Mohon tunggu...
Firza Aulia
Firza Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional

The world is more giant than you can imagine.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perbedaan Diplomasi Era Orde Lama dan Orde Baru

29 April 2021   03:26 Diperbarui: 9 Oktober 2021   22:05 1358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut KBBI, diplomasi berarti sebuah usaha penyelenggaraan urusan negara dengan melakukan hubungan dengan negara lain. Kegiatan hal ini biasanya dilakukan oleh negara melalui perantaraan wakil-wakilnya secara resmi. Sebenarnya, di Indonesia sendiri, kegiatan diplomasi ini telah dilakukan bahkan sejak sebelum adanya kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu ketika banyak kerajaan yang bertahta di Nusantara. Setelah Indonesia merdeka, diplomasi ini dilakukan untuk memantapkan posisi Indonesia di mata dunia internasional. Pemimpin negara berlomba-lomba menjalin banyak hubungan baik, bahkan kerja sama dengan negara asing di dunia untuk memastikan nama Indonesia tetap eksis di kancah internasional. Seperti yang dilakukan pemimpin pertama dan kedua Republik Indonesia, Soekarno dan Soeharto. Namun, diplomasi yang dilakukan pada era Soekarno dan era Soeharto memiliki beberapa perbedaan, baik dalam tujuan dari diplomasi itu sendiri maupun karakteristik dari kedua pemimpin tersebut.

Pada masa Ir. Soekarno, tujuan utama diplomasi Indonesia yaitu memperoleh pengakuan Internasional. Hal ini dikarenakan pada saat itu Indonesia baru saja merdeka dan pengakuan dunia internasional terhadap kemerdekaan Indonesia sangat penting. Indonesia melakukan dua cara untuk mendapat pengakuan internasional, yaitu yang pertama, Indonesia melakukan berbagai kontak bilateral secara intens dengan negara-negara lain di dunia, baik negara-negara Sekutu, Timur Tengah maupun Uni Soviet untuk membangun kekuatan opini dunia internasional dan memaksa Belanda mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Sedangkan yang kedua adalah berusaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Belanda yang dilakukan melalui berbagai perundingan Indonesia dan Belanda.

Dalam usaha mempertahankan kedaulatan ini, pemerintah Indonesia melakukan banyak perjanjian dengan Belanda, seperti Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville, Perjanjian Roem-Royen, dan Konferensi Meja Bundar (KMB). Selama proses diplomasi tersebut, terlihat kemampuan Indonesia dalam berdiplomasi sedikit demi sedikit mulai mengalami peningkatan. Dari yang awalnya wilayah Indonesia hanya sebatas Jawa, Sumatra, dan Madura hingga Kerajaan Belanda menyerahkan wilayah bekas jajahannya dan mengakui kedaulatan Indonesia.

Soekarno memiliki karakter yang high profile, dibuktikan dengan Soekarno yang banyak menjalin relasi dengan tokoh-tokoh besar dari berbagai belahan dunia seperti John F. Kennedy dari Amerika Serikat dan Nikita Kurchev dari Uni Soviet, serta tokoh-tokoh pemimpin dunia lainnya. Soekarno ingin membuktikan pada dunia bahwa Indonesia mampu untuk menjalankan pemerintahan sendiri dan mampu untuk ikut serta dalam agenda internasional sama seperti negara besar lainnya. Hal ini dibuktikan dengan Indonesia saat itu menjadi salah satu pemrakarsa terjadinya Konferensi Asia-Afrika dan Gerakan Non-Blok. KAA ini banyak dipuji oleh pihak luar karena telah berani mengumpulkan negara lain menuju visi yang sama yaitu tidak berpihak ke blok manapun saat Perang Dingin.

Melihat dari beberapa usaha Soekarno dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia lewat diplomasinya yang high profile, bisa kita anggap sebagai usaha yang cukup berhasil. Bargaining power Indonesia secara step by step mulai meningkat. Indonesia juga dipuji karena meskipun negara yang masih kecil dan baru merdeka pada saat itu, tetapi bisa menggelar agenda-agenda besar. Perannya yang sangat agresif serta revolusioner membuat nama Indonesia dapat dipandang di kacamata internasional, karena ini Soekarno dijuluki Australia sebagai “the naughty boy of Southeast Asia”. Bahkan, hingga saat ini nama besar Soekarno masih diakui dunia. Hal ini terbukti dengan diabadikannya nama Soekarno sebagai nama jalan atau nama tempat di berbagai negara di dunia.

Berbeda dengan Soekarno, Presiden Soeharto memiliki karakter diplomasi low profile. Hal ini sejalan dengan tujuan utama Presiden Soeharto yang lebih berfokus pada pembangunan dalam negeri. Diplomasi era presiden kedua Republik Indonesia atau biasa kita sebut era Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto banyak membawa gaya kebijakan luar negeri baru. Di awal kepemimpinannya, Presiden Soeharto segera menyelesaikan permasalahan konfrontasi dengan Malaysia. Selain itu, Indonesia juga kembali bergabung menjadi anggota PBB pada 28 September 1966, setelah sebelumnya sempat keluar karena perseteruan dengan Malaysia. Indonesia sebenarnya tidak pernah benar-benar keluar dari PBB karena tanpa sepengetahuan Soekarno, Menlu Soebandrio membiarkan beberapa orang staf di bawah pimpinan E.H. Laurens untuk tetap tinggal di New York. Hal ini dilakukan untuk tetap memelihara hubungan dengan Sekretariat PBB dan memudahkan Indonesia apabila nantinya kembali masuk PBB.

Pada masa ini, Indonesia juga melakukan perbaikan hubungan dengan negara-negara Barat seperti Amerika Utara, Eropa Barat, dan Kawasan Pasifik terutama Jepang sebagai usaha menunjang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Negara-negara di ketiga kawasan tersebut memenuhi 5 kriteria yang dapat membantu Indonesia keluar dari krisis, yaitu negara-negara yang dapat mendukung peningkatan ekspor nonmigas, meningkatkan arus investasi, memberi pengamanan dalam bantuan pembangunan, mendorong kerja sama teknik, teknologi, dan pengetahuan, serta menjadi sumber arus pariwisata.

Di sisi lain, hubungan Indonesia dan Tiongkok saat itu hancur dikarenakan adanya peristiwa G30S-PKI. Hal ini dikarenakan Tiongkok dianggap mendukung PKI dalam pemberontakan dengan menjadi satu-satunya perwakilan diplomatik asing yang tidak mengibarkan bendera setengah tiang tanda penghormatan pemakaman korban-korban Pemberontakan G30S-PKI yang biasa disebut Pahlawan Revolusi. Setelah itu, hubungan Indonesia-Tiongkok makin memanas. Hingga akhirnya pada 23 Oktober 1967, pemerintah pusat di Jakarta memutuskan menarik semua staf, mengosongkan KBRI, dan memberitahukan kepada Beijing bahwa Indonesia menutup perwakilannya di Beijing dan Beijing diminta melakukan hal serupa. Hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok terputus hingga kurang lebih 30 tahun.

Indonesia yang saat itu mengalami krisis, di bawah pemerintahan Orde Baru berusaha menjalankan “diplomasi pembangunan” dan “diplomasi bantuan” yang membuka kesempatan masuknya investasi asing di Indonesia hingga akhirnya dapat keluar dari krisis. Dari prestasi inilah, Presiden Soeharto disebut sebagai Bapak Pembangunan. Selama periode ini, Indonesia juga aktif di berbagai organisasi regional dan internasional seperti menjadi Ketua GNB, ketua fasilitator Komite Enam Negara di OKI, dan APEC. Bahkan, di PBB, Indonesia menjadi salah satu pelopor Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Indonesia juga mendapat kepercayaan dari World Bank karena dianggap sebagai negara penghutang dengan pembangunan dalam negeri yang baik dan relatif sukses dibandingkan negara-negara berkembang lainnya. Selain itu, Presiden Soeharto pada saat itu menetapkan ASEAN sebagai soko guru politik luar negeri Indonesia yang sampai saat ini masih dilakukan oleh pemerintah Indonesia seperti yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno L. P. Marsudi pada penyampaian prioritas politik luar negeri Republik Indonesia 2019-2024. 

Sumber :

Haryanto, A., & Pasha, I. (2016). Diplomasi Indonesia: Realitas dan Prospek. Pustaka Ilmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun