Apakah salah? Tidak sepenuhnya. Bisa saja maksudnya hanya ingin bersyukur.
Tapi kadang, tanpa sadar, kita membuka pintu untuk rasa yang tak perlu.
Tak semua orang yang melihat serta merta ikut bahagia. Ada yang malah membandingkan, atau malah membuatnya merasa kurang bersyukur, bahkan tanpa sadar menyimpan iri.
Sementara kebahagiaan itu sendiri adalah sesuatu yang tak harus selalu disuarakan.
Cukuplah ianya dirasakan berdua, dijaga dengan kesetiaan berbalut taqwa, dan dinikmati tanpa sorotan.
Maka, mari belajar untuk menikmati tanpa harus memamerkan.
Rumah tangga bukan konten mingguan. Ia adalah perjalanan ibadah, ladang tumbuhnya sabar, lapangnya hati, serta ladang terus bertumbuh dan belajar bersama.
Dan kita memang tak berniat membuat orang iri. Tapi tak semua mata yang melihat mampu mengolah rasa dengan lapang dada.
Bukan salah kita memang, tapi di sanalah pentingnya kebijaksanaan.
Karena pada akhirnya, tak penting jika dunia tak tahu betapa kita sangat bahagia. Yang penting Allah tahu kita sedang menjaga apa yang telah Ia titipkan dengan penuh amanah.
Dan bukankah, kebahagiaan hakiki itu tidak butuh validasi manusia?Â
Karena sejatinya, kebahagiaan itu tak butuh panggung, tak butuh tepuk tangan. Ia hanya butuh ketulusan hati dan ridha dari Ilahi.