Hujan masalah kini sedang mengguyur deras program unggulan Pemerintahan Prabowo-Gibran, Makan Bergizi Gratis (MBG).
Niat mulia untuk mencukupi asupan gizi anak Indonesia, demi mengatasi stunting dan menciptakan generasi unggul kini dikepung oleh carut-marut implementasi yang mengancam keselamatan anak-anak Indonesia.
Ancaman Nyata, Gelombang Keracunan Massal
Fakta di lapangan jauh dari kata mulus, bahkan penuh ketidakjelasan. Kasus keracunan yang menimpa anak Indonesia sebagai penerima manfaat MBG terus terjadi dengan eskalasi yang sangat mencemaskan.Â
Angka korban melonjak tajam. Seperti dilansir CNNIndonesia.Com, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, korban keracunan MBG sudah mencapai 8.649 anak per akhir September 2025. Sebelumnya, Kantor Staf Presiden (KSP) mencatat korban keracunan telah mencapai 5.080 orang.Â
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, menyebut terjadi lonjakan hingga 3.289 anak dalam dua pekan terakhir, termasuk 1.315 korban keracunan massal di Bandung Barat.Â
Terakhir, insiden keracunan 131 siswa di Kecamatan Kadungora, Garut, pada Selasa, 30 September 2025, kemarin, memaksa Pemkab Garut menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus keracunan massal.
Merespons tragedi berulang ini, Pemerintah memang telah memohon maaf.Â
"Kami atas nama pemerintah dan mewakili Badan Gizi Nasional (BGN) memohon maaf karena telah terjadi kembali beberapa kasus di beberapa daerah. Tentu saja ini bukan sesuatu yang kita harapkan dan bukan pula kesengajaan," ujar Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, seperti dilansir Kompas.Id
Namun, alih-alih melakukan moratorium atau penghentian sementara, Presiden Prabowo menegaskan program harus terus berjalan. Klaimnya, kasus keracunan hanyalah bagian yang sangat kecil.Â
"Tiga puluh juta anak dan ibu hamil tiap hari menerima makanan, bahwa ada kekurangan iya, ada keracunan makan iya. Kami hitung dari semua makanan yang keluar penyimpangan, kekurangan, atau kesalahan, itu adalah 0,0017 persen," ujarnya, seperti diberitakan Tempo.co, Senin, 29 September 2025.Â