Mohon tunggu...
𝔽𝕖𝕟𝕕𝕣𝕒 ℝ𝕖𝕤𝕥𝕪𝕒𝕨𝕒𝕟
𝔽𝕖𝕟𝕕𝕣𝕒 ℝ𝕖𝕤𝕥𝕪𝕒𝕨𝕒𝕟 Mohon Tunggu... Guru - Ilmuwan

Suka nulis² yang ndak penting nyambi mulang siswa² yatim.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Modin

23 November 2020   14:45 Diperbarui: 23 November 2020   15:02 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"stop, berhenti ojo diterusno!"

"mandeg!".

"hei mas, berhenti disitu jangan kau teruskan laju mobilmu".

Gemericik hujan menemani suara teriakan warga yang sedang memportal jalan untuk menghadang kehadiran jenazah sueb. Ia warga asli desa setempat. Rumahnya berada diujung prapatan  jalan monginsidi.

Sejumlah keluarga yang turut mengantar jenazah ikut gemetaran. Pasalnya warga yang menghadang dijalan tersebut tak hanya tangan kosong, melainkan ada yang membawa bading, kayu bahkan paving pun dibawa. Sedapatnya apa yang dijalan mereka gunakan untuk senjata jika keluarga sueb nekat menguburkan di makam desa setempat.

Agung si anak sulung yang kebetulan duduk disamping supir ambulance matanya terlihat memerah. Takut mengambil sikap campur bingung. Tak ayal memang, kebingungan agung menjadi-jadi karena ibu nya menangis dibarengi pingsan.

"buk, bangun buk!"

"ibuk, bangun ibuk!"

"mas ibuk mas, gimana ini?"

Teriakan adiknya membuyarkan lamunan agung yang dari tadi melihat warga yang tak sedikitpun ada niat untuk membuka portal.

"tri, telfon mbak mu, dia sampai mana?", pinta agung yang tidak jadi membuka kunci jendela mobil yang hampir saja ia turun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun