Indonesia telah banyak kehilangan pejuang dalam peristiwa G30S PKI. Ideologi komunis pada akhirnya memang terlarang di Indonesia setelah PKI dianggap menjadi dalang dari peristiwa tersebut.
Organisasi boleh mati tetapi ideologi tidak bisa mati termasuk ideologi PKI dalam memecah belah bangsa ini. Namun, kita harus tetap waspada karena "PKI" gaya baru ini justru lebih canggih lagi di era digital.
Pelakunya malah berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari dosen, guru, sampai dengan ASN. Malahan ada juga yang jadi caleg di Pemilu 2019.
Sebetulnya mudah sekali jika kita ingin melihat bagaimana "PKI" gaya baru melancarkan aksinya demi memuluskan tujuannya. Aksi-aksinya mirip seperti PKI yang ingin merongrong NKRI.
Merasa paling benar dengan mengkafirkan orang lain
Orang-orang yang sudah disusupi dengan virus "PKI" gaya baru ini kerap kali berpandangan bahwa golongan mereka adalah golongan yang paling benar. Bahkan berani melawan orang tua karena pilihannya berbeda.
Dalam negara yang demokratis, pilihan berbeda itu biasa. Tapi kalau punya pilihan berbeda dan memaksakan kehendaknya agar orang lain sejalan dengan pemikirannya, apa lagi kalau bukan dinamakan "PKI" gaya baru?
Kaum intoleran seperti ini jelas sangat berbahaya jika dibiarkan. Mereka akan dengan semakin mudah memicu pertikaian. Negara ini adalah negara yang majemuk bukan negara yang seragam.
"PKI" gaya baru seperti ini menyusup dalam ormas-ormas yang menyuarakan anti demokrasi dan anti Pancasila termasuk di sosial media. Lalu apa maunya mereka? Mengganti Pancasila dengan sistem yang menurut mereka paling benar?
Tunggu dulu... kalau ada ormas yang nyata-nyata mengaku sebagai ormas label dakwah tapi malah menyebut Pancasila dan UUD '45 adalah berhala baru, lantas apa bedanya dengan PKI yang mengkhianati Pancasila dan NKRI?
Menyebarkan kebencian demi meraih kekuasaan