Mohon tunggu...
R Firkan Maulana
R Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: sadakawani@gmail.com | http://www.instagram.com/firkanmaulana

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Degradasi Lingkungan Hidup di Perkotaan

16 Agustus 2018   15:09 Diperbarui: 5 Juni 2020   12:59 9117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan lingkungan hidup saat ini hampir dialami oleh mayoritas kota-kota besar di Indonesia, terutama kota-kota yang ada di Pulau Jawa.

Berbagai persoalan lingkungan hidup seperti pencemaran air dan udara, banjir, kekeringan, kemacetan, dan sampah yang menumpuk telah menjadi kenyataan yang harus dialami warga kota dalam hidupnya sehari-hari. Pembangunan kota yang dilakukan terus menerus tanpa henti ternyata telah menurunkan kemampuan lingkungan hidup (degradasi).

Kota dari dulu telah menarik banyak orang berdatangan untuk bekerja dan tinggal menetap. Kota memang menyediakan berbagai macam kegiatan ekonomi (baik yang formal maupun informal) serta kelengkapan fasilitas. 

Orang-orang datang ke kota karena di tempat asalnya sudah tidak ada lapangan pekerjaan lagi, sempitnya lahan berusaha, berkurangnya sumberdaya alam yang bisa diolah, menurunnya hasil produksi pertanian dan peternakan serta sebagainya.

Akibatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin tinggi. Sedangkan pertumbuhan penduduk di dalam kota itu sendiri sudah berlangsung secara alamiah. Sebagai contoh, kota-kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya mengalami jumah perkembangan penduduk yang pesat, yang berasal dari daerah-daerah sekitarnya atau bahkan dari daerah yang jauh.

Proses ini merupakan konsekuensi logis dari pembagunan yang cenderung pro kota (urban bias).

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Namun seiring dengan hal itu, berbagai permasalahan lingkungan hidup mulai muncul dan makin kompleks karena dibiarkan berlarut-larut. Contoh nyata adalah Jakarta.

Kejadian banjir sepertinya rutin terjadi tiap tahun, mulai dari banjir kecil hingga banjir besar. Masalah lingkungan hidup ini muncul sebagai akibat pengaruh dari beratnya beban jumlah penduduk beserta aktivitasnya yang harus ditanggung Jakarta. Kemampuan lingkungan hidup di Jakarta sudah tidak sepadan lagi dengan daya dukungnya untuk menunjang kehidupan warga Jakarta. 

Pengertian Degradasi
Dalam tulisannya tentang Environmental Planing dalam buku Introduction to Urban Planning, Hoeh D (1977) menyatakan bahwa bila populasi suatu kota makin bertambah dan berkembang sampai di luar batas kemampuan habitatnya, maka di kemudian hari akan timbulah hal-hal negatif yang akan menggangu kehidupan populasi tersebut. Kemampuan habitat diartikan sebagai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,

Daya dukung lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung segala aktivitas kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.

Sedangkan daya tampung lingkungan hidup merupakan kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap berbagai zat, energi atau komponen lainnya yang masuk sehingga mempengaruhi kondisinya. Jadi lingkungan hidup mempunyai batas-batas kemampuan dalam menampung dan melayani suatu populasi. Kota sebagai suatu habitat, juga mempunya keterbatasan lahan.

Lebih jauh lagi secara rinci, Leitmann (1999) dalam buku Environmental Planning and Management in Urban Design mengatakan permasalahan internal lingkungan hidup di perkotaan berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan industrialisasi. 

Ketidaklayakan pemukiman dan sarana prasarana yang tersedia di perkotaan adalah inti utama dari masalah kesehatan lingkungan. Contohnya, penyediaan air bersih yang terbatas, pengelolaan sampah yang tak tepat, kondisi sanitasi yang buruk, saluran drainase yang rusak dan tak terpelihara, penggunaan lahan rawan bencana, kurangnya ruang terbuka hijau dan sebagainya.

Sedangkan untuk lingkungan hidup yang berhubungan dengan industrialisasi terkait dengan pencemaran atau buangan yang dihasilkan (emisi). Industrialisasi disini diartikan bukan kegiatan industri di pabrik, tetapi segala aktivitas di kota yang menghasilkan dampak negatif lingkungan. 

Misalkan, pencemaran udara dari kendaraan bermotor dan aktivitas pabrik, pencemaran air dari rumah tangga, pabrik, rumah sakit, hotel, restoran dan sebagainya, kesemrawutan lalu lintas, pencemaran akibat pengelolaan sampah yang buruk dan sebagainya.

Gejala Degradasi
Bila dicermati, sesungguhya degradasi lingkungan hidup sudah berlangsung sejak lama.

Masalah lingkungan hidup yang dulu dianggap tak seberapa, kini semakin lama makin rumit. Berbagai gejala degradasi lingkungan yang terdapat yaitu; (1) Makin besarnya ancaman banjir, (2) Peningkatan polusi udara, (3) Penurunan kuantitas dan kualitas air tanah, (4) Penurunan kualitas lingkungan fisik pemukiman, dan (5) Penurunan kualitas air sungai.

Ancaman banjir setiap kali musim hujan terlihat semakin besar. Kota seperti Jakarta yang wilayanya dilewati Sungai Ciliwung dan 13 sungai kecil lainnya, sudah hampir pasti menjadi langganan banjir setiap tahun.

Korban harta benda dan korban jiwa sudah tak terhitung banyaknya akibat bencana banjir. Malangnya lagi, bencana banjir ini sepertinya makin lama makin tidak tertanggulangi. Pemerintah dan masyarakat seolah tak berdaya setiap kali banjir datang. 

Jika diperhatikan seksama, bencana banjir ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu;
(1) Adanya pengurugan (reklamasi) pada daerah resapan air sebagai akibat terbatasnya lahan,
(2) Makin berkurangnya kemampuan tanah untuk meresap air akibat perkerasan permukaan tanah,
(3) Kecilnya kemiringan lahan (topografi) untuk mengalirkan air,
(4) Menyempitnya badan sungai akibat dibangunnya rumah dan pemukiman di area pinggir sungai,
(5) Berkurangnya vegetasi hijau di bagian hulu sungai untuk membantu penyerapan air, dan
(6) Aliran air di sungai terhambat sampah.

Polusi udara dari waktu ke waktu makin mencemaskan pengaruhnya bagi kesehatan warga kota. Penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA) mulai banyak diderita warga kota. Polusi udara makin meningkat dikarenakan makin bertambahnya penggunaan jumlah kendaraan bermotor seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kegiatannya. 

Sementara itu prasarana jalan cenderung tetap, sehingga kapasitas jalan menjadi sangat sempit jika dilalui banyak kendaraan. Akibatnya terjadi pelambatan arus lalu lintas dan kemacetan pun terjadi. Dampaknya akumulasi gas buang kendaraan makin banyak, sehingga terjadilah polusi udara. Polusi pun makin buruk bila kendaraan bermotor yang digunakan usia pakainya sudah tua.

Ketersediaan air bersih di perkotaan jumlahnya terbatas. Sedangkan peningkatan jumlah penduduk kota menuntut bertambahnya kebutuhan akan air bersih. Mayoritas penyediaan air bersih di kota masih ditopang oleh air tanah permukaan contohnya sumur. 

Ironisinya kebersihan air tanah secara perlahan mulai tercemar oleh air kotor dan sampah yang dihasilkan manusia. Malahan skala pencemarannya makin naik seiring meningkatnya populasi penduduk kota.

Kualitas air tanah permukaan pun makin lama makin menurun. Berbagai penyakit pencernaan dan penyakit kulit mulai menyerang manusia karena kualitas air yang jelek.

Keadaan ini menyebabkan banyak penduduk kota yang mengambil air tanah dalam. Asumsinya, kualitas air tanah dalam masih bagus dan bebas dari pencemaran. Namun pengambilan air tanah dalam yang berlebihan melalui sumur bor artesis oleh rumah tangga, pabrik, hotel, restoran dan sebagainya, telah mengakibatkan penurunan permukaan air tanah dalam.

Kualitas lingkungan fisik perumahan dan permukiman di perkotaan makin lama makin membuat warganya tak nyaman. Lahan perkotaan yang terbatas makin disesaki oleh padatnya permukiman penduduk serta kawasan terbangun lainnya.

Secara perlahan ruang terbuka hijau di perkotaan menghilang. Padahal ruang terbuka hijau mempunyai manfaat ekologis, yaitu menyejukkan udara dan manfaat sosial, yaitu sebagai tempat bersosialisasi.

Pemukiman penduduk yang padat di perkotaan akan membuat ruang hidup terasa sesask. Pengembangan fasilitas pemukiman pun terkendal keterbatasan lahan. Padahal ketersediaan infrastruktur seperti jaringan listik, jaringan air bersih, saluran drainase, ruang terbuka hijau, tempat pembuangan sampah dan jalan, adalah fasilitas yang penting untuk menunjang kehidupan dan aktivitas semua warga.

Maka menjadi hal yang tak aneh bila di pemukiman padat penduduk sering terjadi berbagai bencana seperti banjir, kebakaran atau merebaknya wabah penyakit. Hal ini seringkali memunculkan masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, kejahatan, perkelahian, seks bebas, pelacuran, pengemis, anak jalanan, gelandangan dan lain-lain.

Untuk menunjang keberlangsungan hidup, manusia memerlukan air. Selain dipasok oleh air tanah, warga kota umumnya disediakan air bersih hasil penyulingan dari air sungai. Namun malangnya, kualitas air sungai di kota-kota besar telah makin memburuk.

Umumnya, air sungai di kota telah tercemar oleh limbah air kotor dari rumah tangga dan limbah industri. Selain itu, sampah-sampah yang dibuang ke sungai, juga membuat kualitas air sungai makin parah.

Akar Penyebab
Penyebab degradasi lingkungan hidup di perkotaan telah makin rumit karena saling berkaitan di antara berbagai penyebab tersebut. Namun jika diperas lagi, maka setidaknya ada lima hal utama yang menjadi akar masalah degradasi lingkungan hidup di perkotaan. 

Pertama, pertambahan jumlah penduduk yang telah melebihi daya dukung dan daya tampung lahan perkotaan.

Kedua, pembangunan kota sangat berorientasi mengejar pertumbuhan ekonomi dengan alasan untuk mengenyahkan ketimpangan ekonomi. Tapi upaya ini dalam praktiknya sama sekali menghiraukan pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Alhasil, maka terjadilah ketimpangan ekologi.

Ketiga, pemerintah masih serba terbatas kemampuannya dalam memenuhi kelengkapan fasilitas kota seperti jalan dan jembatan, moda transportasi publik, pengelolaan limbah cair dan padat (sampah), penyediaan air bersih, saluran drainase, tempat pembuangan sampah akhir, ruang terbuka hijau dan sebagainya.

Keempat, adat kebiasaan dan perilaku masyarakat yang tidak ramah lingkungan, seperti membuang sampah sembarangan, penyedotan air tanah berlebihan dan sebagainya.

Kelima, rendahnya komitmen pelaksanaaan dan penegakan aturan-aturan lingkungan hidup, seperti sanksi bagi pelaku pencemaran, pendirian/pembangunan rumah, villa, hotel dan sebagainnya di lahan resapan air yang terletak di pebukitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun