Mohon tunggu...
Ferika Sandra
Ferika Sandra Mohon Tunggu... Penulis - Mahasantri Kontemporer

Saat ini sedang dalam masa inkubasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang - Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Tambal Sulam Aspal Jalanan

15 Februari 2020   00:57 Diperbarui: 15 Februari 2020   01:15 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titik longsor di Afdeling Pager Gunung, Jalur Lintas Selatan (JLS) yang rencananya menghubungkan Banyuwangi dan Jember. (Foto. Ferika/kompasiana.com)

Beberapa waktu lalu Presiden RI Joko Widodo melalui media sosial Instagramnya memuji sosok Arvila Delitriana atas salah satu karyanya, Jembatan Lengkung Bentang Panjang (Long Span) untuk proyek Light Rapid Transit (LRT) di Kuningan, Jakarta Selatan. Jembatan sepanjang 148 meter dengan radius lengkung 115 meter ini menggunakan material beton seberat 9.688,8 ton.

Jembatan karya Arvila itu meraih dua penghargaan dari Museum Rekor Indonesia sebagai jembatan kereta boks beton dengan bentang terpanjang dan radius terkecil di Indonesia serta jembatan dengan pembebanan axial static loding test pada pondasi bored pile dengan beban terbesar di Indonesia.

Tentu prestasi tersebut banyak menuai apresiasi dan pujian dari pelbagai kalangan utamanya ahli kontruksi dari dalam maupun luar negeri. Bagaimana tidak, diawal pembangunan jembatan lengkung tersebut Arvila sempat dianggap tidak akan mampu merealisasikan proyeknya. Tapi semua berubah tatkala ia mampu membuktikan dengan segala perhitungan yang matang.

Nama Arvila tentunya bukan satu-satunya yang mengharumkan nama Indonesia dikancah dunia lewat idenya dibidang konstruksi. Pada zaman orde baru nama Tjokorda Raka Sukawati dengan temuannya teknik sosrobahu juga sempat mengejutkan dunia. Hal itu berimbas pada hak patennya yang kini banyak digunakan dibanyak negara lain.

Teknik sosrobahu merupakan teknik konstruksi yang digunakan terutama untuk memutar bahu lengan beton jalan layang. Walakin dengan teknik ini, lengan jalan layang diletakkan sejajar dengan jalan di bawahnya, dan kemudian diputar 90 sehingga pembangunannya tidak mengganggu arus lalu lintas jalan di bawahnya.

Ragam Masalah
Di tengah banyaknya apresiasi tentang temuan-temuan anak negeri di bidang konstruksi. Penulis justru tergelitik lantaran beragam permasalahan juga banyak muncul berkait insfrastruktur utamanya konstruksi jalan raya. Bagaimana tidak, hampir disetiap daerah di Indonesia sering dijumpai keluhan kerusakan jalan raya.

Jika di luar negeri kontruksi jalan raya bisa ditentukan kekuatannya hingga puluhan tahun kedepan. Akan berbanding terbalik jika di Indonesia, konstruksi jalan raya ditentukan oleh beragam masalah yang berpotensi merusaknya. Ancamannya pun beragam, mulai kelebihan muatan hingga kualitas proyek yang tidak sesuai aturan spesifikasi.

Sebut saja beberapa proyek insfratruktur jalan tol yang dikebut pembangunannya beberapa tahun terakhir. Namun tidak sedikit setelah digunakan beberapa ruas tol mengalami amblas atau kerusakan. Seperti yang sering menimpa Tol Cikampek, Purwakarta, Padalarang (Cipularang). Kejadian serupa juga terjadi pada Tol Pemalang, Batang serta Tol Salatiga, Kartasura.

Bandingkan dengan Tol Jakarta, Bogor Ciawi (Jagorawi) yang pengerjaannya relatif lebih lama namun dengan kualitas luar biasa. Bahkan memasuki usianya yang hampir setengah abad,kondisi jalannyapun kini masih prima. Tol yang dibangun dengan kontraktor utama dari Hyundai, Korea Selatan, mulai dikerjakan 1973 dan selesai dibangun pada 1978.

Tidak hanya proyek tol saja, dekat tempat penulis tinggal di Afdeling Kalitajem Desa Karangharjo Kecamatan Glenmore Banyuwangi juga tak jauh berbeda. Setelah pembangunan Jalan Lintas Selatan (JLS) dari ruas jalan raya Glenmore menuju Puger Jember pembangunan jalan sesi pertama terhenti di Wisata Desa Kakao.

Medio 2018 upaya penambahan lintasan sepanjang 2,5 kilometer dilakukan hingga sampai di Afdeling Pagergunung Desa Karangharjo Kecamatan Glenmore. Masih butuh sekitar 12 Kilometer lagi untuk bisa menembuskan jalur sampai ke Jember. Namun prosesnya hingga kini masih terus diupayakan.

Nahasnya, 2,5 kilometer jalur lintasan yang terakhir dibangun kondisinya memprihatinkan. Beberapa ruas jalan mengalami amblas, sementara tebing yang berada disisi kiri dan kanan jalan beberapa titik juga ditemukan potensi longsoran yang cukup membahayakan. Padahal kondisi jalur tersebut belum masif dilalui kendaraan yang melintas.

Tentu hal itu menjadi ironi lantaran usia konstruksi yang tak cukup panjang. Meski penulis tidak menafikan topografi lahan yang dibangun memang cukup menyulitkan lantaran memiliki kontur perbukitan. Pun hal itu seharusnya sudah dilakukan kajian sebelum proyek konstruksi dilaksanakan.

Upaya Tegas
Pengamatan penulis tidak hanya jalan yang baru dibangun saja yang mengalami kerusakan. Jalur yang sudah lama menjadi tumpuan waga Banyuwangi Selatan penghubung dengan wilayah Jember juga tak jauh berbeda. Tepatnya diwilayah Gumitir, ruas jalan yang mengalami kerusakan hanya dilakukan tambal sulam saja.

Ironisnya tambal sulam yang dilakukan tidak sedikit yang hanya menambahkan aspal baru ke median jalan yang berlubang. Sehingga bekas perbaikan malah membuat tinggi permukaan memiliki beda ketinggian yang justru membahayakan pengguna jalan melintas dijalur itu.

Idealnya memang harus ada upaya penindakan tegas oleh pemangku kebijakan guna membenahi segala aspek yang dilakukan oleh kontraktor jika tidak sesuai prosedural. Selain itu pihak kontraktor juga perlu diberikan beban tanggungan perbaikan jika jalan mengalami kerusakan sebelum masa waktu yang sudah ditentukan dalam perjanjian.

Ilmu konstruksi merupakan ilmu pasti yang bisa dihitung berapa kuat bangunan dan usianya bisa bertahan. Jangan hanya karena mengejar target waktu ataupun keuntungan semata justru membuat kepentingan masyarakat menjadi terkendala. Kedepan, seiring banyaknya temuan anak negeri, bisa dibarengi juga dengan dukungan kejujuran berbagai pihak.

Sebab tidak hanya konstruksi saja yang dititik beratkan untuk pembenahan, sarana transportasi dalam hal ini truk pengangkut barang juga perlu digerakan untuk memuat barang sesuai dengan aturan. Alasannya tak sedikit truk yang mengangkut melebihi ambang batas yang ditentukan juga menjadi penyumbang kerusakan jalan.

Akhirukalam, perkembangan apapun baik teknologi maupun literasi perlu disyukuri. Serta segala yang mengiringinya perlu disakati, upaya-upaya nyata itu diharabkan bisa menjadi jalan untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik kedepan dalam segala hal. Wallahu A'lam Bish Shawabi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun