Di era serba cepat ini, gaya hidup remaja banyak berubah. Makanan cepat saji, minuman manis dalam kemasan, dan camilan tinggi gula menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keseharian mereka. Juga sayangnya tanpa disadari, kebiasaan ini perlahan-lahan membentuk risiko kesehatan serius di masa depan anak, salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM). Penyakit yang sering disebut sebagai "kencing manis" ini bukan lagi untuk menakut-nakuti kalangan anak-anak. Kini banyak riset yang mengatakan bahwa penyakit kini juga mengintai anak muda.Â
Peningkatan kasus diabetes, khususnya DM tipe 2, di kalangan remaja bukan tanpa alasan. Salah satu pemicu utamanya adalah pola makan tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik. Di era ini, setiap hari kita disuguhi iklan makanan dan minuman yang menggoda dengan kadar gula dan lemak tinggi. Ini diperparah dengan kebiasaan mager alias malas gerak oleh banyak kalangan, entah karena asyik bermain game atau scrolling media sosial. Lingkungan ini secara tidak langsung membentuk kebiasaan yang berisiko negatif .
Salah satu tantangan terbesar adalah adanya kesenjangan antara pengetahuan dan perilaku. Banyak remaja sebenarnya tahu bahwa makanan tinggi gula itu tidak sehat dan dapat memicu diabetes. Mereka sering mendapatkan informasi ini dari sekolah, internet, atau media sosial. Namun, godaan dari makanan yang lezat dan praktis seringkali lebih kuat daripada kesadaran mereka. Mereka tahu apa yang benar, tapi tidak selalu melakukan hal yang benar. Hal ini diperparah dengan fakta bahwa sebagian besar remaja tinggal bersama orang tua yang berperan mengontrol makanan anak, namun tidak menjamin anak akan memakan makanan sehat yang sudah disiapkan. Jadi, tidak heran jika tingkat pengetahuan yang tinggi tidak selalu sejalan dengan perilaku yang sehat.
Kesenjangan antara pengetahuan dan perilaku ini menjadi tantangan besar. Kita tidak bisa hanya mengandalkan penyuluhan atau informasi di media massa. Perlu ada upaya yang lebih kuat untuk mengubah kebiasaan. Edukasi harus dikemas dengan cara yang lebih menarik dan relevan bagi remaja. Misalnya, melalui media sosial atau platform digital yang mereka gunakan sehari-hari. Selain itu, dukungan dari lingkungan terdekat, seperti orang tua dan sekolah, juga sangat krusial.
Orang tua juga dapat mulai dengan menjadi contoh nyata, menyajikan makanan sehat di rumah, dan mengurangi ketersediaan makanan manis dan cepat saji. Sekolah juga bisa berpartisipasi dengan mempromosikan kantin sehat dan mengadakan kegiatan fisik yang menarik.
Pada akhirnya, mengendalikan konsumsi gula dan memperbaiki pola hidup adalah kunci pencegahan DM tipe 2 di usia muda. Penyakit ini tidak hanya memengaruhi fisik, tetapi juga bisa berdampak pada kualitas hidup jangka panjang. Dengan meningkatkan kesadaran dan mengubah perilaku sejak dini, kita bisa membangun generasi muda yang lebih sehat dan terbebas dari ancaman diabetes. Ini bukan hanya tentang menghindari penyakit, tetapi juga tentang investasi untuk masa depan yang lebih baik.
Sebagai bagian dari tenaga kesehatan masyarakat, kita tidak boleh tinggal diam saja. Peran tenaga kesehatan masyarakat dimasalah seperti ini sangatlah penting. Tugas kita adalah menciptakan program edukasi inovatif untuk remaja, menjembatani kesenjangan pengetahuan dan perilaku. Melalui kampanye di media sosial dan sekolah, kita dapat berkolaborasi dengan guru dan orang tua untuk membangun ekosistem yang mendukung gaya hidup sehat.
KATA KUNCI: Diabetes, Gaya hidup, Kesehatan, Pengetahuan, Perilaku, Remaja, Risiko
DAFTAR PUSTAKA
Lestari, T., Bachtiar, A., Kurniawa, A., Feyki, D.F., Melina, M., Fitri, A.N., Baqiyatusshalihah, R.B., Rizky, M., Audriana, R. dan Dipriana, D. (2025) 'Pengendalian Konsumsi Gula Dalam Mencegah Penyakit Diabetes Melitus Tipe II Di Usia Dini', Abdi Geomedisains, hlm. 1--6.
Lutfiawati, N. (2021) 'Hubungan Tingkat Pengetahuan Pola Makan dengan Faktor Resiko Diabetes Militus pada Remaja', Nusantara Hasana Journal, 1(6), hlm. 15-25.