Mohon tunggu...
Fitrarzky
Fitrarzky Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Jakarta tapi padahal di Ciputat

Seniman yang kurang berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Feminisme dalam Hubungan Internasional

21 Januari 2021   08:45 Diperbarui: 6 Desember 2022   11:22 4958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada abad ke 20 perubahan terjadi pada studi hubungan internasional dimana HI memperluas pembahasannya mencakupi high politics. High politics sendiri secara singkat adalah suatu pergerakan politik dimana rakyat bukanlah sebagai produk kebijakan. Dalam tulisannya Mularis Djahri mengatakan “di dalam politik tinggi, rakyat adalah sebagai atasan. Semua pekerjaan, pengabdian dan keberpihakan tidak lain dan tidak bukan adalah untuk kepentingan rakyat semata”. 

Fokus dari high politics sendiri adalah mempelajari sebab akibat dari konflik & perang serta pengembangan tata cara diplomasi dan hukum internasional. Kajian HI pada abad ke-20 tidak membahas gender dan peran perempuan. Lantas dimanakah letak konstruksi sosial atas gender dan subjektifitas dalam hubungan internasional?

Sejak tahun 90-an Empirical Feminist Research telah melakukan berbagai variasi metedologi dan bentuk yang substansif dalam hubungan internasional. Studi yang dilakukan oleh “Women in International Development” (WID), telah mendokumentasikan bahwa bias gender laki- laki dalam proses perkembangan penghapusan kemiskinan dan pemberdayaan komunitas telah menuntun kepada proses pengambilan keputusan yang buruk. 

Hal ini membuktikan peran penting dari perempuan dalam bidang produksi dan penyedia layanan dari kebutuhan pokok dalam negara berkembang. Bahkan para peneliti yang sensitif akan gender telah mendokumentasikan bahwa investasi pada bidang pendidikan akan lebih efektif jika edukasi terhadap perempuan jauh lebih diutamakan. Karena biayanya yang lebih murah dengan dampak yang lebih signifikan, sehingga dapat menghasilkan positive gains bagi seluruh komunitas dengan kenaikan rata rata gaji dan menurnkan perkembangan populasi

Teori feminisme memperkenalkan gender sebagai kategori empiris yang relevan dan alat analisis untuk memahami hubungan global power dengan menggunakan posisi yang normatif guna membentuk alternatif tatanan dunia. Bersama dengan prespektif baru dalam politik dunia seperti, postmodernism, contructivism, critical theory, dan green politics, teori feminisme sudah berani menantang pengetahuan dari teori klasik realisme dan liberalisme. 

Feminisme sama halnya dengan teori kontemporer lainnya, mengubah studi hubungan internasional menjadi analisis komperhensif aktor- aktor transnasional dan struktur, juga perubahannya dalam global politics dimana sebelumnya hanya terbatas pada hubungan negara antar negara.

Menurut Rebeca Grant, teori feminisme berkembang bersamaan dengan studi hubungan internasional yang muncul pada abad ke-20 setelah berakhirnya perang dunia kedua. Teori feminisme bisa dibilang adalah sebuah kiritik tajam dengan tujuan mentransformasikan tekanan
struktural dengan melibatkan pengalaman- pengalaman perempuan. 

Kaum feminis HI sendiri sudah bersumbang cukup banyak bagi teoritisasi politik internasional. Menurut pemikir- pemikir feminism sebagai suatu disiplin ilmu, hubungan internasional tidak dapat dipisahkan dari praktik pemisahan gender dan realitas hierarki gender (sebagaimana perempuan telah disingkirkan dari teori HI seperti halnya disingkirkan dalam panggung politik).

Dalam studi Hubungan internasional, feminisme dapat dikaitkan dengan teori post positivsme. Menurut Jaque True, kerangka analisis feminisme terbagi menjadi 3 level. Yang pertama adalah empirical feminism yang dapat ditemui dalam pemikrian Cyntia Enloe. Ia adalah sosok yang mengimplementasikan feminisme kedalam teorisasi dari hubungan Internasional.

Menurut Enloe ia menganggap bahwa sesuatu yang relevan atau logis sebenarnya muncul dari suatu aturan sosial yang tidak tertulis dan tidak pernah diperbincangkan namun demikian ia sangatlah baku dan mengandung otoritas yang sangat kuat sehingga dapat mempengaruhi pemikiran seseorang dan sangat sarat akan gender sehingga bersifat diskriminatif. Empirical feminism juga memiliki fokus pada perempuan dan eksplorasi gender sebagai dimensi empiris dari HI.

Kedua adalah Analitical Feminism, yang memiliki bentuk yang konseptual akan tetapi mengharapkan hasil yang empiris dengan mengelaborasikannya dengan kasus tertentu. Konsep negara, militer, anarki, kedaulatan, dan keamanan tidak akan terlepas dari persoalan gender. Analitical Feminism menekankan pada aspek maskulinitas yang dinilai menggangu dan selalu dikaitkan dengan konsep- konsep tadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun