Saat ini Media Sosial sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Melalui Platfrom digital seperti intagram, tiktok, dan twitter setiap orang bebas menyampaikan pendapat, membagikan informasi, berdiskusi, bahkan berdakwah. Tidak dipungkiri bahwa eksistensi media sosial (medsos) di tengah kehidupan masyarakat modern dan global saat ini telah dapat memberikan banyak manfaat. Keberadaan medsos telah menjadi media komunikasi dan informasi yang banyak digunakan dalam segala bidang kehidupan masyarakat modern. Akan tetapi, tidak semua orang bisa menggunakan Media Sosial dengan bijak. Kebebasan ber Media Sosial kadang tidak di imbangi dengan kesadaran etika. Ada pengguna Media Sosial yang dengan mudah menyebarkan ujaran kebencian, fitnah, provokasi, atau konten yang merendahkan orang lain hanya demi popularitas atau perhatian publik. Fenomena ini menunjukkan bahwa kemajuan teknologi komunikasi belum sepenuhnya diikuti dengan kematangan moral dan spiritual dalam berkomunikasi. Di sinilah nilai-nilai komunikasi profetik menjadi penting sebagai dasar etika dalam bermedia sosial.
Konsep komunikasi profetik berasal dari pemikiran Kuntowijoyo. Ia menjelaskan bahwa komunikasi tidak hanya soal menyampaikan pesan, tetapi juga harus membawa nilai moral dan ajaran agama. Ada tiga nilai utama dalam komunikasi profetik, yaitu humanisasi (amar ma'ruf), liberasi (nahi munkar), dan transendensi (tu'minu billah). Ketiga nilai ini bisa menjadi pedoman agar kita lebih bijak dan bertanggung jawab saat menggunakan media sosial. Oleh sebab itu, nilai transendensi sejatinya menjadi landasan utama dari dua nilai paradigma sosial profetik sebelumnya (humanisasi dan liberasi). Dengan kata lain, nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi merupakan tiga nilai paradigma Ilmu Sosial Profetik yang bersifat integratif, yakni saling berkaitan erat dan sinergis dalam membumikan ajaran Islam dalam kehidupan sosial manusia.
      Nilai pertama, humanisasi (amar ma'ruf), mengajarkan kita untuk saling menghormati dan menghargai sesama manusia. Di Media Sosial, humanisasi bisa lakukan dengan tidak menulis komentar yang kasar, tidak menyebar kebencian, dan tidak mempermalukan atau merendahkan orang lain. Sebaliknya, kita bisa menggunakan Media Sosial untuk hal yang positif seperti, memberikan semangat, atau mengingatkan dengan cara yang baik dan bahasa yang tidak kasar.
Nilai kedua, liberasi (nahi munkar), berarti membebaskan manusia dari kebodohan, kezaliman, dan kebohongan. Di dunia digital, ini berarti kita harus berani menolak dan melawan penyebaran hoaks atau informasi palsu. Kita juga perlu berhati-hati sebelum membagikan sesuatu informasi periksa dulu kebenarannya. Liberasi juga bisa dilakukan dengan membuat konten yang positif, seperti edukasi, dakwah, atau motivasi yang membangun semangat orang lain. Dengan prinsip ini, kita tidak hanya menjadi pengguna Media Sosial, tetapi juga pembawa perubahan yang baik.
Nilai ketiga, transendensi (tu'minu billah), mengingatkan kita bahwa semua yang kita lakukan, termasuk di dunia maya, harus dilandasi dengan keimanan kepada Tuhan. Artinya, setiap kata dan tindakan harus bernilai ibadah. Jangan asal memposting hanya untuk pamer, mencari perhatian, Â dan menjatuhkan atau merendahakan orang lain. Kalau kita sadar bahwa semua aktivitas dilihat oleh Allah, maka kita akan lebih berhati-hati dan menjaga diri. Nilai transendensi membuat kita sadar bahwa media sosial juga bisa jadi ladang pahala, bukan sekadar tempat hiburan. Pada konteks nilai transendensi ini, berbagai nilai keimanan dalam ajaran Islam menjadi hal pokok yang digunakan sebagai basis pembangunan peradaban sosial umat manusia.
Dengan menerapkan ketiga nilai ini, komunikasi kita di media sosial akan lebih beretika dan bermakna. Kita tidak hanya sekadar aktif di dunia digital, tapi juga membawa manfaat bagi orang lain. Komunikasi profetik membantu kita menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab, santun, dan bijak dalam berkata-kata.
Jadi, pada dasarnya, media sosial adalah alat. Baik atau buruknya tergantung pada bagaimana cara kita menggunakan Media Sosial tersebut. Di era digital seperti sekarang, di mana setiap orang bisa menjadi penyampai informasi, kita perlu punya pedoman moral agar tidak salah langkah. Komunikasi profetik memberikan panduan itu melalui tiga nilai penting: humanisasi, liberasi, dan transendensi.
Jika kita menerapkan ketiga nilai tersebut, maka Media Sosial bisa menjadi sarana kebaikan dan ladang pahala. Kita bisa berdakwah dengan cara yang baik, berdiskusi tanpa saling menjatuhkan, dan menyebarkan informasi yang bermanfaat. Dengan komunikasi profetik, Media Sosial dapat ruang untuk mempererat hubungan antar manusia yang satu dengan yang lainnya serta mendekatkan diri kepada Tuhan.
Jadi, sebelum mengetik dan menekan tombol "kirim" atau "unggah" perlu diingat, kata-kata yang kita tulis bisa menjadi cermin diri dan nilai-nilai yang kita pegang. Oleh karena itu gunakan Media Sosial bukan hanya untuk berbicara, tapi juga untuk menebar kebaikan dan menjalankan nilai profetik dalam kehidupan sehari-hari.
Referensi
Maskur. (2012). Ilmu sosial profetik Kuntowijoyo (Telaah atas relasi humanisasi, liberasi, dan transendensi) [Tesis Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar], hlm. 127.