Mohon tunggu...
Feriska ruri
Feriska ruri Mohon Tunggu... mahasiswa

Seorang mahasiswa di Program Studi Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup Bahagia Bukan Takdir, Tapi Hasil Perbuatan dan Kepemimpinan yang Benar

3 Oktober 2025   19:38 Diperbarui: 3 Oktober 2025   19:38 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Siapa yang tidak ingin hidup bahagia? Pertanyaan sederhana ini mungkin terdengar klise, tetapi jawabannya selalu sama: semua orang menginginkannya. Namun, pertanyaan berikutnya jauh lebih penting: dari mana sebenarnya kebahagiaan itu berasal? Apakah ia datang secara kebetulan, atau merupakan buah dari tindakan yang kita lakukan?

Dalam pandangan ajaran Hindu, kebahagiaan bukanlah hadiah yang tiba-tiba jatuh dari langit. Ia adalah hasil dari rangkaian sebab dan akibat yang kita ciptakan sendiri inilah yang disebut hukum karmaphala. Lebih dari itu, kebahagiaan tidak hanya lahir dari upaya pribadi, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan sosial yang dikelola oleh pemimpin dan pemerintah sebagai penentu arah kehidupan masyarakat.

Hukum Karmaphala: Hidup adalah Cermin dari Perbuatan

Bayangkan hidup seperti ladang yang kita tanami. Apa yang kita tuai sepenuhnya tergantung pada apa yang kita tanam. Itulah esensi dari karmaphala hukum sebab-akibat yang mengajarkan bahwa setiap tindakan manusia akan membuahkan hasil sesuai dengan sifatnya. Perbuatan baik akan membawa kebahagiaan, sedangkan perbuatan buruk akan menimbulkan penderitaan.

Dalam ajaran Hindu, karmaphala terbagi menjadi tiga jenis:

  • Sancita Karmaphala: hasil dari perbuatan masa lalu yang belum kita rasakan.
  • Parabdha Karmaphala: hasil dari perbuatan masa lalu yang kita nikmati sekarang.
  • Kryamana Karmaphala: hasil dari perbuatan masa kini yang akan kita rasakan di masa depan.

Setiap tindakan, baik secara fisik (melalui perbuatan nyata), mental (melalui pikiran), maupun spiritual (melibatkan jiwa), akan membentuk jalan hidup kita. Pertanyaannya, tindakan seperti apa yang ingin kita hasilkan sebagai buah kehidupan?

Karma Menentukan Kebahagiaan: Jalan Hidup yang Kita Pilih Sendiri

Sering kali kita mengira kebahagiaan tergantung pada nasib. Padahal, ajaran Hindu menyebutkan bahwa kebahagiaan adalah hasil dari sat karma perbuatan benar dan suci yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan kata lain, kita sendirilah yang memegang kendali atas kebahagiaan kita.

Sat karma mencakup lima nilai utama yang menjadi fondasi kehidupan harmonis:

  • Satya: kejujuran dalam pikiran, ucapan, dan tindakan.
  • Dharma: melaksanakan kewajiban dan kebajikan dengan penuh tanggung jawab.
  • Prema: menunjukkan kasih sayang tanpa pamrih.
  • Santhi: menciptakan kedamaian dan ketenangan.
  • Ahimsa: tidak menyakiti makhluk lain, baik secara pikiran, ucapan, maupun tindakan.

Nilai-nilai ini bukan sekadar ajaran moral. Ketika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, ia menjadi jalan yang menuntun kita menuju kebahagiaan sejati kebahagiaan yang tidak tergantung pada kondisi luar, tetapi tumbuh dari dalam diri.

Guru Wisesa: Pemerintah Sebagai Penentu Kebahagiaan Sosial

Namun, mari kita jujur. Apakah kebahagiaan bisa tercapai hanya dengan usaha pribadi? Jawabannya: tidak sepenuhnya. Faktor eksternal, terutama peran pemerintah, juga memiliki pengaruh besar terhadap kesejahteraan masyarakat.

Dalam ajaran Hindu, pemerintah disebut Guru Wisesa guru kehidupan yang bertugas memimpin, melindungi, dan menyejahterakan rakyatnya. Pemerintah tidak sekadar pembuat aturan, melainkan pengatur tatanan sosial yang menentukan apakah masyarakat dapat hidup bahagia atau tidak.

Peran pemerintah mencakup berbagai aspek penting, seperti:

  • Pendidikan: memberikan akses ilmu pengetahuan yang merata.
  • Sosial dan Ekonomi: menciptakan kebijakan yang adil dan berpihak kepada rakyat.
  • Lingkungan: menjaga kelestarian alam demi kehidupan berkelanjutan.
  • Spiritual: mendukung kegiatan keagamaan dan menyediakan fasilitas ibadah.

Jika semua itu dijalankan dengan sungguh-sungguh, pemerintah bukan hanya menjadi penguasa, tetapi juga menjadi mitra rakyat dalam perjalanan menuju kebahagiaan.

Asta Brata: Delapan Jalan Kepemimpinan yang Ideal

Lalu, seperti apa pemimpin yang mampu menjalankan peran sebagai Guru Wisesa dengan baik? Jawabannya ada dalam ajaran Asta Brata, delapan sifat kepemimpinan yang menjadi teladan bagi para pemimpin dalam memimpin rakyatnya.

Sifat-sifat tersebut adalah:

  • Indra Brata: membawa kemakmuran.
  • Yama Brata: menegakkan keadilan.
  • Surya Brata: memberi penerangan melalui pendidikan.
  • Candra Brata: bersikap lembut dan empati.
  • Bayu Brata: memahami kebutuhan rakyat.
  • Baruna Brata: menyelesaikan masalah dengan bijak.
  • Agni Brata: berani mengambil keputusan.
  • Kwera Brata: bijak dalam mengelola sumber daya.

Bayangkan jika semua pemimpin di negeri ini meneladani delapan sifat tersebut. Kebijakan akan berpihak pada rakyat, hukum akan ditegakkan dengan adil, pendidikan akan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, dan kebahagiaan bukan lagi mimpi.

Kita sering mencari kebahagiaan ke luar diri kita pada materi, status sosial, atau pengakuan orang lain. Padahal, ajaran karmaphala mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam: dari tindakan, nilai, dan pilihan yang kita ambil setiap hari. Namun, tanggung jawab itu tidak hanya ada di pundak individu. Pemerintah sebagai Guru Wisesa memiliki peran besar dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan masyarakat hidup bahagia. Jika pemimpin mampu meneladani nilai-nilai Asta Brata, maka kebahagiaan bukan hanya cita-cita pribadi, tetapi menjadi kenyataan kolektif. Jadi, pertanyaannya sekarang bukan lagi "Apakah kebahagiaan itu ada?", melainkan "Apakah kita sudah menanam benihnya melalui perbuatan dan kepemimpinan yang benar?"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun