Mohon tunggu...
Filemon Pandu Wimastha
Filemon Pandu Wimastha Mohon Tunggu... Editor - Wimastha

Tuhan bersamaMu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Eksistensi Bahasa Indonesia di Tengah Pandemi Covid-19

20 Agustus 2021   20:21 Diperbarui: 20 Agustus 2021   20:36 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi bangsa Indonesia yang dikumandangkan secara resmi pada tanggal 28 Oktober 1928, bertepatan dengan lahirnya Sumpah Pemuda. Sumpah pemuda sebagai irkar  (janji) persatuan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa resmi Negara setelah sehari proklamsi diumumkan. 

Dengan demikian, kedudukan Bahasa Indonesia sangat urgen untuk dijaga dan dilestarikan. Bahasa Indonesia menjadi kebutuhan Seiring perkembangan zaman kedudukan Bahasa Indonesia lambat laun mengalami pergeseran. Situasi global seperti pandemi Covid-19 pun turut berpengaruh terhadap perkembangan Bahasa Indonesia. 

Perkembangan Bahasa Indonesia selama masa pandemi sangat berpengaruh terhadap keberadaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Hal ini disebabkan oleh munculnya diksi  (pilihan kata ) baru baik berupa akronim  (singkatan) maupun istilah-istilah asing yang membawa kebingungan bagi sebagian masyarakat.

Munculnya beberapadiksi baru terutama istilah- istilah terasa asing bagi sebagian masyarakat. Mereka kebingungan dalam menangkap informasi yang berhubungan dengan Covid-19 karena pemerintah dalam  hal ini gugus tugas penanganan Covid-19 cenderung menggunakan istilah-istilah yang terdengar asing di telinga masyarakat. 

Ada beberapa akronim dan istilah asing yang sering digunakan selama penyebaran maupun penanganan pandemi Covid-19 ini, seperti ODP, PDP, APD, OTG, PSBB ,real time, new normal, stay at home,  lockdown, herdimunity, invortedcase, suspect, droplet, scranning, flattenthecurve, social distancing, physical distancing, dan berapa istilah asing lainnya.

Ditinjau dari perspektif sosilogis perkembangan masyarakat, penggunaan istilah-istilah asing ini dapat menimbulkan gap atau kesenjangan yang mendikotomi  (pembagian atas dua konsep yang saling bertentangan) antarmasyarakat. Tidak semua orang memahami istilah-istilah asing itu sehingga kesenjangan informasi dapat terjadi terutama bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah. Padahal kelompok masyarakat ini termasuk paling rentan terjangkit virus. Karena memang mereka tidak mempunyai pengetahuan yang memadai serta minimnya kesadaran akan istilah-istilah seputar Covid-19.


Kehadiran Diksi Baru
Jika menelisik kembali latar belakang sejarahnya, Bahasa Indonesia lahir dengan perjuangan yang  berat baik sebagai cerminan kehidupan budaya maupun debagai  sarana dalam berkomunikasi. Betapa tidak, Bahasa Indonesia kala itu harus bersaing dengan berbagai bahasa daerah yang tumbuh dan berakar kuat di berbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi, kita bersyukur bahwa pada saat itu kita memiliki wawasan luas terhadap kepentingan dan kesatuan bangsa sehingga diangakatlah bahasa Melayu yang menjadi cikal bakal Bahasa Indonesia.

Eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan selain dipengaruhi oleh kekuatan penggunaannya, juga didukung oleh kemampuan dalam  mengungkapkan fenomena baru yang berkembang. Bahasa secara filsofis adalah pengungkapan manusia atas realitas melalui simbol-simbol (BRAINLY). Oleh karena itu, perkembangan bahasa Indonesia juga bergantung pada tingkat keberhasilan menciptakan kosa kata dan istilah-istilah baru.

Fenomena yang terjadi sejak muncul dan berkembangnya pandemi Covid-19 adalah munculnya istilah-istilah asing dan akronim. Mengingat kedudukan akronim dan istilah-istilah asing tersebut sangat massif digunakan oleh gugus tugas penanganan Covid-19, maka perkembangan Bahasa Indonesia pun dipengaruhi oleh dinamisasi penyerapan kata-kata dan istilah-istilah asing tersebut. Penyerapan istilah-istilah tersebut cukup agresif terhadap kedududkan Bangsa Indonesia sebagai bahasa nasional.

Berhadapan dengan fenomena tersebut, satu pertanyaan penting yang muncul adalah bagaimana kesiapan Bangsa Indonesia terhadap munculnya istilah-istilah tersebut. Masalah kesiapan ini tergantung latar belakang pendidikan masyarakat. Bagi masyarakat yang berpendidikan rendah, kehadiran istilah-istilah asing dapat menimbulkan kebingungan ditambah lagi dengan tempat yang sulit dijangkau serta keterbatasan dalam penggunaan media informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun