Mohon tunggu...
Fery. W
Fery. W Mohon Tunggu... Administrasi - Berharap memberi manfaat
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penikmat Aksara, Musik dan Tontonan. Politik, Ekonomi dan Budaya Emailnya Ferywidiamoko24@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dramatisasi BW di Mahkamah

19 Juni 2019   10:26 Diperbarui: 19 Juni 2019   10:30 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalannya sidang gugatan sengketa pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi  (MK) oleh paslon 02 Prabowo-Sandi akan memasuki fase krusial yaitu sidang pembuktian. 

Namun demikian  bukan berarti  proses persidangan sebelumnya menjadi tidak krusial, bahkan bisa jadi lebih menarik karena tim hukum 02 yang dipimpin oleh anggota TUGPP (tim gubernur untuk percepatan pembangunan) DKI Jakarta, Bambang Widjoyanto (BW), yang konon mengambil cuti dari kegiatannya di tim tersebut demi menjadi ketua tim hukum paslon 02.

Semenjak dari awal proses persidangan, BW bersama Teuku Nasrullah, Denny Indrayana dan beberapa orang lain yang bergabung sebagai kuasa hukum 02, berhasil membuat panggung  MK ini sebagai media pertunjukan drama yang sangat menarik. Bagaimana kalimat "MK dalam berbagai putusannya telah memutuskan berbagai perkara sengketa pemilihan, khususnya pilkada, dengan menggunakan prinsip terstruktur, sistematis, dan masif. Kami coba mendorong MK bukan sekadar mahkamah kalkulator, yang bersifat numerik," kata BW saat itu, membuat seantero negeri langsung heboh. 

Dalam kesempatan yang sama BW pun tidak lupa membuat kesan jika hakim MK tidak mengabulkan  gugatatan pihak prinsipal yang diwakilinya, maka MK adalah bagian dari sebuah rezim yang korup, rezim yang korup versi mereka tentu saja 

Agar lebih menarik tidak lupa BW membumbui proses pendaftaran itu dengan dialog,  bagaimana mereka hampir terlambat gegara jalan akses menuju Gedung MK tempat pendaftaran dan sidang itu dilaksanakan diblokir aparat keamanan, seolah mereka menghalangi  proses untuk mencari keadilan.

Dramatisasi tahap awal berhasil dilakukan dengan sempurna, atensi masyarakat luas serta merta tersedot. BW sepertinya berhasil memanifestasikan keinginan prinsipalnya dengan baik sesuai karakteristik  paslon 02 beserta para pendukungnya, yang penuh retorika.

Poin-poin gugatan seperti yang sudah diketahui bersama, memuat berbagai  tuduhan yang ditujukan kepada lawannya dalam kontestasi pilpres 2019, paslon 01 Jokowi-Maaruf Amin. Tuduhan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), pengerahan Apartur Sipil Negara (ASN), pejabat-pejabat yang mengarahkan dan memaksa aparat dibawahnya untuk memilih paslon 01, dan banyak printilan tuduhan lain yang ditujukan kepada paslon 01 dalam naskah gugatan mereka. Poin-poin itu merupakan bagian dari skenario besar mereka tentang kecurangan terstruktur, sistematis dan masif yang akan menjadi backbone gugatan, agar kondisi berbalik dari kalah menjadi menang. Tapi kok sepertinya mereka salah panggung, bukankah  kecurangan dalam proses pemilu sebelum penetapan hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) merupakan ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sebetulnya gugatan ini sudah mereka ajukan ke Bawaslu pasca hari pencoblosan 17 April 2019 lalu, namun dengan cuma mengandalan alat bukti berupa laman media online yang dicetak, akhirnya Bawaslu menolak dengan alasan alat bukti yang tidak layak.

Namun demikian skenario baru mereka buat walaupun naskah utamanya ya tetap sama potongan berbagai berita di laman media online dan gosip-gosip khas medsos serta WAG. Agar drama kali ini menjadi lebih menarik, beberapa hari menjelang  sidang perdana dilaksanakan BW kembali mendatangi MK untuk menambahkan poin-poin gugatannya. Bukan BW yang merupakan manifestasi sempurna dari paslon 02 namanya kalau tidak ada sensasi drama  yang mengiringinya. Sesaat sebelum mendaftar perbaikan gugatan " akan ada fakta baru yang "Wow", katanya. 

Ternyata fakta yang dibilang wow oleh BW, itu cuma berupa syarat administrasi cawapres Kyai Haji Maaruf Amin yang pada saat mendaftar jadi calon belum mundur dari posisinya sebagai ketua Dewan Pengawas Syariah  di dua anak usaha BUMN sektor keuangan, BNI  dan Bank Mandiri yakni BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri. Yang mereka yakini sabagai pelanggaran  terhadap syarat-syarat  menjadi cawapres, padahal secara legal anak usaha BUMN ya bukan BUMN, merujuk pada Pasal 1 angka 1 UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Di sana ditegaskan kalau BUMN adalah "badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari penyertaan langsung negara melalui kekayaan negara yang dipisahkan.". Dan apabila tuduhan itu benar tempat gugatannya bukan di MK tapi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

Tapi ya sudahlah, namanya juga drama, kontruksi alur cerita kan harus dibangun semenarik mungkin terlepas itu gimmick atau alur utama drama tersebut, walau kita kadang jadi sulit membedakan mana gimmick mana alur utama, saking samarnya kedua hal itu.

Drama mulai memasuki episode utama, babak pertama persidangan dimulai pembacaan uraian gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) oleh paslon 02 merupakan agenda pertama dari sidang perdana MK ini. Seperti halnya dalam poin-poin gugatan yang telah disampaikan dalam berkas yang sudah disampaikan sebelumnya. Plus tambahan terbaru berupa perhitungan kuantitatif yang disambungkan dengan isi gugatan yang bersifat kualitatif. Ketua tim hukum paslon 02, BW menguraikan dengan intonasi yang sangat meyakinkan semua narasi gugatan tersebut. Bagaimana semua isu-isu yang selama ini ada sebagai berita di media online  dan WAG yang kadang sumber beritanya datang dari para pendukungnya di formalisasi menjadi dokumen hukum. Menarik sih karena sebagian besar buktinya berupa kutipan berita-berita online dan kutipan pendapat dari para ahli dari dalam dan luarnegeri, walaupun ada beberapa ahli dari luarnegeri marah-marah karena tulisannya dikutip tidak sesuai konteksnya, dan tanpa pemberitahuan.

Poin utama menurut saya yang paling penting dalam sidang perdana adalah benang merah yang coba dihubungkan tim hukum 02 antara kuantitatif dan kualitatif. Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Tempat Pemungutan Suara (TPS) menjadi pintu masuk bagi 02, klaim mereka ada 17 juta DPT bermasalah dan 2.900an TPS siluman, paslon 01 mendapatkan 63.573.169 (48%) sedangkan paslon 02 meraih suara sebanyak 68.650.239 (52%). Dengan jumlah suara sah sebesar 132.178.608 suara.

Apabila kita hitung klaim jumlah suara dengan masalah DPT dan TPS bermasalah itu hitungannya nyaris sama, dengan asumsi seluruhnya memilih paslon 01, which is itu impossible. Tapi yah namanya klaim kan bebas saja. Tapi paling tidak mereka memiliki dasar perhitungan. Meskipum diakhir hanya Hakim MK lah berhak menentukan dterima atau tidaknya gugatan mereka.

Dalam sidang perdana  tersebut, manuver drama perubahan gugatan memancing reaksi dari pihak termohon dan pihak terkait, yang menolak perubahan gugatan itu berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) 4/2018 dan PMK 1/2019 tidak mengatur tentang perbaikan permohonan sengketa hasil pilpres.

Revisi gugatan oleh tim hukum paslon 02 juga merupakan bentuk drama dari mereka, karena sebagai advokat yang sering beracara di sidang MK tentu saja tahu aturan ini.

Drama menjelang sidang kedua kembali berlanjut, isu keselamatan saksi yang kemudian berusaha menarik Lembaga perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kedalam pusaran drama 02. Isu menjadi ramai, seolah benar bahwa calon-calon saksi itu sedang terancam.

Drama saksi ala BW ini mencapai puncaknya sesaat setelah sidang kedua yang agendanya merupakan eksepsi pihak termohon, KPU dan pihak terkait, Paslon 01 dan Bawaslu. 

BW berusaha mendikte hakim MK terkait urusan saksi melalui keinginannya agar MK mengeluarkan surat agar saksi mereka bisa di lindungi LPSK, karena sejatinya perlindungan hanya bisa dilakukan untuk hukum pidana, bukan hukum ketatanegaraan seperti sidang MK. "Setiap orang berhak atas perlindungan. Tapi ada keterbatasan di UU LPSK," katanya.

Dramatisasi BW sangat terasa disini, bahkan anggota hakim MK, saldi Isra sampai harus ikut arus perdebatan ini "Di sini kan kita sama-sama punya pengalaman di MK, jadi jangan terlalu didramatisirlah yang soal ini," kata Saldi.

Dramatisasi jalannya sidang yang dilakukan BW bersama tim hukum 02 merupakan bagian dari pertunjukan drama yang mereka hadirkan di MK. Apakah sidang pembuktian akan menjadi drana-drama berikutnya mari kita lihat nanti. Semoga saja BW mampu menunjukan bukti-bukti yang sahih sesuai hukum yang berlaku. Tidak hanya menjual drama dan propaganda semata.  Semoga rangkaian drama ala 02 bisa berakhir dengan elegan, terlepas siapapun yang menang.

SidangMKpilpres2019

Sumber

Detik.com

Kompas.com

Cnnindonesia.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun