Malang, 2 Juni 2025 -- Puan Agnesa Mardatila, mahasiswa Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Malang (UM), baru saja menyelesaikan program magang nya dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Ia memilih untuk mengambil peran dalam meningkatkan inklusifitas pembelajaran dengan menjadi relawan pengajar seni tari dan musik di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Malang. Menurutnya "Mereka berhak mendapatkan pembelajaran seni yang sama menarik dan bermakna seperti di sekolah formal. Tantangannya adalah menyesuaikan metode agar bisa diterima semua kalangan, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan waktu atau sumber daya," jelas Puan.
Salah satu fokus utama Puan dari awal adalah memastikan bahwa peserta didik di SKB Kota Malang tidak ketinggalan materi seni budaya hanya karena mereka berada di jalur pendidikan nonformal. Ia merancang materi seni tari untuk Paket C (setara SMA) dengan pendekatan modular, sehingga peserta didik yang seringkali harus bekerja bisa mengikuti pembelajaran secara fleksibel. Sementara untuk Paket A (setara SD), ia memperkenalkan alat musik sederhana seperti angklung dan kendang, serta gerak dasar tari yang mudah diikuti.
Selama lebih dari tiga bulan, anak muda usia 22 tahun itu  berkontribusi sebagai pengajar seni budaya, khususnya seni tari dan musik, untuk peserta didik Program Paket A (setara SD kelas 4--6) dan Paket C (setara SMA kelas 10--12). Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan akses pendidikan nonformal yang adaptif dan inklusif yang dapat menjangkau berbagai macam latar belakang, usia, jenis kelami, kelas dll.
Mengajar dengan Pendekatan Kreatif
Saat mengajar, Puan merancang pembelajaran seni budaya yang interaktif. Untuk Paket A, Ia mengajarkan dasar-dasar seni musik dan tari, seperti pengenalan alat musik tradisional dan gerak tari sederhana. Sementara di Paket C, fokusnya adalah pengembangan tari tradisional dan kreasi, termasuk analisis makna simbolik gerak tari.
"Saya menggunakan metode demonstrasi langsung dan media video agar peserta didik lebih mudah memahami. Misalnya, saat mengajar tari, kami menonton video tari daerah lalu mempraktikkannya," ujar Puan.
Peserta didik di SKB Kota Malang terdiri dari berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa, termasuk beberapa penyandang disabilitas. Puan menyadari bahwa pendekatan satu untuk semua tidak akan efektif. Ia pun menerapkan adaptasi materi untuk peserta didik yang lebih muda (Paket A), Ia menggunakan permainan dan lagu anak-anak. Untuk remaja dan dewasa (Paket C), Ia memasukkan unsur tari modern dan diskusi tentang makna budaya agar lebih relevan. Puan juga tidak strict soal waktu, dalam mengajar sekolah nonformal fleksibilitas waktu adalah hal yang paling utama. Mensiasati hal tersebut, Puan menyiapkan rekaman video tutorial yang bisa diakses kapan saja karena beberapa peserta didik hanya bisa hadir di malam hari karena keterbatasan waktu sambil bekerja.
Menyusun Kurikulum Seni Budaya
Selain mengajar, Puan juga bertugas menyusun perangkat pembelajaran, termasuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk Seni Budaya Paket C. Dalam Silabus tersebut, ia merancang alur pembelajaran selama 8 pertemuan, mulai dari pengenalan gerak dasar tari hingga analisis tari modern.
"Tantangan terbesar adalah menyesuaikan materi dengan minat peserta didik. Banyak yang awalnya kurang tertarik, tapi setelah diajak praktik langsung, mereka jadi antusias," tambahnya.