Makanya di awal paragraf pembuka tulisan ini saya mencoba menebak suasana kebatinan para feminis yang selama ini berbusa-busa membela hak-hak perempuan.
Seharusnya mereka gembira, ternyata usaha mereka selama ini berhasil, karena alasan sebagai wanita, Pinangki memperoleh keistimewaan sehingga hukuman atas perbuatan korupnya dikurangi lebih dari setengahnya.
Namun apakah keistimewaan seperti ini yang diharapkan oleh para feminis dan SJW, saya kira tidak. Jika memang gender menjadi salah satu isu dalam menentukan tinggi rendahnya hukuman seharusnya Angelina Sondakh pun mendapat perlakuan yang sama.
Ia malah dihukum lebih berat saat banding dan kasasi di Pengadilan Tinggi dan MA. Di Pengadilan Tipikor Angie di vonis 4,5 tahun penjara, kemudian ia banding, ditingkat banding hakim memperkuat hukumannya.
Tak puas dengan 2 putusan pengadilan tersebut Angie Kasasi ke MA, dan hasilnya kita saksikan sendiri ia diputus 12 tahun penjara, hingga kini Angie masih menjalani hukumannya.
Padahal seperti halnya Pinangki, saat putusan hukumnya Angie memiliki anak yang masih balita, tentu saja ia pun nyesel senyesel-nyeselnya dan jangan lupa ia pun 'wanita'.
Lebih lanjut Angie, bukan aktor utama dalam kasus suap di Kementerian Pemuda dan Olahraga tersebut, sementara Pinangki jika menilik jalannya persidangannya, ia adalah otak dari laku mengakali hukum tersebut.
Pinangki Sirna Malasari juga seorang penegak hukum, seorang Jaksa, yang seharusnya memberikan contoh terhadap tegaknya hukum di Indonesia alih-alih memanipulasi demi kecintaannya pada harta.Â
Seharusnya dengan alasan ini, hukuman Pinangki menjadi lebih berat lagi.
Eh, ini malah hukumannya dikasih diskon, 60 persen pula dengan alasan-alasan yang normatif dan absurd. Ini kok hukum di Indonesia jadi seperti dagelan garing yang tak layak untuk dipertontonkan.Â
Saya berharap Jaksa Penuntut Umum dengan dorongan Jaksa Agung bisa mengajukan Kasasi ke MA atas putusan PT DKI Jakarta ini, agar wibawa hukum masih bisa diharapkan dan menepis anggapan "main mata" antar sesama penegak hukum.