Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moeldoko Polah, Mengapa Jokowi Harus Kepradah?

6 Maret 2021   13:41 Diperbarui: 6 Maret 2021   14:16 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pemerintah lakukan pembiaran jika KLB ilegal terjadi. Pak Jokowi harusnya bisa bertindak, terlalu lembek bela demokrasi. Soal etika hargai mantan Presiden (SBY) yang lakukan kebenaran juga beku hatinya. Jangan salahkan jika mantan Presiden demonstrasi di Istana dengan standar protokol kesehatan," cuit Andi, Jumat (05/03/21)  melalui akun Twitter miliknya @Andiarief

Tak hanya itu Benny K Harman pun menarasikan kalimat serupa yang menggambarkan ada keterlibatan Pemerintah yang berkuasa saat ini, dibalik Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Sibolangit yang disebut oleh Kubu  PD AHY sebagai sebuah kudeta.

"Baca buku ini. Dgn baca buku ini kita jadi mengerti mengapa rezim sekarang membiarkan bahkan mengkawal peserta KLB Partai Demokrat yang jelas2 tidak sejalan dgn konstiusi Partai jalan dgn aman menuju lokasi KLB. Hancur partainya, rusak demokrasinya. Liberte?," cuitnya lewat akun Twitter @BennyHarmanId.

Jika kedua anak buahnya menarasikan keterlibatan pemerintah Jokowi secara gamblang, Susilo Bambang Yudhoyono memilih pernyataan yang implisit khas SBY, meskipun secara terang benderang menuduh ada keterlibatan pemerintah Jokowi atau paling tidak ada pembiaran 

"Saya benar-benar tidak menyangka karena sewaktu selama 10 tahun saya memimpin Indonesia dulu, maupun Partai Demokrat yang saya bina, tidak pernah mengganggu dan merusak partai lain seperti yang kami alami saat ini," ujar SBY dalam pidatonya saat merespon KLB Demokrat di Sibolangit.

Dengan narasi ini SBY memperbandingkan posisinya saat sebagai pemimpin Indonesia dan pemimpin Indonesia saat ini, yang bisa saja diartikan Jokowi terlbat atau paling tidak membiarkan aneksasi PD yang dilakukan Moeldoko atas pesetujuannya.

Ini aneh buat saya kenapa Jokowi terus yang harus disindir, dianggap tahu atau malah dianggap berada dibalik kisruh PD ini.

Sebentar-sebentar Jokowi, ini itu yang di mention Jokowi, kirim surat lah, saya sangat yakin Jokowi tak tahu menahu atas urusan yang dilakukan oleh Moeldoko ini.

Pekerjaan Jokowi sebagai Presiden itu sudah cukup banyak, apalagi kita tengah dalam kesulitan besar memghadapi pandemi Covid-19 yang berimbas pada setiap sektor kehidupan di Indonesia..

Sudahlah Pak SBY dan Mas AHY  atau siapapun kader Demokrat, tak perlu merengek-rengek pada Presiden Jokowi untuk diopeni terus menerus.

Ini baru awal, apalagi nanti jika masalahnya sudah masuk menjadi perkara hukum, setelah PD versi Moeldoko mengajukan  hasil KLB ke Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham).

Dan sepertinya kekisruhan ini akan berujung di pengadilan negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara.

Jika kemudian perkara hukum inj menghasilkan putusan di luar ekspektasi kubu Demokrat AHY atau SBY, ujungnya yang kena pasti Jokowi lagi. 

Untuk menghindari hal tersebut, mereka harus menyadari Jokowi tidak dalam kapasitas untuk ikut campur dalam urusan Demokrat ini

Selain itu, saya pun sangat berharap kepada Moeldoko untuk berkenan melepaskan jabatannya sebagai Kepala Staf Presiden  (KSP).

Kenapa demikian,  karena andai Moeldoko masih menjadi KSP, Jokowi sebagai bosnya akan terseret-seret juga walau bagaimana pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun