Mohon tunggu...
Fitriya Z N
Fitriya Z N Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswi STAI AL-Anwar

Mahasiswi STAI AL-Anwar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meramal Masa Depan Hubungan Abangan-Santri dalam Kajian Keislaman Modern

27 Oktober 2019   00:00 Diperbarui: 27 Oktober 2019   00:34 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kata abangan berasal dari kata "abang" yang berarti merah. Sedangkan kata "abangan" berarti suatu golongan masyarakat yang menganut agama Islam, tetapi tidak melaksanakan ajaran Islam secara keseluruhan (KBBI, 2008: 2). Adapun kata "santri" berarti orang yang mendalami agama Islam dan melaksanakan ajaran agama Islam dengan sungguh-sungguh (KBBI, 2008: 1266).

Dari sini dapat dipahami bahwa santri adalah seseorang yang taat dan menjalankan perkara-perkara yang diwajibkan di dalam agama Islam. Sedangkan abangan adalah sebaliknya.

Dari dua pengertian ini dapat dilihat bahwa kata abangan dan santri memiliki arti yang berhubungan, sehingga keduanya sering disandingkan satu sama lain, meskipun secara sekilas kata tersebut seakan memiliki arti yang berlawanan (antonim).

Kata abangan, sering dipahami sebagai sesuatu yang negatif di tengah masyarakat, sebaliknya kata santri, ia memiliki citra dan pandangan yang positif di dalam nilai suatu masyarakat, sehingga terkadang kalangan santri lebih diprioritaskan dari pada kalangan abangan.

Namun terlepas dari semua itu, kalangan abangan tidak selamanya menolak dan tidak mau menjalankan agama seperti kalangan santri, hanya saja terkadang lingkungan mereka tidak mendukung untuk melakukan sesuatu yang dinilai religius.

Di sisi lain, kalangan santri memanglah dituntut untuk menyebarkan dan mengamalkan apa yang telah mereka dapat selama belajar di Pondok Pesantren, meskipun tidak semua santri memiliki nilai-nilai perilaku dan norma yang baik sebagaimana yang diajarkan di pesantren. Sehingga belum tentu santri itu baik menurut kita juga baik menurut orang lain.

Tolok ukur seseorang dikatakan santri dan abangan adalah suatu yang relatif. Karena terkadang kalangan abangan juga melakukan perilaku yang mencerminkan santri dan santri melakukan sesuatu yang mengidentifikasi bahwa ia abangan.

Membahas tentang masa depan hubungan abangan dan santri, kami teringat masyarakat desa Pasucen kecamatan Gunem, tempat KKN saya. Disana masyarakatnya mayoritas belum mengerti agama Islam dan hampir semua masyarakatnya belum bisa membaca al-Qur`an. Sehingga banyak berbagai kalangan menyebutkan bahwa di desa Pasucen adalah masyarakat yang paling abangan.

Di samping tidak adanya Kiai atau tokoh masyarakat yang dianggap bisa dalam mengajarkan ilmu agama juga sangat minimnya masyarakat yang belajar agama di Pondok Pesantren. Maka dari sinilah desa tersebut disebut desa abangan.

Setelah mengamati dan belajar bersama di desa tersebut, akhirnya saya memahami bahwa meskipun masyarakat sekitar sangat minim agama, akan tetapi semangat belajar mereka sangat tinggi.

Tidak hanya di kalangan anak-anak, namun disemua lapisan masyarakat seperti di kalangan ibu-ibu, bapak-bapak bahkan di kalangan para lansia sangat antusias dalam belajar agama. Penduduk setempat sangat menyadari minimnya pengetahuan mereka, sehingga mereka dengan sukarela meminta belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun