Mohon tunggu...
Fitri Indralia Mossy
Fitri Indralia Mossy Mohon Tunggu... Wiraswasta - Amour et Affection

Nulis suka-suka dan berbagi semaunya.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kekerasan terhadap Perempuan

29 Oktober 2020   03:28 Diperbarui: 29 Oktober 2020   03:31 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/misterphilongle

Bahagia adalah mimpi semua orang yang ingin mewujudkannya. Bahkan banyak cara yang dihalalkan untuk mencari kebahagiaan yang sempurna tanpa melukai dan dilukai. Dan terutama untuk perempuan.

Dengan berbagai aneka rasa, tentu menjadikan sebuah keniscayaan yang perlu disyukuri. Bagaimana ia mampu menjaganya agar tetap konsisten, berimbang, dan tegar ketika satu demi satu masalah menerpanya.

Setiap perempuan punya kemampuan yang berbeda-beda. Kelebihan itu tercermin baik dari paras yang rupawan maupun dari pemikiran, kepribadian, dan perilaku yang tampak. Hanya ada satu yang sama yaitu perasaan. Seringkali ia menggunakan feelingnya untuk merasakan sesuatu.

Perempuan selalu dikodratkan untuk tetap di rumah, dan mampu melakukan pekerjaan rumah; memasak, mencuci, mengepel, menyapu dan--itu setiap hari yang wajib dilakukan. Bukan berarti tidak bisa memilih untuk bekerja di tempat lain selain rumah.

Tetapi orang-orang memandang perempuan adalah makhluk tuhan yang sangat lemah. Sehingga banyak perempuan mengalami diskriminasi kelamin dan kekerasan seksual serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Mereka menjadi korban, mereka pula yang dituduh sebagai biang kerok.

Padahal perempuan telah mempunyai undang-undang tersendiri akan tetapi peraturan itu seperti hiasan saja. Toh masih banyak kejahatan yang dilakukan terhadap perempuan.

Kejahatan terhadap perempuan, mengalami lonjakan tinggi di masa pandemi ini. "Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak P2TP2A dan Komnas Perempuan mencatat peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sebesar 75 persen sejak pandemi Covid-19," ujar Reisa dalam keterangan tertulis (tempo.com, edisi Sabtu 11 Juli 2020)

Kekerasan ini terjadi di kawasan pribadi seperti rumah dan wilayah publik. Korban- korban kekerasan tidak boleh ditinggalkan sendirian, karena itu akan menimbulkan rasa trauma dalam mengatasi kekerasan yang menimpa perempuan dan harus mendapatkan bantuan.

Namun, di kondisi seperti sekarang ini, pendamping korban harus mengikuti protok kesehatan yang sudah menjadi kewajiban kita semua. Hal ini ditunjukan agar korban dan lembaga penyediaan layanan tetap memberikan penanganan tanpa harus melupakan protokol kesehatan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun