Pada Rabu malam 17 Januari lalu, memang saya sempat sekilas menonton acara debat (yang sebenarnya bukan debat karena tidak ada argumentasi melainkan pure paparan gagasan) dari masing-masing Capres yang saat itu mengikutsertakan Cawapresnya sekalipun yang saya sempat lihat sekilas Capres saja yang akan bicara mengenai Visi-Misi mereka serta Komitmen mereka dalam Memberantas Korupsi spesifik didepan para Panelis yaitu Komisioner KPK dan para Pegiat Antikorupsi yang hadir di Gedung KPK malam itu. Mengutip dari Siaran Pers KPK, sebelum acara dimulai Ketua KPK Nawawi Pomalango merinci berbagai tantangan capaian KPK melalui pendekatan strategi pendidikan, pencegahan, dan penindakan atau yang dikenal dengan Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi. Selain itu Nawawi juga mengingatkan tentang ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). "Konvensi ini merupakan satu-satunya instrumen universal yang mengikat secara hukum untuk pemberantasan korupsi di dunia. Pengesahan konvensi merupakan kulminasi dari komitmen bersama komunitas internasional untuk memberantas fenomena korupsi di dunia". Diteruskan pula oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang mengungkapkan berbagai kebutuhan kebijakan strategis dalam pemberantasan korupsi di Indonesia ke depannya. "Untuk mendukung pemberantasan korupsi yang lebih efektif maka dibutuhkan dukungan regulasi diantaranya melalui pengesahan RUU Perampasan Aset dan aturan turunannya, pembatasan transaksi uang kartal, serta Pengaturan Konflik Kepentingan,"
Intinya jika yang saya ikuti dalam acara ini mereka benar-benar tawarkan apa saja yang menjadi gagasan dan juga solusi dalam hal memastikan pemberantasan korupsi itu berjalan secara maksimal dimana hal ini memang sudah mendarah daging baik dari sisi sistemik maupun kelembagaan bahkan dari proses pencegahan yang dirasa memang sangatlah penting. Karena kita juga menganut bahwa mencegah lebih baik daripada mengobati. Dimana memang telah dilaporkan secara gamblang bagaimana kinerja KPK sebagai agen dari pemberantasan korupsi sejak awal Reformasi hingga saat ini dan memang terus terang harus perlu diurai secara maksimal bagaimana korelasi dan relevansi kepemimpinan Eksekutif untuk punya inisiatif sebagai dirigen atas segala orkestrasi tindakan mencegah dan mengobati rasuah tersebut. Apalagi yang menarik adalah disinggung beragam regulasi yang masih saja menjadi hambatan seperti UU Perampasan Aset, sampai nanti UU Pembatasan Uang Kartal, atau bahkan Implementasi UU KPK yang disatu sisi diharapkan menjawab pertanyaan dinamika masa depan yang seringkali permainan korupsi selalu dilandasi banyaknya cara, disis lain justru malah condong melemahkan KPK menurut para pegiat Antikorupsi tersebut. Sesuai dengan temanya yaitu PAKU yaitu Peningkatan Integritas dan Akuntabilitas itu dirasa memang harga mati bagi setiap landasan pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut. Karena korupsi adalah soal moral dan budaya dimana semua negara memerangi ini, Indonesia harus menjadi salah satu pionir mengingat jelas sekali kita banyak tertinggal dalam momentum pembangunan sosial-ekonomi yang jelas sekali oleh karena peranan dari perilaku koruptif yang telah mengakar dari atas sampai kebawah. Sehingga dimanakah letak kepercayaan tersebut dan hal tersebut tentu menjadi sebuah kemewahan dari Negara itu utamanya Institusi Pelayanan Publik.Â
Berdasarkan apa yang digagas oleh para Capres. Semisal kita mulai dari Anies Baswedan yang saya tangkap bahwa ia menyoroti bahwa integritas adalah budaya para pendiri Bangsa dimana disinggung soal sejarah kesederhanaan para pendiri negeri yang notabene lebih mementingkan potensi gagasan kebaikan bersama dibanding keuntungan pribadi. Sehingga keteladanan harus dibangun dan berkorelasi pada independensi dimana Revisi UU KPK dan rekrutmen harus dinyatakan pada standar etika tertinggi. Dimana berimbas pada perubahan orientasi cara kerja bukan untuk mencari materi melainkan harus pada kemampuan menciptakan keadilan dan ketegasan terhadap penyelewengan. Disamping karena ini sebuah kejahatan yang sistemik maka harus ada masyarakat yang mengawasi dan proaktif sehingga perlu sebuah reward yang serius memastikan korupsi bisa disoroti, ditangani dengan maksimal. Dimana gagasan besarnya adalah Anies menyoroti kasus di DKI yang nihil bahkan mendapatkan penghargaan KPK. Disisi lain, di Pusat sendiri banyak kasus korupsi yang semakin lemah karena UU yang baru, sehingga perlu ada ketegasan pula terhadap pelaku politik di trias politika untuk tidak saling intervensi dan KPK bebas atas itu, sehingga siapapun harus ditindak dan dari aktor politik juga harus diatur maka demikian UU Pendanaan Parpol adalah solusi bagaimana memastikan proses kaderisasi tidak transaksional yang bermuara pada perilaku manipulatif di lingkup kekuasaan siapapun yang berkuasa.
Selanjutnya adalah soal gagasan dari Capres nomor urut 2 yaitu Prabowo Subianto yang banyak menceritakan bahwa korupsi adalah persoalan moral dimana akarnya melalui orientasi kualitas hidup yang dirasa penuh atas ketimpangan. Ketimpangan antara si kaya dan si miskin dimana kondisi ekonomi yang ada membuat ketamakan dimana seharusnya orang bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab namun kini malah berjuang mencari keuntungan pribadi. Sehingga perekonomian stabil maka para penyelenggara negara harus dihargai dengan memastikan pemuliaan atas jabatan dan tanggungjawab mereka mengingat mereka akan berhadapan pada situasi yang sulit manakala menghadapi kontrak-kontrak proyek yang besar. Seharusnya jika mereka serius mengabdi maka mereka tidak silap mata pada besaran persenan yang akan mereka dapat. Sebaliknya justru mereka akan serius bekerja dan tegas terhadap segala bentuk kekeliruan. Maka konkritnya perlu ada peningkatan gaji dan tunjangan ASN disamping khususnya penegak hukum dan penegak keadilan. Dimana Prabowo juga sejalan dengan Anies yang mana perlu keteladanan dan ada pendidikan dimana ada kesepahaman soal pendidikan anti korupsi dalam kurikulum sejak dini untuk berlaku jujur. Jika sudah ada pendidikan maka lahirlah komitmen dimana relasi kuasa bisa menciptakan gagasan political will untuk berlaku lurus dan menjadi sebuah kesepakatan dasar bahwa sumber daya manusia itu berlaku secara lurus dalam apapun itu pekerjaan mereka.
Terakhir adalah kesepandangan dari seorang Ganjar Pranowo nomor urut 3 yang menjelaskan perkembangan anti korupsi yang berbanding lurus dengan perkembangan cara korupsinya yang sudah lebih modern. Sehingga perlunya komitmen untuk bisa berinovasi dalam membangun ekosistem yang berintegritas, yaitu dengan mengedepankan digitalisasi sistem pemerintahan dan birokrasi baik dari perencanaan sampai pada penganggaran yang super transparan dimana kewajiban bagi semua penyelenggaran negara untuk transparan melaporkan sebagaimana juga mereka disumpah dan wajib update laporan harta kekayaan mereka kepada KPK. Begitu juga transaksi yang timbul sehari-harinya yang mana jika ada kecurigaan tidak main-main untuk diusut berapapun itu, karena ini merupakan efek kejut yang sangat optimal yang mana penyelenggara negara harus dibuka seluas-luasnya segala gerak gerik maupun apapun yang memperkaya diri mereka bisa dipertanggungjawabkan supaya tentunya mereka juga urung dalam berbuat sesuatu. Karena, jika mereka melaporkan sesuatunya dan itu terbuka dan bisa dipantau alias whistleblowing maka secara asumsi pencegahan bisa maksimal. Disamping adanya penegasan terhadap TPPU di tiap UU anti korupsi, mulai UU KPK yang kelak akan direvisi, Perampasan Aset, Pembuktian Terbalik, atau apapun itu. Intinya adalah pentingnya keterbukaan luas yang mana jika integritas harus disiapkan penting namun pengawasan secara luas masif lebih penting lagi. Selain pemiskinan dan Nusakambangan
Jadi melihat dari yang telah dijelaskan diatas. Kalian merasa mana yang tepat untuk kedepan, gagasan mana yang paling rasional?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H