari ini' mu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun