Mohon tunggu...
H Febriyanto Chrestiatmojo
H Febriyanto Chrestiatmojo Mohon Tunggu... Penulis

Menyajikan artikel berisi tips-tips yang relevan dengan isu dan tema pilihan saat itu—dengan gaya reflektif, aplikatif, dan mengundang dialog.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Pemilik Kafe Curhat: Bayar Royalti Lagu atau Kehilangan Pelanggan?

6 Agustus 2025   09:00 Diperbarui: 6 Agustus 2025   05:54 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suara yang Dihentikan, Pelanggan yang Menghilang (Pexel.com)

Kafe kecilku di sudut Yogyakarta dulunya penuh dengan alunan lagu Tulus, Danilla, atau Payung Teduh. Musik bukan sekadar latar, tapi napas yang memberi hidup pada suasana. Pelanggan datang bukan hanya untuk kopi, tapi untuk atmosfer yang hangat, akrab, dan kadang melankolis.

Namun sejak aturan royalti musik ditegakkan lebih ketat, aku terpaksa mematikan semua lagu. Bukan karena tak cinta musik Indonesia, tapi karena takut. Takut dijebak, takut dituntut, takut dihukum. Dan sejak itu, suasana berubah. Pelanggan mulai berkurang. Yang dulu betah berjam-jam, kini hanya mampir sebentar.

Dilema Royalti dan Tekanan Hukum

Aturan baru mewajibkan pemilik kafe membayar royalti sebesar Rp 120.000 per kursi per tahun. Artinya, untuk kafe kecil dengan 30 kursi, aku harus merogoh Rp 3,6 juta per tahun. Belum termasuk hak terkait dan biaya operasional lainnya.

Menurut Kompas.com, pemutaran musik dari platform seperti YouTube atau Spotify tetap dianggap komersial dan wajib bayar royalti. Bahkan suara alam seperti kicauan burung atau gemericik air pun bisa dikenai royalti jika digunakan secara komersial.

Seorang pemilik kafe di Tebet berkata, “Kalau nyetel lagu, takut dijebak. Tapi kalau hening, pelanggan kabur”. Aku merasakan hal yang sama. Musik yang dulu jadi daya tarik, kini jadi ancaman hukum.

Kasus Mie Gacoan di Bali yang ditetapkan sebagai tersangka karena memutar lagu tanpa izin membuat banyak pelaku usaha ketakutan. Ancaman hukuman pidana hingga 3 tahun dan denda Rp 500 juta bukan hal yang bisa dianggap enteng.

Musik yang Membentuk Suasana, Bukan Sekadar Latar

Musik bukan hanya pelengkap. Ia adalah pembentuk suasana. Lagu-lagu lokal memberi karakter pada tempatku. Ada pelanggan yang bilang, “Saya suka kafe ini karena musiknya. Rasanya kayak pulang.”

Sejak musik dihentikan, suasana jadi “anyep”. Beberapa pelanggan bahkan bertanya, “Kenapa sekarang sepi banget?” Aku hanya bisa tersenyum pahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun