Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Cegah Aksi Vigilantisme, Bangun Kepercayaan Publik dan Capai Supremasi Hukum

12 Maret 2022   18:28 Diperbarui: 14 Maret 2022   18:15 1211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi supremasi hukum. (KOMPAS/JITET)

Contohnya dapat kita lihat pada kasus-kasus aksi vigilantisme atau aksi main hakim sendiri yang marak terjadi di beberapa waktu belakangan ini, seperti kasus pengeroyokan pada seseorang yang diduga pencopet, kasus pembakaran hidup-hidup pada terduga pencuri amplifier milik mushala di Bekasi atau pemukulan dan penyiksaan pada individu yang dilakukan oleh sekelompok geng motor, dsb.

Saat ini kita tengah dihadapkan pada era milenial yang serba digital dimana era modern ini ditandai dengan revolusi teknologi informasi yang serba canggih dan cepat sehingga akses untuk memperoleh informasi menjadi sangat mudah dan dapat dilakukan oleh seluruh kalangan masyarakat hanya dengan berbekal gawai dan koneksi internet.

Dengan lahirnya revolusi teknologi informasi maka kejahatan hukum juga berkembang pesat dengan konsep yang lebih modern. Jika dulu kejahatan terjadi secara langsung dan kasat mata, kini kejahatan dapat terjadi secara maya, terselubung dan cenderung tidak dapat terdeteksi. 

Kejahatan demikian disebut cybercrime, yaitu kejahatan yang terjadi di dunia cyber, seperti penyebaran berita hoaks, bullying, hate speech, pornografi dan pornoaksi, deface atau hacking, carding, cybersquatting, judi online, probing dan port scanning, dll.

Dengan kemudahan dan kebebasan dalam menggunakan gawai dan internet, masyarakat sangat rentan terlibat dalam aksi cybercrime karena pada dasarnya mereka adalah pengguna gawai dan internet yang aktif. 

Tanpa dibekali mental dan pengetahuan yang tepat dalam menggunakan gawai dan internet, maka masyarakat akan mudah terjebak dalam cybercrime.


Jika dulu kasus main hakim sendiri dilakukan secara fisik, maka saat ini perilaku main hakim sendiri dapat terjadi melalui internet, seperti kasus hate speech dan bullying yang banyak terjadi saat ini. 

Perilaku masyarakat seperti ini tentu saja bukan hanya disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat tentang adanya hukum bagi pelaku cybercrime, tapi juga karena krisis kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum di Indonesia.

Krisis kepercayaan publik terhadap penegakan hukum menyebabkan munculnya hegemoni di masyarakat, bahwa masyarakat menganggap aksi aparat penegak hukum sangat lamban dalam merespon suatu kasus hukum.

Serta munculnya label hukum seperti mata pisau, tajam ke bawah namun tumpul di atas, sehingga masyarakat menganggap bahwa hukum dari masyarakat yang mampu menjawab kebutuhan akan penegakan hukum di lapangan. 

Akibatnya, masyarakat seperti berlomba-lomba untuk melakukan aksi hate speech terhadap segala sesuatu yang dianggap "tidak sesuai" dengan nilai-nilai dan norma yang ada atau aksi bullying pada seseorang yang dianggap "tidak sama" dengan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun