Mohon tunggu...
Felix Aditya
Felix Aditya Mohon Tunggu... Lainnya - orang jawa

nerimo ing pandum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Budaya jawa "Empan Papan" dalam Berinteraksi Antar Budaya

13 September 2020   20:11 Diperbarui: 13 September 2020   20:15 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perbedaan adalah bukan hal yang asing jika kita tinggal dan tumbuh di Indonesia ini. Keberagaman merupakan suatu kekayaan yang ada di Indonesia ini yang kerap kali menjadi daya tarik tersendiri bagi dunia. Keberagaman ini mulai dari suku,ras,pulau,bahasa, adat dan masih banyak lagi. 

Berbagai perbedaan tersebut menjadi kekuatan tersendiri bagi negara kita ini. Globalisasi menjadikan naiknya interaksi antar budaya yang akan terjadi. Globalisasi membukakan jalan-jalan baru dalam interaksi kebudayaan. 

Menurut Samovar "Globalization has additionally resulted in increasing intercultural relationships" (Samovar,dkk., 2017, h.6). Beradptasi melalui perkembangan jaman dan globalisasi adalah satu-satunya cara agar dapat menjalin interaksi antar budaya baik antar daerah maupun antar negara. 

Salah satu budaya yang mengajarkan mengenai interaksi antar budaya adalah budaya jawa. Budaya jawa "Empan Papan" mengajarkan mengenai cara kita beradaptasi dan berinteraksi antar budaya. 

Menurut Agus "Empan papan secara luas dimengerti orang harus mempertimbangkan lokasi, kondisi dan situasi dengan cermat" (Agus, 2020, h.236). maksud dari pengertian itu adalah jika kita ingin melakukan interaksi dengan seseornag kita harus beradptasi dengan kebudayaan yang melekat padanya dilihat dari lokasi, bahasa dan perilakunya. Interaksi yang tidak mempertimbangkan hal tersebut akan sulit terjalin interaksi yang secara harmonis akan terjalin karena tidak ada toleransi.   

Memang ditengah globalisasi ini kita harus mau berinteraksi antar kebudayaan, contohnya saat kita masuk ke bangku kuliah di luar kota, tentu kita harus bisa beradaptasi dan belajar budaya setempat agar dapat terjalin interaksi yang penuh dengan toleransi. 

Contoh lainnya adalah jika kita berinisiatif untuk pindah tempat tinggal ke Kalimantan, otomatis kita harus mempelajari budaya setempat mulai dari bahasanya, adat istiadat, perilaku dan kebudayaan-kebudayaan lain yang ada di daerah Kalimantan, hal ini agar kita dapat berinteraksi antar budaya tanpa meninggalkan kebudayaan asal kita. Berinteraksi antar budaya yang berbeda tidak harus 100% kita berganti kebudayaan tetapi kita juga harus ingat dengan kebudayaan awal kita. 

Dalam budaya jawa ada hal yang disebut "Unggah Ungguh". "Unggah-Ungguh" adalah tata krama yang berlaku di daerah jawa khusunya Jogjakarta. "unggah" yang berarti menaikan derajat orang yang diajak berbicara sesuai status martabatnya dan "ungguh" artinya adalah menempatkan orang sesuai dengan jabatannya dan siapa yang seharusnya di "ungguhkan" (Asti.M,  2018, h.18). 

Dari hal tersebut disimpulkan bahwa "unggah-ungguh" berarti cara berinteraksi dan baik dalam bahasa dan perilaku sesuai aturan jawa. Orang yang datang ke Yogyakarta tentu mereka membawa budaya mereka sendiri dan mau tidak mau orang tersebut harus mau belajar "unggah-ungguh" yang ada di Yogyakarta tanpa meninggalkan kebudayaan asalnya. Begitu pula sebaliknya orang jawa jika pergi ke luar pulau jawa harus mau belajar kebudayaan yang baru tanpa meninggalkan kekhasan orang jawa yang halus dan sopan. 

#kabuajy03

SUMBER:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun