Mohon tunggu...
Dzulfikar
Dzulfikar Mohon Tunggu... Content Creator

Blogger dan Content Creator. Member Kompasiana sejak Juni 2010. Aktif menulis di blog bangdzul.com dan vlog https://www.youtube.com/@bangdzul/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ihsan: Tunanetra Penjual Kerupuk Bangka

22 Maret 2011   09:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:33 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13007935511060500850

[caption id="attachment_97563" align="aligncenter" width="640" caption="Ihsan"][/caption] Sudah cukup lama foto ini saya ambil, tepatnya sekitar akhir Januari lalu. Foto ini saya ambil tentu dengan atas ijinnya dan saya utarakan akan saya cantumkan untuk melengkapi tulisan saya di blog. Karena dia sempat menanyakan "untuk apa saya di foto?". Kemudian dia mengijinkannya dan terlihat tersenyum malu. Saya baru ingat foto ini setelah membuka-buka kembali foto-foto yang saya ambil lewat hape. Banyak peristiwa yang bisa diceritakan lewat sebuah gambar. Salah satunya adalah foto Ihsan ini. Ihsan adalah seorang tunanetra yang berjualan kerupuk Bangka di sekitar Ciputat, Tangerang Selatan. Perkenalan saya dengan Ihsan memang tidak disengaja. Saat itu saya baru saja pulang dari Samsat, Ciputat setelah membayar pajak motor. Dalam perjalananan saya tidak sengaja melihat Ihsan tengah menunggu di pinggir jalan dari kejauhan. Sepertinya Ihsan memang hendak menyebrang jalan. Dan saat itu pula ada orang yang berbaik hati mau menolong Ihsan untuk menyebrang. Setelah hampir lima ratus meter melawatinya terlintas dipikiran saya untuk membeli kerupuknya dan sedikit ngobrol dengan Ihsan. Ihsan tinggal di sebuah kontrakan di daerah Pasar Ciputat. Ihsan mengaku sudah berjualan cukup lama. Dia berjualan dengan menyusuri jalan-jalan, gang-gang rumah pokoknya menurutnya tak tentu arah. Kadang hari ini dia ke Utara, esok ke Barat, lusa ke Selatan. Dia hanya mengikuti kemananya tongkatnya menuntunnya dengan membawa beberapa bungkus kerupuk Bangka yang dijualnya Rp.5000,- per bungkus. Ihsan biasanya berangkat pagi-pagi dan pulang di sore hari. Meskipun pagi nampak sama dengan malam baginya, Ihsan selalu berangkat pagi-pagi tuturnya. Ihsan tidak sendirian nampaknya, beberapa hari setelah saya bertemu Ihsan saya melihat beberapa orang seperti Ihsan berjualan kerupuk di pinggir jalan di daerah Pondok Cabe, Ciputat. Saya kadang pilu sekali melihatnya. Mereka harus berjalan dengan kondisi jalan yang parah. Tidak ada trotoar jalan yang bisa dijadikan jalan khusus bagi mereka. Sesekali mereka menyenggol mobil yang diparkir sembarangan. Atau bahkan malah dagangannya yang menyenggol mobil yang diparkir tersebut. Saya hanya khawatir mereka terperosok ke lubang-lubang got yang kadang tidak tertutup. Sekali waktu saya bertemu lagi dengan Ihsan di daerah Kampung Utan, Ciputat. Ihsan menunggu di pinggir jalan disaat matahari sedang panas-panasnya. Ihsan berdiri kokoh, mungkin itu caranya berjualan menunggu pelanggan yang berhenti atau menghampirinya utuk beberapa bungkus kerupuk Bangka. Padahal satu meter dari tempat Ihsan berdiri ada pohon yang cukup rindang untuk berteduh. Tetapi orang disekelilingnya seperti tidak menghiraukan Ihsan. Ihsan-Ihsan, setiap aku melihatmu di pinggir jalan kamu jadi inspirasiku untuk tetap gigih bekerja dengan ikhlas dan mensyukuri apa yang selama ini telah aku dapatkan. Pagi tadi saya melihat Ihsan lagi di pinggir jalan. Ia kebetulan berjalan searah menuju kantor saya di daerah Bintaro. Kali ini Ihsan lebih well-prepared. Dia sudah mengenakan topi dan sepatu boot. Kerupuk Bangka bawaannya pun semakin banyak. Saya lihat dia membawanya dengan tas pastik bekas bungkusan kasur busa. Mungkin jika hujan krupuknya akan lebih aman terlindungi. Ihsan, saya cuma bisa berdoa semoga kamu bisa menjadi pengusaha krupuk Bangka yang sukses.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun