Sistem Informasi Manajemen: Solusi Strategis atau Sekadar Alat yang Terlalu Diagungkan?
Dalam dunia manajemen modern, Sistem Informasi Manajemen (MIS) seringkali diposisikan sebagai penyelamat organisasi alat yang mampu meningkatkan kepuasan pelanggan, merampingkan operasional, hingga memperbaiki keputusan finansial. Jurnal ini mengkaji penerapan MIS di Marswin Marketing Inc. dan dengan penuh semangat menyimpulkan bahwa sistem ini efektif dan efisien. Tapi mari kita pertanyakan dengan jujur: apakah MIS benar-benar memberikan dampak sebesar itu, ataukah ini hanya bias konfirmasi yang dibungkus dalam grafik, survei, dan terminologi akademik?
Survei Netral, Tapi Kesimpulan Maksimal
Jurnal ini mengutip skor mean yang berkisar antara 3,4 hingga 3,75 dalam berbagai dimensi penilaian. Dalam skala 5 poin, skor tersebut menunjukkan respons netral cenderung setuju. Tapi ironisnya, dari skor yang suam-suam kuku ini, penulis langsung menyimpulkan bahwa "manfaat MIS melebihi biayanya." Padahal, dalam standar riset sosial, skor di angka 3,5-an belum bisa dijadikan dasar kuat untuk menyimpulkan keberhasilan. Kesimpulan semacam ini lebih tampak sebagai hasil desire bias ketimbang analisis objektif.
Efisiensi Berbasis Persepsi: Di Mana Data Nyata?
Penilaian terhadap efektivitas dan efisiensi organisasi dilakukan melalui survei persepsi, bukan data operasional aktual. Tidak ada laporan kuantitatif tentang peningkatan kecepatan layanan, pengurangan biaya, atau efisiensi waktu kerja setelah MIS diterapkan. Jadi, ketika disebut bahwa sistem ini mengurangi lembur dan memperbaiki budgeting, kita patut bertanya: mana buktinya?
Jika hasilnya hanya berdasarkan pada kesan pengguna, maka kita tidak sedang menilai sistem, tetapi menilai seberapa baik MIS berhasil memikat penggunanya bukan seberapa efisien sistem itu bekerja dalam arti yang sesungguhnya.
Ketergantungan pada Teknologi dan Satu Orang IT
Marswin Marketing Inc. hanya memiliki satu administrator IT. Ketergantungan sebesar itu terhadap satu individu untuk operasional teknologi yang menyentuh seluruh aspek bisnis bukanlah efisiensi---itu adalah risiko. Namun jurnal ini justru memuji efisiensi yang dicapai, tanpa menyoroti potensi kegagalan sistem ketika satu SDM kunci tidak tersedia.
Dalam skenario nyata, infrastruktur yang terlalu bergantung pada satu orang dapat menjadi titik lemah fatal. Namun tidak ada pembahasan tentang mitigasi risiko, succession plan, atau ketahanan sistem jangka panjang.
Kepuasan Pelanggan yang Diperdebatkan
Disebutkan bahwa pelanggan "setuju" bahwa MIS membantu mempercepat proses dan meningkatkan akurasi data. Tapi dari sisi metodologi, yang diwawancarai hanya sejumlah kecil pelanggan jangka panjang. Apakah ini mewakili populasi pelanggan Marswin secara umum? Apakah pelanggan tersebut benar-benar memahami bagaimana sistem bekerja, atau mereka sekadar menikmati layanan yang---mungkin saja---ditingkatkan karena faktor lain seperti SDM atau kebijakan?
Tanpa adanya kontrol variabel, terlalu gegabah jika kita mengaitkan peningkatan kepuasan pelanggan semata-mata dengan keberadaan MIS.
Beban Biaya yang Dirayakan Sebagai Investasi
Salah satu hal yang paling mencolok adalah bagaimana investasi sebesar Rp100 juta untuk B.A.S.I.C. (Business Application Solutions Inter-Connection) disajikan sebagai "pengeluaran yang sepadan." Padahal, tidak ada penjabaran tentang berapa besar penghematan biaya yang terjadi, atau bagaimana payback period dihitung. Dengan kata lain: kita diminta percaya bahwa investasi itu menguntungkan, tanpa transparansi pengembalian.
Hal ini berbahaya. Banyak organisasi kecil dan menengah yang tertipu dengan narasi "investasi digital" dan berakhir dengan sistem yang tidak digunakan maksimal, hanya karena mereka terburu-buru mengikuti arus modernisasi.