Islamofobia kini menjadi salah satu istilah yang baru dalam jenis fobia (gangguan ketakutan yang berlebihan). Islamofobia dapat didefinisikan sebagai praktik prasangka terhadap Islam dan demonisasi dan dehumanisasi Muslim. Hal ini umumnya diwujudkan dalam sikap negatif, diskriminasi, pelecehan fisik dan fitnah di media. Begitu berkembangnya istilah ini sehingga membuat  Serif Onur Bahçecik, seorang doktor dan dosen dari Department of International Relations, Middle East Technical University, Ankara, Turki, merasa perlu untuk membahas tentang istilah ini, asal usul dan perkembangannya, sekaligus mengkritisi istilah yang sebenarnya sangat tidak mendasar ini.
The British Runnymede Trust, sebuah komisi anti-rasis independen di Inggris, dalam laporannya di tahun 1997 menjelaskan bahwa Islamofobia merupakan pandangan bahwa Islam tidak memiliki nilai-nilai yang sama dengan budaya lain; lebih rendah daripada Barat; memiliki ideologi politik kekerasan; kritik atas kurangnya substansi dunia Barat, dan bahwa praktek diskriminasi yang dilakukan terhadap Muslim adalah tindakan yang dapat dibenarkan.
Sejak peristiwa penyerangan ke Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2011, umat muslim yang hidup di negara-negara Eropa dan Amerika Utara menjadi pembicaraan dan praktik diskriminasi dan penodaan. Keberadaan, agama, identitas sosial dan politik mereka dipermasalahkan bukan hanya oleh masyarakat dan media, tapi juga oleh pemerintah. Populasi umat muslim yang hidup di negara-negara Barat telah menjadi stereotipe dan prasangka selama beberapa dekade.
Namun, identitas agama dan gaya hidup umat Muslim ternyata telah dimata-matai jauh sebelum peristiwa 11 September 2011. Peristiwa The Rushdie Affair pada akhir tahun 80-an, Perang Gulf pada awal 90-an, Pemboman Oklahoma pada tahun 1995, dan beberapa insiden serupa lainnya telah meningkatkan frekuensi praktik permusuhan terhadap umat Muslim. Akan tetapi, peristiwa penyerangan pada tanggal 11 September 2011 telah menjadi titik penting intensitas praktik-praktik tersebut. Dalam menghadapi tantangan ini, para pengamat, kaum intelektual, politisi, dan tokoh-tokoh penting lainnya menggunakan istilah Islamofobia untuk menyebut representasi negatif Islam dan umat Muslim, dan untuk menggambarkan apa yang mereka sebut sebagai motivasi di belakang penyerangan terhadap identitas agama dan budaya. Islamofobia dapat diartikan secara sederhana sebagai ketakutan terhadap Islam dan umat Muslim, dan telah beralih dari hanya sekadar kata menjadi penggunaan dalam bidang ilmiah, politik dan media.
Istilah "Islamofobia" merupakan gabungan kata "Islamo" yang mengacu pada Islam (agama), dan akhiran Yunani "fobia" yang berarti "takut." Sulit untuk memahami apa yang ditakutkan dari seorang Muslim, mengingat umat Islam tidak memiliki kemajuan signifikan dalam bidang militer, pendidikan, pengetahuan, industri dan ekonomi; tidak memiliki senjata pemusnah massal, tidak memiliki universitas bergengsi, belum membuat terobosan penelitian di bidang kedokteran dan ilmu pengetahuan, dan sejenisnya.
Islamofobia bahkan menyebabkan terciptanya istilah "Londonistan" untuk merujuk pada ibukota Inggris dan Britania Raya, seperti nama negara-negara Muslim yang berakhiran -stan seperti di Pakistan, Afganistan, dan sekitarnya. Hal ini mungkin untuk menabur benih kebencian pada diri orang-orang Inggris berkulit putih, dikaitkan dengan kemungkinan masuknya penduduk pendatang Muslim di tengah-tengah mereka.
Perang global melawan terorisme yang diinisiasi oleh Presiden George Bush telah memberikan dalih bagi banyak pemerintah negara untuk memata-matai umat Islam. Dia mengumumkan bahwa "negara sedang berperang dengan Islam fasis." Ribuan warga Irak yang tak berdosa tewas, dimutilasi dan menjadi pengungsi akibat perang ini. Jumlah warga sipil Afghanistan yang tidak bersalah yang menjadi korban juga sangat besar. Hal ini juga mendukung antusiasme dari beberapa negara Balkan untuk mengeksploitasi perang global melawan terorisme untuk keuntungan mereka sendiri, yang mengakibatkan meningkatnya aktivitas anti-Islam di Balkan. Muslim di Kosovo dan Bosnia digambarkan oleh para intelektual Serbia sebagai "Islam fundamentalis, teroris Islam, dan Islam radikal."
Pat Robertson, yang notabene seorang penginjil, dalam sebuah penampilannya sebagai pembawa acara di sebuah televisi di Christian Broadcasting Networks dengan acara The 700 Club telah melampaui batas dalam menghina Islam dengan menyebut Islam sebagai jenis agama yang brutal penuh darah. The Sunday Star memuat sebuah laporan berita yang menyatakan bahwa Nick Griffith, pemimpin Partai Nasional Inggris telah menyebut Islam sebagai "keimanan yang keji dan ganas." Orang-orang seperti ini biasanya telah tergabung dalam perkumpulan rahasia seperti Freemason dan Bonesmen, dan mereka takut terhadap Islam sebagai kekuatan yang terorganisir dan dilembagakan.
Robert Spencer, seorang penulis Islamofobia yang produktif, telah menyinggung umat Islam dengan menggambarkan Al-Quran seperti buku Mein Kampf, buku yang berisi tentang filosofi fasis Hitler. Jose Maria Aznar, Perdana Menteri Spanyol yang kehilangan usaha untuk dipilih kembali karena keterlibatan Spanyol dalam invasi dan pendudukan Irak, melampiaskan kemarahannya dengan mengatakan bahwa "fasisme Islam" berbahaya bagi seluruh dunia.
Jelaslah bahwa orang-orang yang memiliki akses mudah ke berbagai bentuk wacana publik memiliki kekuatan untuk mengekspresikan pandangan mereka tentang Islamofobia dengan lebih mudah dan efisien. Mereka secara langsung ataupun tidak langsung, menciptakan serangan tanpa henti terhadap Islam dan Muslim dari kedua sisi Atlantik, dari individu-individu non-Muslim, kelompok nasionalis dan kelompok rasis. Muslim telah distereotipkan sangat tidak adil dan sering dikaitkan dengan "tercela, intoleransi, mengancam, teroris, dan orang-orang oposisi modern berkepala batu."
Ada setidaknya 16 (enam belas) istilah yang berhubungan dengan Islamofobia seperti terorisme Islam, fanatisme Islam, fundamentalisme Islam, ekstrimis Islam, Islam radikal, Islam fasis, fundamentalis Islam, Islami, pejihad, Islamisme, militan Islam, radikalis Islam, politik Islam, Islam fanatik, Islamofasis, militan Muslim and Muslim teroris; yang banyak ditemukan jika diketikkan di mesin pencari seperti Yahoo, MSN dan Google, antara bulan September hingga November 2006.
Sekarang permasalahannya, apakah dalam hal yang sama kita juga diperbolehkan menggambarkan orang-orang yang melakukan tindakan kekerasan sebagai Budha, Katolik, Kristen, Hindu, atau Protestan? Ada militan dan teroris dari semua golongan di seluruh dunia. Mereka yang berada di wilayah Basque, Spanyol yang ingin melepaskan diri dari negara itu kadang-kadang melakukan tindakan kekerasan yang mengakibatkan banyak kematian, tetapi mereka sering disebut sebagai separatis Basque, bukan teroris. Tentara Republik Irlandia melakukan banyak aksi teror, tetapi mereka tidak pernah disebut dengan merujuk pada agama mereka. Tapi dalam kasus tindak kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam, mereka selalu dikaitkan dengan agama mereka.
Islam tidak menginspirasi, apalagi bercita-cita agar pengikutnya suka melakukan terorisme, radikalisme, dan militansi. Karena itu sangat tidak adil untuk menggunakan julukan "Islam" sebelum kata-kata di atas. Uskup Agung Canterbury, perwakilan umat Kristiani di Inggris, menunjukkan adanya ketidakadilan dalam penciptaan frase terorisme Islam. Siapapun yang melakukan terorisme dan tindak pidana dalam kedok apapun berarti telah menyalahgunakan agama mereka, apakah mereka Budha, Kristen, Hindu, Islam, atau apapun. Karenanya, katakan tidak pada Islamofobia!
Â
Sumber:
Haja Mohideen & Shahimah Mohideen, "The Language of Islamophobia in Internet Articles", Journal of Intellectual Discourse, Vol 16Â No 1 Page 73-87
Â
***
Tentang penulis:
Febby Fortinella Rusmoyo, lahir di Pekanbaru, domisili Pekanbaru; alumnus UIN Suska Riau, bekerja di UIN Suska Riau, dan pernah belajar di Sekolah Menulis Paragraf; salah satu cerpennya terpilih untuk dimuat dalam buku "100 Tahun Cerpen Riau" yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Provinsi Riau Tahun 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H