Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlukah Kita Membahagiakan Orang Tua?

28 November 2020   10:03 Diperbarui: 28 November 2020   10:09 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai sebuah kata  "Bahagia" dengan berbagai imbuhan yang menyertainya terlihat seperti sebuah kata yang sungguh sederhana.

Namun jangan tanya kerumitannya ketika kata bahagia, kebahagiaan, atau berbahagia sudah memasuki tataran implementasi dalam kehidupan nyata.

Apalagi ternyata rasa bahagia setiap individu itu berbeda-beda pula, tak ada standar operating procedure (SOP) baku, bagaimana seseorang bisa mencapai kebahagiaan.

Dan jika dicermati kebahagiaan yang kerap dirasakan oleh seseorang itu sifatnya temporer. Pagi ini kita bisa saja merasakan kebahagiaan yang tak terhingga.

Namun sangat mungkin disore hari kita akan merasakan kesedihan yang tak berperi karena ada sebuah kejadian yang menyebabkannya 

Kenapa demikian karena pada dasarnya pemahaman manusia tentang kebahagiaan itu lahir dari dalam individunya masing-masing dan sangat dipengaruhi oleh lingkup sosial , hak dan kewajiban, serta tugas dan tanggungjawab yang berbeda-beda.

Definisi bahagia bagi setiap orang itu nisbi, mungkin bagi kaum papa memegang 10 lembar uang bergambar Soekarno-Hatta pecahan Rp.100 ribu itu adalah kebahagiaan yang tak terhingga.

Namun rasa yang sama tak akan dirasakan oleh konglomerat yang memiliki kekayaan hingga triliunan rupiah.

Artinya yaitu tadi kebahagiaan itu rumit dan sangat personal sifatnya. Bahagia buat saya, belum tentu bahagia buat anda.

Bahagia buat anak belum tentu juga menjadi kebahagian bagi orang tua. Kapabilitas untuk membuat bahagia itu sejatinya ada dalam diri masing-masing, karena yang paling tahu diri kita ya kita sendiri.

Lantas apa bisa kita membahagiakan orang lain, padahal kita tak pernah tahu persis apa yang membuat orang lain itu bahagia.

Kita hanya menebak-nebak atau hanya "merasa tahu " saja apa yang bisa membuat orang lain itu bahagia. Karena kita sebenarnya tak pernah tahu persis apa yang ada di hati dan pikiran orang lain itu.

Maksud saya orang lain disini adalah seseorang diluar diri kita, walaupun itu orang tua kita, individu yang bagi sebagian besar manusia adalah orang terdekatnya.

Nah dengan dasar pemikiran itu terlintas dalam pikiran saya.

Haruskah atau perlukah,  kita membahagiakan orang tua kita?

Emang kita tahu apa yang bisa membuat mereka bahagia?

Dus, emangnya mereka tak memiliki kapabilitas untuk membuat diri mereka sendiri bahagia?

Bagi saya, rasa ingin membahagiakan orang tua itu lahir dari rasa sesal saya karena pernah banyak sekali menyusahkan mereka.

Tapi ketika saya mencoba memaksakan ukuran kebahagiaan saya pada orang tua  itu menjadi aneh, karena bisa saja itu semata hanya keinginan saya bukan keinginan orang tua.

Sangat mungkin kebahagiaan versi orang tua itu berbeda dengan kebahagiaan versi anaknya. Lantas jika asumsinya seperti itu haruskah kita memaksakan diri mencoba membahagiakan orang tua kita dengan mengorbankan kebahagiaan kita sendiri?

Orang tua dan anaknya itu adalah manusia biasa yang memiliki kemampuan untuk membahagiakan diri masing-masing. Dengan cara dan pemahaman tentang kebahagiaan yang berbeda-beda.  

Contohnya, letika kecil dulu saat kita lagi asyik main, tiba-tiba orang tua kita menyuruh kita belajar. Alasannya dengan belajar kita akan jadi pintar, dengan pintar kita bisa meraih kebahagian dalam versi orang tua, tapi apakah kita saat itu merasa bahagia dus apakah hasil belajar itu sekarang kita juga bahagia, belum tentu juga.

Jadi ketika kita sebagai seorang anak seperti mengharuskan diri untuk membahagiakan orang tua. Apakah kita sudah yakin atau bertanya pada orang tua kita, kebahagiaan versi mereka itu seperti apa?

Jangan-jangan kita sebagai seorang anak kege-eran aja mampu membahagiakan orang tua dengan versi kita. Padahal selama hidupnya orang tua kita, sebelum dan sesudah kita dilahirkan, orang tua ya  mengalami juga masa-masa bahagia tanpa andil kita sebagai anaknya.

Alangkah lebih baiknya sebelum kita berniat baik membahagiakan orang tua, kita mencoba bahagia dengan diri kita sendiri terlebih dahulu.

Jangan sampai niat baik kita membahagiakan orang tua menjadi manifestasi dari  ketidakpuasan kita terhadap diri sendiri, dan mencoba menebusnya dengan membahagiakan orang tua.

Satu hal lagi, belum tentu juga jika kita mendapati orang tua bersedih itu sumber kesedihannya diakibatkan karena kita sebagai anak gagal membahagiakannya.

Kita semua pantas bahagia, termasuk orang tua kita. Mari kita sama-sama berbakti dan menghormati orang tua kita masing-masing.

Tapi ingat sekali lagi, tak perlu juga menyalahkan diri sendiri  andai orang tua tak merasa bahagia karena berbagai alasan.

Bukan semata-mata tanggungjawab kita sebagai seorang anak  untuk menebus rasa ketidakbahagiaan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun