"Hari ini untuk dijalani, hari esok untuk dinanti, dan masa depan untuk dinikmati". Mungkin kalimat itu nampak receh dan basi untuk kalian yang capek memasuki atau merasakan kesulitan akan semua hal sudah ditakutkan.
Mungkin juga kalian pernah bertanya-tanya kepada diri sendiri "kenapa dulu waktu kecil pengen cepet gede ya?", nyatanya menjadi dewasa memang merepotkan dan menyedihkan bagi beberapa orang. But this is life! mari kita coba menerima dengan positif semua yang sedang terjadi dan yang telah terjadi.Â
Tidak apa-apa untuk mengurangi standar pencapaian kalian, menjadi tukang kebun mungkin lebih mengesankan ketimbang menjadi pejabat/pengusaha, tinggal di desa yang sejuk mungkin lebih mengesankan ketimbang tinggal di kota yang serba lengkap. Tidak apa-apa juga jika kalian tetap mengejar target pencapaian kalian selagi belum merasa cukup, karena diri kita sendiri yang dapat mengukur sampai kapan kita merasa cukup.
Pada Disruption Era ini standar pencapaian seseorang sangat tinggi, Quarter life crisis seringkali dialami seseorang yang memasuki usia dewasa dimana ia merasa cemas, emosi yang kurang dapat dikondisikan dari dalam dan luar diri sendiri, merasa salah mengambil keputusan dan kebingungan dengan apa yang akan dikerjakan di masa mendatang.Â
Penyebab Quarter Life Crisis
Ada beberapa faktor utama yang memicu terjadinya Quarter Life Crisis, diantaranya:
1. Sosial Media
Melihat kehidupan orang lain seringkali membuat kita berandai di posisi tersebut, tanpa disadari kita akan membandingkan kehidupan kita dengan orang lain dan menargetkan standar pencapaian yang sama seperti mereka.
2. Tuntutan sosial
Lingkungan sosial yang memang sudah menjadi tradisi untuk "harus punya mobil mewah" "harus kerja menjadi PNS" "harus pintar" dan masih banyak lagi pressure dari lingkungan internal maupun eksternal.