Mohon tunggu...
Fifin Nurdiyana
Fifin Nurdiyana Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

PNS, Social Worker, Blogger and also a Mom

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikah untuk Memperoleh Keturunan, Adilkah bagi yang Mandul ?

22 Mei 2020   00:02 Diperbarui: 22 Mei 2020   00:05 1661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber:haibunda.com)

Beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah status di media sosial seorang kawan seperti ini "jika menikah ditujukan untuk memiliki seorang anak, lantas adil kah ini bagi mereka yang telah dinyatakan mandul ? apakah ini artinya yang mandul tidak berhak untuk menikah ? apakah ketika di tengah pernikahan salah satu pasangan ada yang mandul bisa bebas untuk ditinggalkan (atau menikah lagi) dengan dalih tidak bisa memberikan keturunan ?"

Jujur saya cukup terhenyak dengan status tersebut. Di satu sisi saya rasa kebanyakan kita sepakat bahwa dengan menikah kita memang memiliki harapan besar untuk mendapatkan keturunan. 

Namun disisi lain saya juga tidak menyalahkan ketika seseorang mulai merasa "tidak adil" jika menikah ditujukan hanya untuk memperoleh keturunan.

Tuhan menciptakan manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan pernikahan merupakan salah satu media ibadah yang (semestinya) menjadi media bersatunya dua insan yang saling menerima segala kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Di samping itu, kita juga tidak pernah tahu ujian apa yang akan Tuhan berikan dalam pernikahan kita. 

Apakah ujian ekonomi, pasangan yang tidak setia, mertua yang terlalu ikut campur, anak yang susah diatur atau mungkin tidak adanya keturunan. Semua ujian dalam pernikahan tidak bisa kita hindari, namun bisa kita sikapi. 

Ingat, bahwa setiap pernikahan tidak akan pernah luput dari yang namanya ujian atau permasalahan. Tinggal bagaimana kita bisa menyikapinya, apakah menyerah dengan keadaan dan berakhir perpisahan atau mampu untuk bersikap bijak agar pernikahan tetap bisa langgeng.

Kembali ke topik di atas, lantas apa sebenarnya esensi dari sebuah pernikahan ? apakah memang semata-mata untuk memperoleh keturunan ? menurut UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa Pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Sedangkan pemaknaan secara agama Islam, pernikahan merupakan akad atau persetujuan antara calon suami dan calon istri melalui proses ijab qabul untuk bersedia menciptakan rumah tangga yang harmonis, sehidup semati dalam menjalani rumah tangga bersama-sama (Nasruddin, 1976). 

Dari pengartian pernikahan di atas sebenarnya sudah jelas bahwa menikah bukan semata-mata bertujuan untuk memperoleh keturunan tapi lebih pada bagaimana bersama-sama membentuk rumah tangga yang harmonis sampai maut memisahkan. 

Artinya disini, setiap calon pasangan suami istri harus sanggup untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan pasangan masing-masing, termasuk saat tidak dikaruniai seorang keturunan.

Namun meski demikian, dalam beberapa aturan di ajaran Islam, diperbolehkan bagi suami/ istri untuk melakukan gugatan cerai jika salah satu pasangan dinyatakan mandul. 

Tapi ingat, aturan tersebut tidak serta merta dengan mudah dilakukan. Harus melewati tata syarat yang tidak mudah. Bagaimanapun, rela bersabar dengan pernikahan tanpa keturunan jauh lebih diutamakan ketimbang memilih jalan perpisahan atau menikah lagi (alwasathiyah.com)

Dalam peraturan Pegawai Negeri Sipil, seorang PNS (laki-laki) juga diperkenankan menikah lagi (poligami) yang dikarenakan tidak dikaruniai keturunan (istri mandul). 

Namun, sekali lagi, peraturan tersebut tidaklah dibuat tanpa syarat yang ketat. Tetap ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar seorang PNS dapat diizinkan untuk berpoligami terkait dengan tidak adanya keturunan, diantaranya ada pada penjelasan pasal 10 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 yang menyatakan bahwa istri yang dinyatakan mandul harus memenuhi kriteria sebagai berikut "apabila istri yang bersangkutan menurut keterangan dokter tidak mungkin melahirkan keturunan atau sesudah pernikahan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun tidak menghasilkan keturunan" jadi jelas sudah, bahwa untuk memenuhi kriteria mandul pun tidak serta merta dengan mudah ditetapkan. Ada prosedur dan ketentuan yang harus dipenuhi.

Selain itu, seorang PNS harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari atasan terkait niatnya untuk berpoligami, pun dengan alasan tidak dikaruniai keturunan. Bahkan, pada pasal 10 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 juga disebutkan syarat-syarat kumulatif, yaitu : (a) ada persetujuan tertulis dari istri, (b) PNS yang bersangkutan memiliki penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang istri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan serta (c) ada jaminan tertulis dari PNS yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

Dari telaah di atas kita dapat melihat bagaimana peraturan yang ada tentang aktifitas poligami yang disebabkan karena alasan tidak adanya keturunan tidaklah mudah dilakukan (terutama bagi kalangan PNS). Ada persyaratan-persyaratan ketat yang harus dilalui jika tidak ingin dikenakan sanksi ringan maupun berat.

Nah, bagaimana ? sudah semakin terbuka pandangan kita tentang makna pernikahan ? bagi saya, sejatinya pernikahan lebih diniatkan kepada ibadah dan membentuk rumah tangga yang harmonis dan mampu melewati ujian bersama-sama dengan penuh kesabaran. Hal memperoleh keturunan atau tidak itu adalah hak prerogatif Tuhan. Tugas kita hanya bersabar, ikhlas menerima kekurangan dan kelebihan pasangan, sama-sama memperbaiki diri dan berupaya mendirikan rumah tangga yang sesuai dengan agama.

Melakukan sesuatu dengan tujuan dan ekpektasi yang masih "belum tentu" akan menjadikan kekecewaan dan penyesalan jika tidak terwujud. Maka, lakukanlah sesuatu dengan tulus ikhlas, niatkan untuk ibadah dan serahkan semua pada Tuhan, inshaaAllah Tuhan akan senantiasa memberikan "hati yang luas" bagi kita dalam kondisi apapun.

Bagi yang telah dinyatakan mandul, jangan berkecil hati. Jika manusia tidak bisa berbuat adil, ingatlah bahwa ada Tuhan yang Maha Adil atas segala-galanya. Jodoh tidak bisa kita terka kapan datangnya. Percayalah, jika Tuhan sudah berkehendak maka tidak ada yang tidak mungkin bagiNya, termasuk mengirimkan jodoh yang terbaik, yang bisa menerima kita apa adanya dan berkomitmen tanpa memandang siapa dan bagaimana kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun