Mohon tunggu...
Felix Sevanov Gilbert (FSG)
Felix Sevanov Gilbert (FSG) Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh Graduate Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta. Intern at Bawaslu DKI Jakarta (2021), Kementerian Sekretariat Negara (2021-2022), Kementerian Hukum dan HAM (2022-2023)

iseng menulis menyikapi fenomena, isu, dinamika yang kadang absurd tapi menarik masih pemula dan terus menjadi pemula yang selalu belajar pada pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

2023: ERP hingga Subsidi Motor Listrik, Win-win Solution?

27 Januari 2023   16:00 Diperbarui: 27 Januari 2023   16:07 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ya, isu ini hanya sebatas pada kajian semata bahkan terkesan tidak populis. Dimana demokrasi sekarang menginginkan pemimpin yang pro rakyat, dan jika terapkan seperti ini, dimana letak merakyatnya? Mulai dari Fauzi Bowo, Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Saiful Hidayat, Anies Baswedan hingga sekarang Penjabat Gubernur memerintah yaitu Heru Budi Hartono tak kunjung juga rampung. Bahkan sudah 2-3 kali ujicoba mulai zaman Gubernur Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama dan Anies Baswedan. 

Namun belum kunjung disepakati formula mana yang cocok, kalau tidak salah saat itu Indonesia ingin berkolaborasi dengan Swedia karena mereka sudah lebih dahulu mengakomodir kebijakan ini. Soal perangkat peralatan juga demikian, kalau tidak salah dahulu sudah diujicobakan di Patung Pemuda Senayan, Rasuna Said dekat KPK dan juga di Medan Merdeka sebelum Patung Kuda. Akhirnya gatenya hanya sebagai pajangan saja dan mubazir.

Terus bagaimana seharusnya? Kalau menurut saya pribadi, macet di Jakarta sudah sangat urgent dan memang perlu ada ketegasan dalam menekan angka okupansi jalan terhadap kendaraan pribadi. Kalau tidak salah dahulu memang sistem ini dicap relevan daripada harus mengandalkan ganjil-genap yang prematur karena sudah banyak yang pegang 2 kendaraan dengan plat nomor yang diakali, kemudian kemacetan juga merata di jalanan non ganjil genap yang lebarnya juga tidak memadai. Jadi sama saja bukan

Kembali ke intinya, terus apa yang musti dilakukan? Pemprov DKI kalau ingin melakukan dalam waktu dekat, selayaknya jangan semua jalan digalakkan ERP. Soal tarif no comment, sebenarnya kalau pernah saya baca waktu usul zaman Gubernur Basuki Tjahaja Purnama bahkan maksimal 50 ribu rupiah jika rush hour di jalanan tertentu semisal Sudirman-Thamrin kini hanya sekitar 30 ribu rupiah dan standarnya mulai dari 9 ribu rupiah berbasis alat yang dinamakan OBU alias On Board Unit (kalau tidak salah ini juga sudah digunakan untuk tol tanpa sentuh di beberapa titik) bahkan Bank saja sudah dikerjasamakan untuk menerbitkan alat ini. 

Terus sebaiknya bagaimana? Sebagai penulis, saya setuju dengan catatan yaitu pastikan setiap jalan yang dilewati ERP adalah yang sudah memadai dan terintegrasi oleh angkutan umum bukan hanya Transjakarta atau KRL Commuter Line melainkan MRT dan LRT sebagai Angkutan yang cepat dan massal. Jangan langsung meng-upgrade semua jalan ganjil genap berjumlah 27 ruas itu menjadi jalan ERP. Justru malah menjadi ruang baru. Bertahap dulu saya rasa, semisal jika pertengahan 2023 ini LRT Jabodebek rampung saya rasa jalanan yang cocok adalah dari CSW lanjut Sudirman hingga Bundaran HI kemudian Gatot Subroto dan Rasuna Said. 

Kemudian, konsekuensi selanjutnya adalah memastikan park n ride juga maksimal di moda terbaru tersebut. Supaya apa? Agar masyarakat tidak bingung manakala memang tidak memungkinkan lewat ERP mudah memarkir mobil/motornya.

But, kalau perkara pemasukan saya rasa asalkan dikelola dengan baik dan memang usul saya adalah dibentuk badan khusus bahkan kalau bisa pengelolaannya adalah melalui BUMD jangan BLU supaya apa? Agar jika entitasnya adalah korporasi maka demikian inovasinya bisa advanced tidak terbatas oleh birokrasi. Jadi seperti MRT atau Transjakarta, dan ini sebagai bentuk investasi juga yang menurut saya efektif. 30 M sehari berarti sekitar 11 Triliun rupiah pemasukan yang didapat dari ERP ini. Bukan cukup lagi namun sangat memadai untuk skema subsidi silang juga untuk peningkatan angkutan darat. Seperti apa?

Menurut saya uang sebesar itu bisa untuk menambah sekitar 100 bus listrik atau bus tingkat gratis terlepas skema pembelian maupun hibah dengan Investor. Kenapa musti 100? Belajar dari pengalaman larangan motor, DKI menyiapkan Bus non BRT gratis untuk akomodir masyarakat yang terdampak padahal cuma Medan Merdeka sampai Bundaran HI, bayangkan ini sudah berapa ruas jalan. Baru 3 memang musti siapkan demikian, dengan harapan headwaynya juga singkat alias sekitar 5-10 menit tanpa juga melupakan yang didalam jalur yaitu BRT. 

Belum lagi uang itu bisa digunakan untuk skema subsidi, dan bersyukur di zaman Gubernur Anies Baswedan Jaklingko benar-benar dioptimalkan keterpaduannya. Jadi harapannya, skema gratis ini juga berlaku atau minimal diskon 50 persen dari kebutuhan manakala terjadi rush hour di ERP. 

Otomatis gerakan masyarakat naik angkutan umum akan sangat masif disamping pengurangan polusi yang selalu menjadi isu krusial dalam kemacetan bukan soal pertumbuhan kendaraan saja. Belum lagi uang tersebut bisa mempercepat proses pembangunan terhadap LRT dan MRT di titik lainnya. Kan banyak sekali. Terus untuk Ojek Online bagaimana yang bahkan sempat protes karena mereka akan terdampak?

Sebaiknya, ini juga berkaitan dengan skema kebijakan Pusat untuk subsidi motor listrik hingga 7 juta rupiah dan berbasis masyarakat menengah kebawah. Rata-rata sudah pasti sasaran utamanya adalah ojek online. Berarti segera dipercepat realisasinya, konversikan segera minimal ojek online di Jabodetabek dan juga sebaiknya memang kendaraan listrik dibebaskan dari ERP supaya gerakan kendaraan listrik juga efektif paling tidak di Ibukota. Namun, bergantung sama tipenya saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun