Mohon tunggu...
R Firdaus Dharmawan Akbar
R Firdaus Dharmawan Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Teknologi Sains Data

Saya seorang mahasiswa jurusan Teknologi Sains Data Universitas Airlangga. Saya tertarik dengan dunia desain, entrepreneur, bisnis, dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jebakan Jokowi Tiga Periode dan Politik Kebo Ijo

28 Mei 2022   20:52 Diperbarui: 28 Mei 2022   20:55 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara dibentuk untuk memastikan perjalanan sejarah rakyat untuk bergerak dalam lajur moral. Demokrasi adalah pilihan terbaik untuk masyarakat yang diperkaya oleh Pancasila sebagai abstraksi seluruh prinsip demokrasi dan keunggulan lokal bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi sosial politik akhir-akhir ini diselimuti paradoks. Para bandit penguasa mengusulkan penundaan pemilu, semata-mata demi ambisi kotor mereka yaitu  kekuasaan ataupun kekayaan suatu kelompok. Adanya penundaan pemilu akan mengakibatkan terjadinya pengusulan perpanjangan masa jabatan dengan mengubah peraturan demi kepentingan sesaat. Hal tersebut berujung pada penundaan pemilu yang merampas hak rakyat. Penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan disinyalir memiliki kepentingan untuk mempertahankan status quo dan melanjutkan agenda-agenda oligarki yang belum tuntas. Oligarki menunjukkan pengaruh orang kaya yang berkuasa dalam politik dan pemerintahan yang digunakan untuk memupuk keuntungan pribadi. 

Pada pasal 22E UUD 1945 Pemilu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Berdasarkan mekanisme Pasal 37 UUD 1945, apabila pemilu ditunda maka harus mengubah ketentuan dari pasal tersebut. Amandemen UUD hanya untuk penundaan pemilu yang mengkhianati demokrasi. Hal tersebut dengan tujuan hanya untuk menunda Pemilu dan menambah masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, baik melalui jalur formal ataupun informal adalah suatu bentuk pengkhianatan terhadap nilai demokrasi yang ada dalam konstitusi. 

Permasalahan baru muncul apabila pemilu ditunda untuk 1-2 tahun. Pada September 2024 nantinya, timbul seputar pertanyaan yang berujung pada siapa yang menjadi presiden, anggota kabinet (Menteri), anggota DPR, DPD dan DPRD seluruh Indonesia. Menurut Pasal 8 UUD 1945, jika presiden dan wakil presiden berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan maka pelaksanaan tugas kepresidenan dilakukan oleh Mendagri, Menlu dan Menhan. Namun, hal tersebut tetap menimbulkan permasalahan karena jabatan Mendagri, Menlu dan Menhan berakhir ketika presiden dan wakil presiden berhenti, kecuali MPR yang menetapkannya terlebih dahulu sebagai pelaksanaan tugas kepresidenan. 

Dari segi alasan, penundaan pemilu tidak memiliki alasan moral, etik dan demokrasi. Namun, apabila dipaksakan dan kekuatan mayoritas MPR setuju, maka siapa yang dapat menghambat. Putusan MPR formal sah dan konstitusional. Hanya dibutuhkan 1/3 dari anggota MPR yang mengajukan amandemen. Lalu, untuk mengubah ketentuan pasal maka anggota MPR harus minimal menghadiri 3/4 dari jumlah anggota MPR dan keputusan mengenai usulan tersebut harus dengan atas persetujuan 50% + 1 anggota DPR. Maka dari itu, dibutuhkan sebanyak 237 anggota MPR dari jumlah anggota keseluruhan sebanyak 711 anggota untuk mengagendakan perubahan konstitusi. Hal tersebut merupakan angka yang kecil bagi Jokowi karena koalisi partai politiknya sendiri melebihi setengah dari kursi di DPR. Melalui fakta tersebut untuk mengusulkan perubahan amandemen pasti akan terselesaikan. 

Dengan demikian, pada pernyataan bahwa presiden dan wakil presiden dapat memiliki jabatan tiga periode adalah suatu wacana yang seolah menegaskan bahwa tujuan bernegara adalah demi kekuasaan dan bukan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Nilai-nilai konstitusionalisme justru akan berfungsi sebagai pembatas kekuasaan dan menjamin hak asasi manusia. Selain itu, salah satu jalan untuk memperpanjang masa Pemilu adalah dengan memberhentikan terlebih dahulu sebelum masa jabatannya berakhir. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan UUD 1945 yaitu tidak ada dasarnya MPR begitu saja memberhentikan tanpa alasan. Kecuali mereka berhenti bersamaan karena mengundurkan diri, berhenti atau diberhentikan karena melakukan pelanggaran hukum menurut Pasal 7B UUD 1945. Maka dari itu, permasalahan akan sangat rumit sehingga seharusnya tidak memikirkan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden karena hal tersebut akan berujung pada perampasan hak rakyat bangsa Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun