Tinggal di Ibukota Jakarta dengan lingkungan perumahan yang sempit, bisa dibilang Gang Senggol. Sekali lewat di Gang, saking sempitnya buat badan kita sering kesenggol sama rumah warga. Sore itu seperti biasa, lewat gang naik motor matic. Ada hal yang menarik disini, Â ada dua anak perempuan yang memarkirkan otoped di tepian gang. Saya liat bukan otoped biasa. Semacam sekuter listrik yang sebelas dua belas dengan sekuter listrik yang disewakan aplikasi Grab.
Cukup kaget, di daerah yang rumah warganya saling berhimpitan ini. Daerah dengan masyarakat menengah ke bawah bisa membeli barang semewah ini untuk anaknya. Sebenarnya subjektif sekali saya jika hanya menilai dari luarnya saja. Tapi mari kita ingat-ingat pelajaran semasa kita sekolah dulu.
Kebutuhan rumah tangga terbagi menjadi tiga jenis. Kebutuhan primer yang utama, kebutuhan sekunder ialah kebutuhan yang bisa dilengkapi setelah primer terpenuhi, lalu kebutuhan tersier yang dapat dikatakan mewah. Dimana kebutuhan tersier sejatinya adalah kebutuhan yang tidak mendadak dan bersifat tambahan.
Berdasarkan kategori tersebut, sejak kecil kita diajarkan untuk memenuhi kebutuhan kita berdasarkan prioritas dalam berbelanja.Â
Tetapi seiring kemudahan berbelanja, tak jarang konsumen kita memutar mutar kebutuhan tersier yang belum terlalu prioritas. Misalnya seorang wanita menahan dirinya untuk membeli minuman, karena uangnya digunakan untuk membeli paket data. Minum sebagai kebutuhan primer seseorang dalam memenuhi pakan manusia dikesampingkan.Â
Prevalensi orang membeli barang kini bukan berdasarkan kebutuhan, tetapi keinginan. Kebiasaan membeli barang karena keinginan semata, masyarakat akan cenderung konsumtif. Kondisi ini diperparah apabila pendidikan kepada anak dengan pola kebiasaan yang sama.
Anak tidak mengenal apa itu barang yang mahal atau murah. Akan tetapi, anak hanya ingin mengerti barang yang diinginkan harus terpenuhi. Usaha untuk memilah milih mana yang jadi barang prioritas dan bukan akan menjadi keputusan yang sulit.
Mulai memilah milih prioritas dalam memberi barang bisa membantu kamu memproyeksikan keuangan di masa depan loh. Jika kamu memprioritaskan untuk punya rumah, maka sedari sekarang kamu pasti mulai meninggalkan kebiasaan membeli barang yang tidak penting. Barang-barang kecil yang sebenarnya tidak kamu butuhkan. Alokasi barang tadi bisa kamu masukan ke dalam alokasi keuangan untuk membangun atau merenovasi rumah.
Contoh jangka pendeknya, kebiasaan jalan-jalan ke Mall membeli barang yang sekedar souvenir lucu. Dengan menunda kebiasaan itu, lalu alokasi dananya digunakan untuk membeli makanan pokok. Jadilah cerdas memilih prioritas.