Mohon tunggu...
Ferryan
Ferryan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang yang suka belajar banyak hal

Pemuda yang suka traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keterlibatan Media Massa Dalam Kebebasan Beropini di Indonesia

19 Juni 2021   22:27 Diperbarui: 19 Juni 2021   23:11 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dilansir dari Kompas.com, Seorang Mantan Pimpinan Redaksi Banjarhits, Diananta Putera Sumedi telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Negeri Kotabaru, Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Karena dianggap melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disebabkan penayanganan berita berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel'. Akibat pemberitaan ini dugaan penyerobotan lahan itu,  Diananta dijatuhi hukuman penjara selama 115 hari. Majelis hakim menilai karya jurnalistik Diananta menyinggung SARA dan melanggar kode etik. Selain itu, laman website Banjarhits dianggap tidak memiliki badan hukum. Majelis hakim menilai Diananta terbukti kuat bersalah karena dengan sengaja dan tanpa hak atau izin menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu yang berkaitan dengan suku, agama, ras, dan antar golongan. Ini sesuai pasal 28 UU ITE Ayat 2 yang berbunyi setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Menanggapi vonis majelis hakim kepadanya, Diananta merasa kecewa karena merasa kasusnya telah berakhir di Dewan Pers. "Ini menjadi hal buruk bagi kebebasan pers," kata Diananta. Diananta masih mempertimbangkan langkah hukum yang akan diambil setelah vonis dijatuhkan. Apakah akan menempuh banding di Pengadilan Tinggi Provinsi Kalimantan selatan atau menerima putusan hakim. Majelis hakim memberi waktu tujuh hari. Diananta mengucapkan apresiasi sebanyak-banyaknya atas solidaritas jurnalis, aktivis, dan segenap pihak yang telah mendukungnya dari awal kasus terjadi. "Kesadaran serta solidaritas kolektif dari kawan-kawan membuat semangat saya di situasi sulit seperti ini," ujarnya. Diananta telah dipenjara selama 3 bulan 6 hari sejak 4 Mei 2020 lalu atau sehari setelah Hari Kebebasan Pers Internasional terjadi. Menurut Ade Wahyudin selaku kuasa hukum Diananta dari LBH Pers mengatakan bahwa "Putusan ini bukan hanya soal Diananta, tapi juga soal kebebasan pers di Indonesia. Dan hari ini akan tercatat sebagai hari kelam bagi kebebasan pers di Indonesia,". Melihat vonis Diananta yang hampir sama dengan masa penahanan yang tellah dijalani, Ade menilai ada keraguan pada pihak majelis hakim. Bujino A Salan, Kuasa Hukum Diananta yang lain, mengatakan berdasarkan keterangan ahli pidana dan pers yang sempat dihadirkan dalam persidangan, unsur yang didakwakan tidak bisa terpenuhi karena Diananta adalah seorang jurnalis yang mana menurutnya "Seorang jurnalis mempunyai hak dan legal standing. Untuk itu profesi ini diakui oleh Dewan Pers," ungkap beliau. Kronologi Kasus Diananta atau Nanta yang ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian jadi terdakwa di Pengadilan Negri Kotabaru sebab beritanya yang berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel'. Konten ini telah diunggah melalui laman website Banjarhits.id, pada 9 November 2019 lalu. Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Republik Indonesia. Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggap bermuatan sentimen kesukuan atau SARA. Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman mendatangi Sekretariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis tanggal 9 Januari 2020 lalu untuk menjalani proses klarifikasi. Dewan Pers kemudian mengeluarkan surat Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang mewajibkan Banjarhits untuk melayani hak jawab dari pengadu. PPR yang diterbitkan Dewan Pers pada 5 Februari 2020. Merujuk kepada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang penanganan sengketa pers, maka PPR tersebut telah menyelesaikan terkait semua masalah. Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan persoalan versi pengadu telah diberikan.

Kasus seperti ini memberikan pandangan bagi kita semua serta menambah wawasan mengenai Peranan Media Massa Dalam Perpolitikan di Indonesia. Sebagai manusia yang selalu tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan dalam segi ilmu pengetahuan maupun materi. mengharapkan adanya kritik dan saran terhadap hasil penelitian ini. Menurut saya ada beberapa hal yang perlu dilakukan terkait PERS yaitu:

1. Bagi jurnalis diperlukan menjunjung tinggi UU pokok pers, kode etik jurnalistik dan etika pers di Indonesia

2. Diperlukannya pengetahuan dan penerapan secara objektif bagi jurnalis agar dapat memberitakan fakta dan berita dengan realitas secara berimbang.

3. Perlu adanya pemahaman kepada masyarakat untuk tidak menerima informasi yang disajikan media massa secara total tanpa disaring terlebih dahulu atau cepat percaya mengenai kebenaran suatu kejadian maupun peristiwa yang disajikan oleh media.

4. Kedua belah pihak media saling melakukan pembenaran dalam penyajian berita serta melakukan pembelokan fakta peristiwa sesuai realita yang terjadi dengan melakukan sorotan dan penekanan pada beberapa aspek tertentu.

5. Untuk masyarakat diharapkan lebih peduli dan sadar mengenai pentingnya pers media massa yang berkualitas karena masyarakat yang memegang kendali atas kehidupan pers. Apabila masyarakat masih tidak peduli akan pelanggaran-pelanggaran kode etik jurnalistik yang terjadi, dikhawatirkan pelanggaran akan terus terjadi dan berdampak kepada masyarakat sendiri. Karena, Pihak pers tidak dapat sepenuhnya mengontrol atau menangani semua konten di seluruh media Indonesia.

Maka dari itu, gunakanlah fasilitas pengaduan yang disediakan Dewan Pers untuk mengadukan pelanggaran kode etik jurnalistik yang ada. Kebebasan Dewan pers dan posisinya sebagai pengendali sosial tidak dapat diremehkan. Seperti yang kita tahu Pers adalah cara atau wadah bentuk penyaluran pernyataan kesadaran isi pikiran manusia melalui media massa yang keberadaannya disebabkan oleh kemajuan kebudayaan sosial baik di Indonesia maupun negara lain. Dan juga setiap Undang-Undang Dasar Negara telah dicantumkan kemerdekaan pers, namun dalam pelaksanaan kegiatannya berbeda-beda sesuai dengan sistem politik negara tersebut. Pers pada umumnya telah berusaha untuk hidup ditengah pasang surut perkembangan masyarakat luas di Indonesia. Dalam negara demokrasi seperti negar Indonesia ini, peran pers tentu sangat dibutuhkan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power oleh penyelenggara kekuasaan negara Indonesia. Karena telah memiliki tugas untuk mengawasi serta mengontrol kinerja pemerintah, jadi pers haruslah berdiri secara independen yang bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun, termasuk pengaruh kekuasaan pemilik media dan pemerintah.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurracman Surjomiharjo, Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara, 2002. [Access 19 Juni 2021]

Edward C. Smith, Sejarah Pembredelan Pers di Indonesia, Jakarta: Grafiti Pers, 1983. [Access 19 Juni 2021]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun