Mohon tunggu...
Febe Liana
Febe Liana Mohon Tunggu... Arsitek - Architect

architect, interior designer & philosopher -wannabe, storyteller, sketcher, geometry seeker, nature & city explorer.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Joko Widodo dan Stoicism : Sebuah Pelajaran Tentang Ketenangan Dalam Kepemimpinan

30 November 2024   19:00 Diperbarui: 28 November 2024   20:21 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Joko Widodo, Presiden Indonesia ke-7 yang dikenal dengan sikapnya yang tenang, sederhana, dan penuh kebijaksanaan, memiliki gaya kepemimpinan yang sering kali mencerminkan nilai-nilai Stoicism. Filosofi Stoicism, yang lahir di Yunani Kuno dan diajarkan oleh tokoh-tokoh besar seperti Marcus Aurelius, Seneca, dan Epictetus, menekankan pentingnya kebijaksanaan, pengendalian diri, dan penerimaan terhadap takdir. Dalam banyak hal, prinsip-prinsip ini tercermin jelas dalam sikap Jokowi, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara.

Fokus pada Apa yang Bisa Dikendalikan

Salah satu ajaran utama Stoicism adalah untuk fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan, dan menerima dengan lapang dada hal-hal yang berada di luar kendali kita. Prinsip ini terlihat sangat jelas dalam cara Joko Widodo menghadapai tantangan dan kritik. Sebagai seorang pemimpin negara, Jokowi seringkali berada di bawah sorotan media dan tekanan publik, namun ia jarang terlihat terpengaruh atau terjebak dalam emosi yang berlebihan. Misalnya, dalam situasi sulit seperti krisis ekonomi, bencana alam, atau tekanan politik, Jokowi cenderung untuk tetap tenang dan rasional, mengutamakan solusi dan tindakan nyata ketimbang merespons dengan amarah atau kecemasan. Dalam banyak kesempatan, beliau menegaskan pentingnya untuk tidak membuang-buang waktu dan energi pada hal-hal yang tidak dapat diubah, melainkan fokus pada langkah-langkah konkret yang bisa diambil.

Ini mencerminkan ajaran Stoicism yang mengajak kita untuk membedakan dengan jelas antara apa yang berada dalam kendali kita---seperti pikiran, tindakan, dan respon kita terhadap peristiwa---dan apa yang tidak dapat kita kendalikan, seperti opini orang lain, keadaan eksternal, atau peristiwa tak terduga. Jokowi, dengan sikapnya yang stabil, memberikan contoh nyata bagaimana kita bisa menghindari kecemasan dengan berfokus pada hal-hal yang bisa kita pengaruhi.

Menerima Takdir dengan Lapang Dada: Amor Fati

Ajaran Stoicism lainnya yang sangat relevan dengan gaya hidup Jokowi adalah amor fati, yang berarti "mencintai takdir". Konsep ini mengajarkan kita untuk menerima segala hal yang terjadi dalam hidup, baik yang baik maupun yang buruk, sebagai bagian dari takdir yang perlu diterima dan dihargai. Jokowi sering menunjukkan sikap ini, tidak hanya dalam menghadapi kegagalan atau tantangan, tetapi juga dalam cara dia merespons kemenangan atau pencapaian.

Misalnya, dalam menghadapi tantangan politik atau ekonomi yang tidak terduga, Jokowi tidak terjebak dalam rasa frustrasi atau keputusasaan. Sebaliknya, ia menerima tantangan tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidup yang harus dijalani, dan terus mencari solusi terbaik tanpa menyalahkan keadaan atau orang lain. Pendekatan ini bukan berarti menyerah atau pasrah, tetapi menunjukkan penerimaan yang bijaksana terhadap kenyataan, serta kesediaan untuk terus bergerak maju meskipun keadaan tidak selalu ideal.

Dalam banyak pidatonya, Jokowi juga sering menekankan pentingnya bekerja keras dan menerima segala hasil dengan hati yang terbuka. Baginya, kemenangan maupun kekalahan adalah bagian dari proses yang harus diterima dengan penuh rasa syukur. Prinsip amor fati ini memberi kita pelajaran berharga tentang bagaimana kita seharusnya menerima segala hal yang terjadi dengan lapang dada, tanpa terjebak dalam penyesalan yang berkepanjangan.

Keberanian dan Keteguhan Menghadapi Rintangan

Keberanian adalah nilai penting lain dalam Stoicism, dan ini juga sangat tercermin dalam gaya kepemimpinan Joko Widodo. Filosofi Stoicism mengajarkan bahwa kita harus berani menghadapi kesulitan dan ketakutan, bukan dengan melarikan diri atau menghindari masalah, tetapi dengan menghadapi tantangan tersebut secara langsung. Jokowi sering kali menunjukkan keberanian dalam mengambil keputusan sulit, meskipun keputusan tersebut tidak selalu populer atau diterima oleh semua pihak.

Salah satu contoh nyata adalah kebijakan pembangunan infrastruktur besar-besaran yang dia terapkan sejak awal masa pemerintahannya. Meskipun mendapat kritik dari berbagai pihak mengenai dampaknya terhadap lingkungan atau pembiayaan, Jokowi tetap teguh pada pendiriannya bahwa pembangunan infrastruktur adalah langkah penting untuk memajukan ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Keberaniannya untuk tetap melanjutkan kebijakan tersebut meskipun menghadapi tantangan besar mencerminkan prinsip Stoicism yang mengajarkan bahwa keberanian bukanlah tanpa rasa takut, tetapi keteguhan untuk tetap bertindak meskipun ada risiko dan rintangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun