Kupatan, Relasi Kuasa dan Kebudayaan yang Diciptakan
Meskipun saya siswa SMK jurusan teknik, tetapi saat pelajaran IPS, saya memperhatikan saat guru menerangkan. Saya memang punya ketertarikan tersendiri terhadap ilmu sosial. Terutama budaya. Waktu itu guru saya menjelaskan tentang apa itu budaya. Beliau menulis di papan tulis hitam pakai kapur, tentang makna budaya. Berasal dari kata budi dan daya.
Pada saat itu saya tertarik karena beliau menjelaskan bahwasannya kebudayaan yang kita lihat dan rasakan sekarang adalah hasil ciptaan manusia terdahulu. Berarti manusia bisa punya kuasa untuk menciptakan kehidupannya. Lalu diakui secara kolektif oleh masyarakat luas, hingga akhirnya menjadi tradisi. Tentu manusia yang bisa menciptakan sebuah produk kebudayaan adalah manusia yang kuat. Baik dari segi sarana dan prasarananya.
Hingga 15 tahun kemudian, saya bisa memahami apa yang disampaikan oleh guru saya tadi. Pada saat saya melihat tradisi dan kebudayaan yang dijalani oleh masyarakat sekitar. Produk kebudayaan yang akhirnya menjadi tradisi yang dirawat oleh masyarakat sekitar saya adalah ciptaan orang-orang terdahulu. Para leluhur mereka. Masyarakat merawatnya tanpa “membantah” dan mempertanyakan urgesinya apa atau apa yang menjadi dasar. Meski kini karena kemajuan zaman, akhirnya ada modifikasi dan penyesuaian karena kondisi atas kesepakatan bersama.
***
Kita ambil contoh adalah tradisi saat lebaran Idul Fitri. Masyarakat Jawa khususnya dan meluas sampai Nusantara, memiliki berbagai macam tradisi yang sudah dijalani secara turun temurun. Meskipun transfer kebudayaan antar generasi atas tradisi tersebut tidak melulu melalui lembaga, tersistem ataupun menggunakan kurikulum yang terlembaga. Bahkan tidak ada yang pernah menanyakan dasarnya apa?
Salah satu tradisi masyarakat Jawa atau Nusantara setelah lebaran Idul Fitri adalah Kupatan. Beberapa menyebutnya Lebaran Kupat. Tradisi tersebut sudah mendarah daging. Tidak perlu dilembagakan namun bisa terus berjalan turun temurun. Masyarakat mengakui dan menjalani.
Beberapa sumber mengatakan tradisi Kupatan sejak era Sunan Kalijaga. Hal itu bisa dikatakan bahwa Sunan Kalijaga melakukan sebuah produksi kebudayaan yang bisa diterima masyarakatnya pada waktu itu. Tentu hal itu tidak terlepas dari relasi kuasa atas Sunan Kalijaga sendiri sebagai seorang pemimpin dan pemuka agama (Islam). Dari hasil kebudayaan itu kemudian dijalani secara rutin dan terus menerus, hingga akhirnya menjadi sebuah tradisi. Mungkin saja masyarakat menilai tradisi Kupatan sisi baiknya lebih banyak, baik dari aspek sosial, kebudayaan dan juga agama serta kepercayaan, makan tradisi tersebut masih terus berjalan sampai sekarang.
Secara aktivitasnya, Kupatan bukanlah ritus keagamaan. Hanya saja ada unsur-unsur agama yang ada di dalamnya. Dari segi filosofi Kupatan sendiri, memang memiliki nilai-nilai dakwah Islam tentang bagaimana berhubungan (relasi) kepada sesama manusia. Tentang akhlak hidup bersama ditengah-tengah masyarakat dan wujud kesyukuran. Yang tersimbol dalam bentuk makanan Kupat atau sejenisnya.
***