Kini, mari kita lihat kebijakan terbaru. Pemerintah membatalkan rencana pemberian diskon tarif listrik sebesar 50% yang sebelumnya dijanjikan untuk bulan Juni dan Juli 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa pelaksanaan penganggaran diskon tarif listrik mengalami keterlambatan, sehingga rencana tersebut tidak dapat direalisasikan. Sebagai gantinya, pemerintah memutuskan untuk memberikan bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp300.000 per orang. Sri Mulyani menyatakan bahwa BSU dapat memberikan dampak yang lebih besar dibandingkan dengan diskon tarif listrik.
Namun, pertanyaannya adalah mengapa kebijakan yang langsung meringankan beban biaya hidup rakyat dibatalkan, sementara anggaran untuk konsumsi rapat pejabat tetap berjalan tanpa hambatan? Apakah proses penganggaran untuk konsumsi rapat lebih efisien dibandingkan dengan program bantuan yang menyentuh langsung kebutuhan dasar rakyat?
Rakyat berharap pada kebijakan yang berpihak dan memberikan kelegaan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pembatalan diskon tarif listrik ini justru menambah beban, sementara konsumsi mewah dalam rapat pejabat tetap berlangsung.
Ini ketimpangan, mencerminkan prioritas yang tidak selaras dengan kebutuhan rakyat. Seharusnya, dalam setiap kebijakan, pemerintah menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai fokus utama, bukan memprioritaskan kenyamanan pejabat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI