Judul Buku: Janji
Pengarang: Tere Liye
Penerbit: Sabak Grip Nusantara
Cetakan: 2021
Tebal Halaman: 488 halaman
Harga Buku: Rp89.000
   Â
Nama Tere Liye sudah tidak asing di telinga para pembaca buku khususnya novel Indonesia. Lahir dengan nama asli Darwis, pada tanggal 21 Mei 1979 merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Tere Liye sudah menulis 50 bahkan lebih buku dengan jenis genre beragam. Tere Liye bersekolah di SDN 2 Kikim Timur Sumatera Selatan, SMPN 2 Kikim Sumatera Selatan, dan SMAN 9 Bandar Lampung. Lalu merantau melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Novel yang merupakan karya Tere Liye ke 48 ini berjudul Janji. Yang mana menceritakan tentang banyak hal. Tidak hanya fokus pada bagian keagamaan namun juga sisi kehidupan gelap malam dan keadaan dalam penjara. Cerita dibuka dengan kedatangan seorang "tamu agung" ke sekolah agama yang mempunyai ribuan murid. Semua berjalan lancar, tamu agung dan rombongan bahkan sudah pulang. Namun Buya selaku pemimpin sekolah agama itu memanggil tiga anak, yang ternyata sering melakukan hal-hal nakal termasuk usil pada tamu agung yang tadi datang. Tiga anak itu bernama Hasan, Baso, dan Kaharuddin.
Kemudian sosok Buya membuat tiga anak itu mengakui perbuatan mereka, lalu setelahnya menceritakan tentang anak yang jauh lebih nakal dibanding tiga anak itu, yang mana sudah keluar dari sekolah itu sekitar 40 tahun lalu. Nama anak itu adalah Bahar, seorang anak yatim piatu sejak lahir dan diantarkan ke sekolah agama oleh neneknya karena sudah tidak sanggup mengatasi kenakalan Bahar. Diceritakan Bahar yang suka berjudi, mengadu ayam, bahkan sering bermabuk ria saat mendapat kesempatan kabur dari sekolah agama tersebut. Semua perilaku Bahar saat itu membuat semua guru menyerah mendidiknya, tapi tidak dengan ayah dari Buya yang saat itu masih memimpin sekolah. Ayah Buya memang belum pernah menyerah ataupun mengeluarkan murid, sampai suatu ketika terjadi sebuah kejadian besar yang memakan korban. Dan pelaku di balik kejadian itu  adalah Bahar. Di situlah ayah dari Buya akhirnya menyerah, beliau membiarkan Bahar keluar dari sekolah agama tersebut.
Waktu berjalan Ayah Buya beberapa kali memimpikan seorang Bahar, di mimpinya saat beliau berada di tengah-tengah gurun pasir yang mana seperti sebuah halte, tempat pemberhentian sementara. Banyak sekali orang di sana, Ayah Buya melihat orang-orang dengan baju compang-camping dan membawa beban yang sangat berat di pundak. Â Hanya sebagian orang yang tidak membawa apapun bahkan ada yang naik pedati. Ayah Buya bertanya apakah boleh menaiki pedati, namun hanya mendapat gelengan galak dari sang penjaga tempat. Sampai akhirnya muncul kendaraan yang melayang di udara dan sangat indah dipandang. Tiba-tiba kendaraan itu berhenti di dekat Ayah Buya dan seseorang dari keluar dari kendaraan itu, mengajak Ayah Buya naik kendaraan tersebut, dan orang itu adalah Bahar dengan wajah bersih serta pakaian terbaik.