Catatan ini memecahkan rekor milik atlet Amerika Serikat, Carl Lewis, yang sebelumnya memperoleh 2 emas beruntun pada Olimpiade 1984 dan 1988. Setelah memecahkan rekor tersebut, Bolt pensiun dan tidak akan berpartisipasi dalam Olimpiade Tokyo 2020.
Sebagai catatan, Usain Bolt juga memegang rekor dunia untuk lari 100m dengan catatan yang lebih tinggi daripada rekornya di Olimpiade. Bolt memiliki catatan 9,58 detik atau 0,05 detik lebih cepat dari waktunya di Olimpiade. Catatan itu diukir sang atlet dalam World Championships 2009 di Berlin.
Jelang dimulainya Olimpiade Tokyo, peringkat teratas dunia nomor lomba 100 meter putra versi IAAF saat ini dipegang oleh Justin Gatlin dari Amerika Serikat. Atlet berusia 39 tahun tersebut merupakan peraih medali peraih perunggu Olimpiade London 2012 dan perak pada Olimpiade Rio 2016.
Sayangnya Gatlin tak ikut berlaga di Olimpiade Tokyo, Tim Atletik AS lebih memilih Fred Kelley, Ronnie Baker, dan Tryvon Brommel yang mewakili negaranya di Olimpiade Tokyo 2020.
Keberhasilan Jacobs merebut emas Olimpiade Tokyo menjadi lembaran baru di nomor lari 100m, yang selama ini di dominasi oleh 2 negara tersebut.
Hal ini menjadikan persaingan di  nomor lari 100 menjadi lebih terbuka, apalagi kini jumlah pelari 100m yang menembus waktu di bawah 10 detik semakin banyak jumlahnya tidak lagi di dominasi AS dan Jamaika.
Seperti dilansir BBC.com, menurut penelitian lembaga terkemuka dalam studi ilmu olahraga di Univesitas Loughborough Inggris kombinasi teknologi dan metode latihan berdasarkan sains memiliki peran penting bagi para sprnter agar bisa berlari secepat itu.
Di sisi teknologi peralatan lari, sepatu yang digunakan para sprinter saat ini jauh lebih ringan dari tahun-tahun sebelumnya, bahkan beratnya hanya 150 gram saja.
Salah satu contohnya adalah kolaborasi antara sepatu merek Puma dari Jerman dan tim Formula Satu Mercedes, yang menghasilkan sepatu sprint dengan sol yang terbuat dari serat karbon - bahan yang sama yang digunakan untuk mendesain mobil beberapa pembalap juara dunia Lewis Hamilton.
Lintasan lari juga telah berkembang pesat sejak atlet-atlet elite masa lampau berlari di permukaan tanah liat atau rumput dalam kompetisi.
Lintasan sintetis pertama kali digunakan dalam Olimpiade tahun 1968 di Meksiko, menawarkan perlindungan lebih pada sendi atlet dan memberikan efek loncatan yang akan menghasilkan waktu lebih cepat.