Mohon tunggu...
Feliana Ma
Feliana Ma Mohon Tunggu... A Working Mom

Let your words teach and your actions speak

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jejak Kaki yang Hilang

22 Oktober 2011   09:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:38 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu aku terjaga. Entah apa yang aku pikirkan, mata ini tidak mau terpejam. Padahal badan sudah terasa lelah dan minta diistirahatkan. Aku terdiam, tiba-tiba sang sepi datang menyelimuti diri. Diikuti dengan rasa lelah dan kesal, seakan apa yang telah kulakukan selama ini tak ada artinya. Aku sudah berusaha berlari sekuat tenaga untuk mencapai garis finish. Tapi coba lihat apa yang kudapat? Nyatanya aku hanya berlari di tempat. Putus sudah harapan, hanya kegelapan yang bisa kulihat.

Dan sekarang, lengkaplah sudah. Di saat terlemahku, aku hanya sendiri. Merasa tidak ada yang mengerti membuatku semakin frustasi. Mereka ada, tapi tidak pernah tahu. Mereka hanya sibuk dengan masalah mereka sendiri. Seakan tidak peduli dengan orang di sekitar mereka. Mungkin benar aku yang tidak ingin mereka tahu atau justru aku yang pintar menutupi itu. Dengan topeng yang penuh dengan senyum palsu.

Lalu apa yang bisa kulakukan? Mungkin hanya dengan air mata semua itu akan pergi. Walau aku tak tahu pasti, biarlah.. Biar aku menikmatinya sendiri.

Kemudian aku mengambil salah satu buku dari beberapa buku yang berjejer rapi di rak buku samping tempat tidurku. Daripada aku merenung sendiri tanpa tujuan jelas lebih baik aku baca sesuatu yang siapa tahu bisa memberiku secercah sinar harapan. Dan mungkin aku juga bisa terlelap dengan membaca ribuan huruf-huruf ini, pikirku. Saat kubuka halaman pertama, kutemukan sebuah kertas pembatas buku terselip disana. Sepertinya aku familiar dengan pembatas buku ini. Oh iya, aku baru ingat, ini adalah pembatas buku milik ibu yang aku temukan di bukunya sewaktu aku masih kecil. Waktu itu aku masih belum mengerti, hanya karena bentuknya yang lucu dan penuh dengan tulisan warna-warni aku memintanya untuk menjadi milikku. Pada pembatas buku itu aku mendapati sepenggal cerita yang judulnya tertulis “Jejak Kaki”. Kulanjutkan membacanya baris demi baris, dan beginilah tulisan yang kubaca itu.

Semalam aku bermimpi sedang berjalan menyisir pantai bersama TUHAN. Di cakrawala terbentang adegan kehidupanku. Pada setiap adegan aku melihat dua pasang jejak kaki di pasir; sepasang jejak kakiku, dan sepasang lagi jejak kaki TUHAN. Setelah adegan terakhir dari kehidupanku, terhampar di hadapanku, aku menoleh ke belakang melihat jejak kaki di pasir. Aku memperhatikan bahwa bekali-kali sepanjang jalan hiduku, terutama pada saat-saat paling gawat dan mencekam, hanya terdapat sepasang jejak kaki saja.

Hal ini benar-benar membuat aku sangat kecewa, maka aku bertanya kepada TUHAN. “TUHAN, di manakah Engkau? Engkau mengatakan bila aku memutuskan untuk mengikut Engkau, Engkau akan berjalan bersama aku sepanjang jalan hidupku. Namun aku memperhatikan bahwa pada saat-saat paling gawat dan beban berat menindas hidupku, hanya terdapat sepasang jejak kaki saja, dan aku tidak mengerti mengapa pada waktu aku sangat membutuhkan Engkau, justru Engkau meninggalkan aku.”

TUHAN menjawab, “AnakKu, engkau sangat berharga di mataKu, Aku sangat mengasihi engkau dan Aku tidak akan meninggalkan engkau. Pada waktu engkau dalam bahaya dan dalam penderitaan, engkau hanya melihat sepasang jejak kaki saja, karena pada waktu itu Aku menggendong kamu.”

Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu. Aku menggendong kamu. (Yesaya 46:4)

Aku terhentak. Ternyata aku salah. Aku tidak sendiri. Dan tidak akan pernah sendiri. Tuhan selalu ada di sampingku, bahkan di saat-saat terberat dalam hidupku. Air mataku mengalir lebih deras dari sebelumnya. Ya, sekarang aku sadar dan mengerti. Hanya doa yang bisa kulakukan saat ini. Hanya di dalam-Nya kutemukan kedamaian. Hanya di dalam-Nya kutemukan kekuatan. Hanya di dalam-Nya kutemukan harapan. Thank you, my LORD.

"...In my weakest times, You were so strong

When all hope is gone, You carry on

I draw my strength from You

When I could no longer find any of it in me

You are my life

You are my strength

I can't fight the battle alone

I can make it through when I'm with You..."

(Always You - Charice Pempengco)

P.S Cerita Jejak Kaki terjemahan dari sajak yang berjudul Footprints atau I Had a Dream karya Margaret Fishback Power, 1964.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun