Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

UU PPRT Dapat Lampu Hijau dari Istana, Gimmick atau Realistik?

31 Januari 2023   12:00 Diperbarui: 2 Februari 2023   09:57 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Alhamdulillah setelah sekian lama. Rabu (18/1/2023) kemarin baru saja kita mendengar bahwa Pemerintah melalui Presiden Jokowi mengumumkan bahwa akan segera menyelesaikan dan mengesahkan RUU PPRT yang dinilai sudah urgent dan sudah lebih dari 19 tahun mandek. 

Kemarin beliau perintahkan Menteri terkait yaitu Menkumham, Menaker dan Menteri PPPA disamping juga ada Kantor Staf Presiden untuk menjalin komunikasi secara intens terhadap Legislatif selaku pembuat UU yang dinilai sampai hari ini belum kunjung tuntas memberikan naskah yang terkini setelah sudah berapa kali berganti Panja-nya. 

Presiden sendiri menyayangkan betul dikala masa yang sudah semakin berubah, profesi pekerja rumah tangga (asisten -red) belum kunjung dihargai sebagai profesi sebagaimana mestinya terutama yang bekerja di Luar Negeri karena terus terang isu seperti ini sudah menjadi kebiasaan turun temurun dimana Negara terkesan lemah dalam mengawasi hal seperti ini. 

Bayangkan saja, pekerja yang statusnya saja resmi di negeri orang rentan terhadap ketidakberdayaan hukum dan keadilan dimana seringkali terdengar nasib pekerja rumah tangga TKI malah diperlakukan tak adil sama majikan malah berujung diganjar oleh hukuman tidak setimpal sama negara sang majikan. Belum lagi yang ilegal dimana suka kita dengar banyak penyalur ilegal yang kirim ke negara tetangga. 

Dimana letak martabat kita? Belum lagi soal di dalam negeri, yang mana pekerja rumah tangga seringkali tidak dihargai dalam bentuk jaminan sosial kesehatan mereka yang mana masih banyak majikan tak adil kepada pekerja dalam hal fasilitas belum lagi pekerja di bawah umur yang sebenarnya masih punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan. 

Sekedar Opini saja, ini merupakan isu yang tidak populer tapi sangatlah krusial dalam hal penanganan sumber daya manusia saat ini. Seketika banyak yang langsung tercengang seakan di akhir kepemimpinan Presiden Jokowi, di 1 tahun lagi beliau menjabat akhirnya UU ini diperjuangkan setelah sudah ramai masyarakat sipil keras mendesak Negara untuk turun dalam hal ini. 

Mungkin saja kejadian ini muncul dan tergerak dikala di Malaysia kejadian ini seringkali terjadi dan isu ini juga akan diperbaiki oleh Perdana Menterinya yang baru yaitu Anwar Ibrahim. 

Ibarat kata, bisa jadi Presiden Joko Widodo tidak ingin kalah dan tidak ingin gagal dalam memastikan isu lemparan ini (karena terus terang ini PR besar dari kepemimpinan SBY bahkan yang sebelumnya) dan belum kunjung selesai. 

Setelah yang kita tahu Pemerintah sekarang condong fokus sama isu yang berbau ekonomi dan investasi seperti hilirisasi, Omnibus Law sampai diterbitkan Perppu Cipta Kerja entah sebagai akal-akalan atau pure mengisi kekosongan hukum karena dibatalkan sama MK gegara kesalahan formilnya. 

Sekarang isunya sudah cenderung mengarah pada sosial kemanusiaan. Bahkan Partai Pemerintah seperti PDIP, Gerindra dan PKB langsung bergerak untuk memperjuangkan ini dibahas dalam Paripurna dan kita juga tahu bahwa Panjanya pun diketuai sama orang PDIP yaitu Eva Kusuma Sundari, bahkan sampai dia tak terpilih jadi DPR beliau bersama KSP berusaha merumuskan terkait RUU ini melalui Tim Ahli yang ditunjuk Pemerintah. 

Apa tanda Pemilu sudah mau dekat? Atau memang insidental juga kan ya, karena sudah banyak korban berjatuhan atas dasar ketidakadilan yang terjadi karena kekosongan hukum yang mengatur. 19 tahun bukan waktu yang singkat. Ibarat kata, 19 tahun lalu kita baru saja memasuki Pemerintahan yang Demokratis sebagai efek Reformasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun