Mohon tunggu...
Fiero Hutomo
Fiero Hutomo Mohon Tunggu... -

Studied in Political Science Major | Dewata Island

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penetapan Tersangka Ahok, Pilihan & Skenario Terbaik, dan Negara Kertas

17 November 2016   11:37 Diperbarui: 17 November 2016   11:41 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demo 4 November adalah awal dari mulainya reformasi kedua di negeri ini, 'katanya'. Namun ada kecenderungan yang aneh dari demo yang cukup menjadi trending topic di seluruh dunia tersebut. Tidak lain tidak bukan adalah banyaknya aktor politik, menunggangi demo. Apa artinya menunggangi? Menurut KBBI menunggangi berarti menaiki, atau "mempengaruhi". Siapa saja tokoh-tokoh penting yang hadir dalam demo tersebut? Dan mengapa setiap kali pemberitaan selalu dikatakan SBY adalah dalang pembuat demo 4 november tersebut? 

Ahmad Dhani (pentolan Dewa 19), Fadli Zon, Fachri Hamzah, dan tentunya pimpinan FPI (Front Pembela Islam) Habieb Rizieq hadir dalam demo yang "nyatanya" berakhir ricuh tersebut. Padahal aksi demo sudah diawali dengan damai dan tanpa adanya sabotase dari pihak manapun. Keterangan dari para saksi menjadikan 10 provokator tersangka dalam aksi ricuh, dimana HMI adalah pelaku yang dituntut. Inilah mengapa bisa dikatakan bukanlah FPI pelaku daripada aksi ricuh, melainkan ada aktor besar dibalik demo 4 november ini.

Dan jangan lupa demo terjadi dalam rangka Pilgub DKI Jakarta. Jika tidak ada Pilgub DKI Jakarta, tidak mungkin terjadi demo yang tiba-tiba ada karena provokasi media sosial dari akun BOT. Bahkan anehnya, akun-akun BOT ini tetap ada dalam kolom komen setiap postingan tentang Ahok. Sebenarnya apa yang terjadi?

Boleh dikatakan Ahok adalah pemimpin yang dicintai masyarakat Jakarta. Mereka mencintai Ahok karena melihat kinerjanya langsung dilapangan dengan tegas membasmi korupsi ke akar-akarnya tanpa ampun. Dengan nada keras (yang nyatanya paling jitu) ia berani memecat petinggi dinas-dinas yang ada di DKI. Dan dari situlah, tentu saja Ahok akan memiliki musuh. Sebelum pencalonan Ahok yang didukung partai besar di Indonesia PDI-P, Golkar, dan Nasdem, banyak desas-desus akan adanya gelombang penolakan cukup besar dan pihak oposisi yang kuat untuk melawannya.

Kenapa begitu? Jika Ahok menang maka kans partai lain untuk memenangi Pilpres 2019 akan semakin kecil. Bisa dibayangkan kekuatan PDI-P semakin kuat dengan adanya kader-kader seperti Ahok, Bu Risma, Bu Susi, Ganjar Pranowo, dan yang lainnya. Peta politik semakin menciut ke 3 pasangan yang ditetapkan dimana selain Ahok-Djarot (Petahana), ada Agus-Sylvi (Poros Cikeas), dan Anies-Sandiaga (Poros Gerindra). Pada masa sebelum demo 4 november, Ahok adalah pemenang mutlak jika dilangsungkan pemilu pada saat itu juga. 

Melihat peta politik ini, ada kecenderungan dari berbagai latar belakang setiap calon. Agus-sylvi tentunya lebih melihat prestasi individu dimana Agus yang berlatar belakang TNI bersama dengan ibu Sylvi yang adalah mantan Dinas Pariwisata DKI. Lalu pasangan lain Anies Sandiaga dimana Anies Baswedan yang mantan menteri pendidikan sangat dikenal dengan berbagai prestasinya, juga Sandiaga Uno yang adalah pengusaha sukses meskipun terbilang muda. 2 pasangan ini memang memiliki elektibilitas yang lumayan, hanya saja belum cukup mengalahkan Ahok yang diatas angin (ditambah Ahok didukung partai terbesar di Indonesia). Lalu disinilah berbagai skenario dimulai.

Saat pidato Ahok di kepulauan seribu yang menjadi awal mula demo 4 November, pidato tersebut terkesan biasa saja. Tidak ada yang spesial dalam kunjungan Ahok tersebut. Bahkan bisa dikatakan jika masyarakat kepulauan seribu dimintai keterangan, mereka tidak akan mengerti letak kesalahan Ahok dalam kunjungan kerjanya. Nyatanya inilah bombardir dan provokasi daripada salah satu pasangan calon (tebak sendiri). Mereka melihat ada celah ditambah latar belakang Ahok yang Kristen-Chinese maka semakin ada amarah "perang saudara" dan "fanatisme" yang hebatnya dimanfaatkan untuk kampanye hitam salah satu pasangan calon.

Penulis bukanlah Muslim, namun jika agama penulis disentil seperti itu ditambah dengan bombardir dari segala lini, maka amarah pun akan ikut muncul. Disinilah kampanye hitam terbesar dalam sejarah demokrasi Indonesia terjadi. Demo 4 November adalah aksi nyata bahwa rakyat tidak ingin ada yang menyinggung kepercayaannya apalagi jika ia non-muslim. Padahal berkali-kali kasus penistaan terjadi namun memang mendera tokoh-tokoh muslim seperti Ahmad Dhani yang menginjak lafal Allah dalam video klipnya (itu jelas-jelas lebih menghina). Dan lucunya ia yang memprovokasi dalam jalannya demo 4 november tersebut.

Lalu ada Fadli Zon yang ikut kampanye Donald Trump (yang melarang muslim fanatik masuk Amerika) namun ikut hadir mengawal jalannya demo. Penulis melihat demo 4 November yang bertujuan membela agama, berganti menjadi berbau Politik. Namun sayangnya masyarakat yang masih dalam suasana amarah, tidak melihat hal tersebut. Ancaman-ancaman "bunuh Ahok" jelas adalah propaganda yang tidak sepantasnya dilayangkan. Demo pun berakhir ricuh dimana massa HMI menyerang Polisi yang dilindungi FPI. Banyak massa FPI yang terluka karena melindungi polisi, padahal mereka bertujuan melakukan aksi damai.

Lalu adanya penjarahan ratusan orang ke salah satu minimarket di penjaringan. Lalu aksi pencegatan mobil lewat oleh salah satu kelompok. Atau saat blusukan Ahok/Djarot ke salah satu kampung namun ada kelompok orang yang menolak mereka. Padahal kelompok orang tersebut dikatakan bukan berasal dari kampung itu juga. Kampanye hitam sudah berjalan. Bagi para pembaca, hilangkan amarah sejenak dan coba berpikir jernih tanpa melihat provokasi media sosial. Apa yang terjadi di negara ini? Negara Indonesia saat ini seperti kertas yang ingin dibentuk dalam suatu dinasti kuat dimana orang-orang bersih akan disingkirkan.

Kejadian ini seperti saat penangkapan Dr Antasari Azhar yang dituduh melakukan pembunuhan, ataupun penangkapan Dahlan Iskan, Abraham Samad, Bibit Candra, dan lainnya. Masih ada aroma Orde Baru yang cukup kuat dibelakang layar, tidak ingin tahtanya digantikan. Gunakan hati nurani, dan lihat skenario politik yang akan terjadi. Lagipula dalam polling Iwan Fals di media sosial, Ahok-Djarot masih memiliki elektibilitas 70%. Mengapa? Karena akun palsu, fake, & BOT tidak masuk dalam hitungan polling.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun