Mohon tunggu...
Feda Anisah Makkiyah
Feda Anisah Makkiyah Mohon Tunggu... Dokter - Spesialis Bedah Saraf

selalu mencoba sederhana dan berbagi apa yang dipunya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Visa untuk Tinggal di Jakarta: Solusi Revolusioner Jumlah Penduduk

15 Oktober 2017   06:53 Diperbarui: 15 Oktober 2017   08:24 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa orang Indonesia atau orang Jakarta khususnya merasa senang atau nyaman jika jalan keluar negeri.  Jika melihat kota-kota di Australia, tidak hanya orang Indonesia (dalam kurung Jakarta) merasa nyaman tinggal di kota tersebut, tetapi juga orang Cina, Filipina, atau orang dari negara berkembang.

Ada satu hal yang membuat nyaman tinggal di kota tersebut, menurut pengalaman saya selama  6 bulan tinggal di sana. Satu hal adalah tidak sumpek, tidak terlalu padat.  Tulisan ini akan dimulai dengan membandingkan dua kota saja. Jakarta dengan Sydney.

Menurut mbah Wikipedia, pada saat Juni 2016 penduduk kota Sydney 5,029,768,  dengan luas 2000 square kilometers  sedangkan  penduduk kota Jakarta dan luas kota Jakarta menurut BPS DKI Jakarta tahun 2015     10,177,924   ( dua kalinya Sydney) dengan luas 662,33 m2 ( seperempatnya sydney). Jadi masalahnya adalah  penduduk.

Bayangkan saja, akan lebih enak mana mengatur dalam satu kelas dengan murid 40 atau murid 20 ? Tentunya seorang guru akan mencurahkan lebih banyak ke jumlah murid yang lebih sedikit. Juga, dengan problem yang timbul akan lebih banyak pada murid dengan jumlah 40 daripada murid 20. Hal ini juga berlaku di Jakarta, karena jumlah penduduknya lebih banyak, masalah ekonomi, lingkungan, kriminal dan lain lainnya lebih banyak dan lebih rumit mengatur karena penduduk kebanyakan di tempat yang kurang lebar. Pemerintah dalam hal inipun seribu kali pusing dibanding menangani penduduk yang lebih sedikit

Visa -Solusi revolusioner???

Pemikiran yang paling radikal  atau revolusioner adalah  ide untuk menganggap Jakarta seperti negara. Tidak perlu operasi yustisio yang sulit untuk   membatasi orang baru yang akan datang dan tinggal di Jakarta. 

Seluruh batas di Jakarta dibuat pagar dan tempatkan penjaga di ujung-ujungnya. Orang yang akan datang ke Jakarta harus mengurus visa lebih dahulu. Harus jelas tujan, berapa lama, mau tinggal di mana, alamatnya di mana, apa punya uang atau tidak di tabungan.

Hal ini juga akan membuat hanya orang-orang yang sudah jelas tujuannya yang bisa datang. Secara otomatis hanya orang-orang yang sudah punya pekerjaan yang bisa tinggal di Jakarta. Apakah terkesan pilih kasih? Tidak, kalau kita membandingkan, orang Indonesia yang bisa pergi ke luar negeri adalah orang yang sudah punya potensi pekerjaan. Jika menerapkan perlu visa untuk tinggal di Jakarta, orang yang akan bermukim di Jakarta akan terseleksi. 

Alangkah indahnya, jika nantinya hanya orang  dengan latar belakang yang mencukupi yang bisa tinggal di Jakarta (Kalimat ini harap ditanggapi dengan positive mind). Secara tidak langsung, ini juga merupakan langkah fundamental untuk menjadikan Jakarta kota berbudaya dan  juga langkah mendidik bangsa Indonesia  kalau dibutuhkan  bersekolah tinggi untuk mendapatkan pekerjaan di Jakarta. 

Tentunya masih banyak problem dengan banyaknya penduduk yang masih ada di Jakarta. Tugas Pak Anies dan Bang Sandi harus bisa merangkul penduduk yang lama, karena kualitas hidup orang tidak akan baik jika hidup berdesakkan. Inilah juga alasan, kenapa orang di negara maju, masih hidup dan aktif sampai 80 tahunan, tetapi di Indonesia, kebanyakan sudah meninggal di usia yang produktif 50 tahun.

Sekali lagi ini hanya pemikiran radikal dari seorang Ibu, yang menginginkan kota Jakarta seperti Sydney sehingga anak-anaknya bisa tinggal secara sehat di Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun