Mohon tunggu...
Fitri Ramadhani
Fitri Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa PGMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

NIM 22104080010 Menulis adalah bentuk perlawananku—pada sunyi yang membelenggu, Pada ketidak adilan yang membisu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Membangun Peradaban dari Sampah: Saatnya Revolusi Kebersihan Lingkungan Dimulai dari Kita

18 Juni 2025   12:19 Diperbarui: 18 Juni 2025   12:19 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

   Di berbagai sudut Indonesia, masih terlihat tumpukan sampah yang tak terkelola, saluran air tersumbat plastik, dan bau menyengat dari tempat pembuangan akhir (TPA). Ironisnya, banyak dari kita terbiasa hidup berdampingan dengan itu, seolah sudah menjadi bagian dari lanskap.

Bab 1: Data dan Realita Kotor di Balik Sampah

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia memproduksi sekitar 68 juta ton sampah setiap tahunnya. Dari jumlah itu, sekitar 60% berakhir di TPA, 10% dibakar, dan sisanya tercecer di lingkungan. Lebih memprihatinkan, 35% dari sampah yang dibuang ke lingkungan tidak pernah terkelola.

Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung menghadapi tantangan berat dalam pengelolaan limbah. Tempat pembuangan akhir yang penuh, kebijakan pengelolaan sampah yang belum terintegrasi, dan minimnya kesadaran publik memperburuk kondisi.

Namun, masalah ini tak hanya ada di kota. Di desa-desa, budaya membakar sampah atau membuang ke sungai masih menjadi kebiasaan karena kurangnya akses fasilitas pengelolaan.

Bab 2: Dampak Lingkungan dan Kesehatan yang Mengancam

Sampah bukan hanya soal kotor, tapi juga berbahaya. Sampah plastik yang tidak terurai selama ratusan tahun bisa mencemari tanah dan air. Mikroplastik telah ditemukan dalam ikan yang kita makan, bahkan dalam air kemasan yang kita minum.

Limbah organik yang menumpuk tanpa dikelola menyebabkan emisi gas metana, gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat daripada karbon dioksida. Ini memperparah pemanasan global dan perubahan iklim.

Tak hanya itu, tempat yang kotor memicu penyebaran penyakit seperti demam berdarah, diare, ISPA, dan leptospirosis. Anak-anak dan lansia adalah kelompok paling rentan.

Bab 3: Solusi Lokal, Dampak Global -- Dari Bank Sampah hingga Ecobrick

Meski situasi terlihat suram, harapan tetap ada. Berbagai komunitas dan warga telah bergerak dari bawah menciptakan perubahan. Di berbagai kota, berdiri bank sampah yang mendorong masyarakat menabung dengan sampah daur ulang. Di Yogyakarta, ada komunitas Rumah Plastik yang mengubah limbah menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun