Mohon tunggu...
Fidza Sholichati Ainafa
Fidza Sholichati Ainafa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Chill out, Hangout, Cumlaude

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf

28 September 2022   21:48 Diperbarui: 28 September 2022   21:50 3831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di desa saya pernah terjadi konflik antara pemuda dengan perangkat desa. Ketika itu, para pemuda menginginkan adanya acara pagelaran seni berupa tarian-tarian tradisional. Akan tetapi, hal itu tidak disetujui oleh perangkat desa. Alasannya, karena dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Diperkuat dengan argumen "sesepuh" desa saya yang menginginkan diadakan pengajian daripada pagelaran seni tersebut. Namun, para pemuda bersikeras akan melaksanakan acara tersebut. Padahal, jika tidak mendapat izin dari perangkat desa, acara tersebut akan sulit terselenggara. Dari sini, timbulah konflik yang antara para pemuda, perangkat desa, dan para sesepuh desa, disebabkan karena perbedaan kepentingan dan perbedaan otoritas. 

Contoh lain yaitu pada tahun 2019, saya pernah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) disalah satu perusahaan flavor di Jakarta. Dalam perusahaan tersebut, terdapat struktur organisasi yang menggambarkan posisi dan menjelaskan jobdesc dari masing-masing karyawan.. Dari struktur ini, dapat dilihat bahwa yang berada diposisi atas, yaitu para "bos", mempunyai otoritas dan menjadi pihak yang berkuasa. Sedangkan, karyawan biasa merupakan kaum yang dikuasai, termasuk saya yang saat itu adalah anak magang. Pernah suatu ketika, terdapat karyawan baru yang gaji bulan pertamanya tidak turun pada tanggal yang telah disepakati dalam kontrak kerja. Padahal, karyawan tersebut telah melakukan apa yang menjadi kewajibannya. Sehingga, Ia menuntut haknya dengan melakukan protes kepada atasan, dengan harapan gaji pertamanya segera dibayarkan. Hal ini menunjukkan, bagaimana otoritas itu bekerja. Orang dengan kekuasaan, dapat dengan mudah menentukan kebijakan untuk diberlakukan. Sedangkan bagi para karyawan, menjalankan dan menerimanya karena paksaan pemegang otoritas. Bagi saya, kedua pengalaman ini merupakan contoh teori konflik Ralf Dahrendorf karena berkaitan tentang struktur sosial, perbedaan kepentingan, dan otoritas.  

Saya mengenal teori konflik Ralf Dahrendorf dari buku Teori Sosiologi (2012). Buku ini menjelaskan teori konflik Ralf Dahrendorf sebagai reaksi terhadap teori fungsionalisme struktural. Dahrendorf mengatakan bahwa teori konflik dan teori fungsional pendiriannya disejajarkan. Menurut teori fungsionalis, masyarakat berada pada keadaan statis atau berubah secara seimbang. Sedangkan, teori konflik mengatakan masyarakat setiap saat tunduk pada perubahan. Teori  konflik memandang pertikaian dan konflik yang ada pada sistem sosial, sedangkan teori fungsionalis lebih melihat pada keteraturan yang ada dimasyarakat. Teori konflik cenderung melihat keteraturan yang ada pada masyarakat disebabkan oleh paksaan dari mereka yang memiliki otoritas. Sedangkan, fungsionalis melihat masyarakat diikat secara informal oleh nilai moral dan norma yang berlaku. Dalam buku ini, juga disebutkan bahwa Ralf membagi teori sosiologi menjadi dua, yaitu teori konflik dan teori konsensus. Teori konsensus mengaji tentang integrasi di masyarakat, sedangkan teori konflik melihat perbedaan kepentingan dan kekerasan pada masyarakat. Kedua teori tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Sehingga, bisa dikatakan bahwa tidak akan timbul konflik jika sebelumnya tidak ada konsensus. Dengan kata lain, tidak mungkin terjadi konflik antara kelompok atau individu jika keduanya tidak berada pada satu sistem yang saling terhubung. 

Dalam pemahaman saya, teori konflik Dahrendorf mengkaji tentang struktur posisi dalam masyarakat yang mempunyai perbedaan otoritas. Hubungan-hubungan yang ada pada struktur sosial ditentukan oleh otoritas. Otoritas disini tidak terletak pada suatu individu, melainkan pada posisi. Maka, seseorang yang berkuasa dalam lingkungan tertentu, dapat saja menjadi kelompok yang dikuasai di lingkungan yang lain, ataupun sebaliknya. Akan selalu ada kelompok yang berkuasa (subordinat) dan yang menguasai (superordinat). Kelompok superordinat cenderung berupaya mempertahankan status quo, sedangkan kelompok yang berada pada subordinat akan mengupayakan perubahan. Karenanya, perbedaan distribusi kekuasaan/otoritas dan perbedaan kepentingan sangat mungkin menimbulkan konflik. Hal ini relevan dengan apa yang saya contohkan di atas. 

Konflik-konflik yang terjadi akan menimbulkan suatu perubahan pada struktur masyarakatnya. Apabila konflik itu besar, maka perubahannya ekstrim. Apabila disertai dengan kekerasan, maka perubahannya terjadi secara tiba-tiba. Dari sini, saya memahami bahwa konflik seperti apapun akan selalu berhubungan dengan perubahan dan/atau status quo. 

Menurut saya, teori konflik lebih memiliki kesamaan terhadap teori fungsional struktural ketimbang dengan teori Maxian. Hal ini dibuktikan dengan Dahrendorf yang memfokuskan pembahasan pada sistem, posisi, dan peran dalam masyarakat. Teori konflik dan teori fungsional struktural juga bersifat makroskopis, sehingga tidak dapat memahami pemikiran dan tindakan individu. Nah, fakta ini akhirnya memotivasi para sosiolog untuk mencoba menggabungkan kedua teori ini. Meskipun sampai saat ini belum ada hasil yang cukup memuaskan. Setidaknya para sosiolog sudah mencoba untuk mendamaikan kedua perspektif ini. 

Teori konflik diperkenalkan oleh Ralf Dahrendorf. Ralf Gustav Dahrendorf lahir pada tanggal 1 Mei 1929 di Hanburg, Jerman. Ibunya bernama Lina dan ayahnya bernama Gustav Dahrendorf. Ralf Dahrendorf merupakan seorang filsuf, sosiolog, ilmuan, dan politikus liberal Jerman-Birtania. Ia merupakan tokoh yang berpengaruh pada masanya, karena dapat menjelaskan tentang pembagian kelas yang ada pada masyarakat. Selama berkecimpung di dunia politik, Dahrendorf mampu menduduki parlemen Jerman, menjadi Menteri Luar Negeri Jerman, dan berbagai posisi penting lainnya. Ia juga diangkat sebagai jawatan seumur hidup di Britania Raya pada tahun 1993 yang menjadikannya disebut Lord Dahrendorf. Dahrendorf juga dikenal sebagai anti nazi. Diusia remaja, ia dan ayahnya ditangkap aktivitas anti nazi pada pemerintahan rezim. Contoh kegiatannya yaitu memberikan selebaran agar masyarakat tidak bergabung dengan rezim. Ralf Dahremdorf belajar karya klasik dan filsafat di Universitas Hamburg. Ia mendapat gelar doktor pada tahun 1952 di London of Economics di bidang sosiologi. Dahrendorf menjadi profesor sosiologi di Universitas Hamburg pada tahun 1958. Ia juga memiliki jabatan di Universitas Tbingen tahun 1960-1965. Kemudian ia menjadi Vice Chairman Komite Pandangan pada tahun 1964-1966. Ralf Dahrendorf meninggal pada tanggal 17 Juni 2009 di Coligne, Jerman, pada usia 80 tahun akibat sakit kanker. 

Referensi :

Ritzer, George dan Jeffrey Stepnisky. (2012). Teori Sosiologi (edisi kedelapan): Pustaka Pelajar.  

Wahyudi. (2021). Teori Konflik dan Penerapannya pada Ilmu-Ilmu Sosial: Universitas Muhammadiyah Malang. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun