Mohon tunggu...
Fitria Mutiarani
Fitria Mutiarani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa / Ekonomi Syariah / UIN SUNAN GUNUNG DJATI

Saya merupakan mahasiswa Ekonomi Syariah di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Memilili ketertarikan terhadap kepenulisan, dan publikasi baik mengenai ekonomi, politik atau lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Ekonomi Politik terhadap Proyek Food Estate di Indonesia, Behasilkah?

20 April 2024   20:20 Diperbarui: 20 April 2024   20:30 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Analisis ekonomi politik merupakan bidang interdisipliner yang menggabungkan wawasan
ilmu politik dan ekonomi untuk memahami hubungan antara institusi politik, kebijakan
ekonomi, dan dampaknya terhadap kinerja perekonomian suatu negara. Jenis analisis ini sering diterapkan baik di tingkat nasional maupun internasional. Analisis institusi politik suatu negara, seperti bentuk pemerintahan, sistem pemilu, dan kerangka hukum, sangatlah penting.
Lembaga-lembaga ini membentuk lingkungan politik dan mempengaruhi pengambilan keputusan ekonomi. Menelaah kebijakan ekonomi, termasuk kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah), kebijakan moneter, kebijakan perdagangan, dan kerangka peraturan, membantu menilai bagaimana pemerintah mempengaruhi hasil perekonomian.

Program food estate adalah inisiatif pemerintah Indonesia untuk mencapai ketahanan pangan nasional dengan mengoptimalkan penggunaan lahan pertanian dan meningkatkan produksi
pangan. Program ini melibatkan pengembangan lahan pertanian, teknologi pertanian, dan
berbagai aspek lainnya untuk mencapai tujuan ketahanan pangan. Program ini melibatkan
pengembangan lahan pertanian, penerapan teknologi pertanian modern, dan optimalisasi
penggunaan sumber daya alam. Tujuan utamanya adalah mengurangi ketergantungan
Indonesia terhadap impor bahan pangan dan memastikan ketersediaan pangan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selain itu, Food Estate juga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian lokal, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan petani. Meskipun program ini mendapat tanggapan beragam, pemerintah terus berupaya menjalankan dan mengoptimalkan Food Estate sebagai upaya strategis dalam mencapai ketahanan pangan nasional.

Program food estate juga memperhatikan partisipasi aktif masyarakat lokal dan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan terkait pertanian dan pengelolaan sumber daya alam. Dengan memahami kebutuhan dan pandangan masyarakat setempat, program ini berupaya
menciptakan model pertanian yang berkelanjutan secara ekologis, ekonomis, dan sosial. Dengan demikian, food estate tidak hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk menjaga kelestarian lingkungan dan memperkuat kapasitas masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam secara bijaksana untuk generasi yang akan datang.


Analisis ekonomi politik terhadap proyek Food Estate sebagai upaya menuju ketahanan pangan
di Indonesia mengungkap berbagai aspek yang memengaruhi keberhasilan dan dampak proyek
tersebut. Temuan menunjukkan bahwa faktor-faktor politik, ekonomi, dan sosial saling terkait
dalam membentuk dinamika proyek Food Estate. Meskipun proyek ini diinisiasi sebagai langkah strategis untuk mencapai ketahanan pangan, terdapat tantangan signifikan seperti konflik kepentingan, alokasisumber daya yang tidak optimal, dan dampak lingkungan. Analisis ekonomi politik juga menyoroti adanya dinamika kekuasaan dan pengaruh aktor politik yang memainkan peran penting dalam perencanaan dan implementasi proyek ini.

Lantas, berhasilkah proyek Food Estate ini dijalankan oleh Indonesia selama sekitar 4 tahun
ini? Setidaknya terdapat tiga ukuran utama yang telah ditetapkan pada rancangan umum
program food estate sebagai ukuran keberhasilannya.

Pertama, peningkatan produksi dan produktivitas tanaman yang dibudidayakan. Kedua,
kelembagaan organisasi atau korporasi petani yang mandiri. Ketiga, pengembangan dan
keberlanjutan dari program food estate itu sendiri.

 
Pada indikator keberhasilan yang pertama, komoditas tanaman pangan padi tentu menjadi tolak ukur utama dalam keberhasilan program ini. Hal ini dilandasi oleh tingkat konsumsi yang sangat tinggi akan komoditas ini, dan dua dari lima wilayah kerja food estate dikhususkan pada
tanaman ini. Berdasarkan data sementara yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik, data luas
panen dan produksi nasional terus mengalami penurunan. Luas panen nasional pada 2021
mencapai angka 10.441.801 hektar, sedangkan pada 2023 hanya sebesar 10.196.886 hektar.
Juga angka produksi pada 2021 sebesar 54.415.294 ton, pada 2023 Indonesia hanya mampu meraih 53.625.539 ton padi.

Berdasarkan hasil tersebut, program food estate dianggap belum ampuh mengentaskan krisis
pangan di Indonesia. Hingga artikel ini ditulis, setidaknya harga beras masih ada pada level
tertinggi, sejak akhir tahun lalu mengalami kenaikan dan belum memperlihatkan tanda-tanda
penurunan yang signifikan. Selain itu, penurunan luas panen pada provinsi yang diikutkan dalam program food estate juga memperlihatkan bahwa peralihan lahan tanam pangan menjadi l
ahan fungsi lain lebih cepat dan progresif dibandingkan program food estate pemerintah.

Indikator selanjutnya terkait peremajaan petani yang mandiri dan berdikarya, sayangnya
indikator ini juga belum dinilai terlalu memuaskan. Distribusi lahan dan kesesuaian jadwal petani dengan rancangan program pemerintah menjadi biang kerok dari permasalahan ini. Luas lahan yang digarap pada program food estate terlalu luas untuk digarap oleh kelompok petani yang berada pada areal food estate. Terlebih lagi para petani ini umumnya juga sudah memiliki lahan yang sedang mereka garap. Di sisi lain, pemerintah memiliki jadwal yang padat berkaitan dengan realisasi anggaran dan capaian kinerja.

 
Dampaknya, pemerintah akhirnya menggandeng beberapa perusahaan pertanian untuk terlibat
dalam pembudidayaan pada lahan food estate untuk menghindari kekosongan lahan. Selain itu,
kelompok petani juga belum terbiasa sepenuhnya dengan komoditas yang mereka tanam.
Meski mendapatkan sarana dan prasarana yang lengkap, seringkali kondisi lapangan berbeda
dengan pelatihan yang diajarkan. Sehingga tidak sedikit juga petani yang kesulitan dalam m
engerjakan lahan yang telah diberikan. Hal ini tentu memperlihatkan beratnya perjuangan dalam membentuk petani yang mandiri tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun